#47

419 34 2
                                    

       Senin, hari yang biasa disebut mengerikan dibanding hari-hari lain. Tetapi hari ini, bagi Enki sudah menjadi pucak mengerikan di antara senin yang mengerikan lainnya.

       Tadi, Fero sebagai wakil ketua kelas dipanggil ke ruang guru, diberitahu kalau Dante dikeluarkan dari sekolah. Langsung saja cowok itu mengumumkan hal tersebut kepada seluruh kelas dan membuat hati Enki serasa keruntuhan mangga yang berbondong-bondong walau sekarang bukan musimnya.

       Di antara teman-temannya yang bersedih di bangku masing-masing, setelah mendengar kabar tersebut Enki bergegas keluar kelas dan berlari menuju ruang guru. Kata Fero, tidak ada informasi lain yang menjadi akibat dikeluarkan Dante dari sekolah selain dia sering bolos, berbuat ulah, merokok, dan berkelahi dengan siswa sekolah lain bahkan berurusan dengan polisi. Bagian dari dalam diri Enki merasa bersalah atas dikeluarkannya Dante. Ia merasa alasan yang terakhir itu adalah karenanya. Jika bukan karena Enki, Dante tidak akan berkelahi dengan Rega.

       Enki sendiri, berlari melewati kelas-kelas di koridor sekolah berharap Dante belum pulang. Macam-macam pikiran membendung di dalam otak gadis itu. Jika Dante dikeluarkan dari sekolah, bagaimana dengan masa depannya? Di mana dia akan pindah? Dia tidak pintar dalam mata pelajaran apapun kecuali Pendidikan Jasmani. Bagaimana jika dia sulit untuk diterima di sekolah lain? Mengingat dia yang sering bolos pelajaran, bagaimana jika Dante dikeluarkan dari sekolah ini dan dia sudah tidak mau sekolah lagi? Bagaimana jika dia bertengkar dengan papanya ketika di rumah nanti?

       Aku harap Dante nggak putus asa.

       Napas Enki tidak teratur. Ia sudah sampai di depan ruang guru. Ternyata Dante masih ada di dalam, menyalami semua guru untuk berpamitan. Tidak ada kesedihan di raut wajahnya, yang ada hanya guru-guru yang merasa kasihan dan khawatir tentang masa depan Dante. Sudah berkelakuan buruk, dikeluarkan dari sekolah lagi. Terkadang anak yang seperti itu akan lebih memperburuk perilakunya jika tidak ada pendamping seperti guru dan teman dekat.

       Enki tidak diperbolehkan masuk ke dalam karena bukan seseorang yang bersangkutan. Akhirnya ia hanya melihat Dante dari celah kaca yang tidak tertutup gorden. Terlihat setelah menyalami semua guru, Dante berbicara dengan Bu Titik. Cowok itu berterimakasih kepada beliau karena menjadi satu-satunya guru yang tidak pernah berlaku dan berkata kasar kepadanya. Bu Titik mengusap lembut rambut Dante. Mendapat perlakuan seperti itu, Dante merasa dirinya berharga, merasa dirinya penting bagi orang lain, merasa dirinya disayangi.

       Di sela bicaranya bersama Bu Titik, Dante tertawa. Entah apa yang mereka bicarakan. Sebagai murid yang menyusahkan di sekolah, Dante juga bisa sayang kepada guru, terutama guru yang menghargai dia dan memahami alasan mengapa dia menghisap rokok. Tidak perlu berlebih, memperlakukan Dante seperti anak pada umumnya juga sudah membuat ia senang.

       Tidak ingin terlalu lama, Bu Titik akhirnya memberinya sebuah kotak yang terbungkus kertas bunga-bunga. Dante senang bukan main. Walau bungkusnya kertas bergambar bunga-bunga, ini adalah bentuk apresiasi terbesar guru  kepadanya. Kata Bu Titik, ini adalah hadiah karena sudah membanggakan nama sekolah di perlombaan nasional kemarin. Tentu saja, Dante sumringah. Tanda bentuk sayangnya, Dante memeluk Bu Titik dengan harapan ini bukan kali terakhir.

-

DANTE [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang