12

796 64 3
                                    

Sinar sang mentari telah bersinar menerangi dataran Sebagian bumi. Dennis baru saja selesai mengganti pakaiannya. Ia langsung berjalan dengan santai keluar dari kamar. Begitu ia membuka pintu kamarnya. Bertepatan dengan pintu kamar Aki yang terbuka.

"Selamat pagi, Ayah," sapa Aki sopan. "Pagi," jawab Dennis datar. Aki dan Dennis berjalan bersama dengan santai menuju lantai satu. Dimana Linuz sudah menunggu kedatangan mereka dengan masakan yang sudah siap di meja makan.

"Selamat pagi, paman Linuz," sapa Aki datar. "Selamat pagi, Aki. Selamat pagi, Dennis-sama," ucap Linuz. "Pagi," jawab Dennis singkat. Dennis dan Aki langsung duduk di kursi makan mereka masing-masing.

"Di mana Alvin?" tanya Dennis saat menyadari putra sulungnya itu tidak ada di sana. "Sepertinya Alvin masih tidur, tuan. Biar saya yang bangunkan," ucap Linuz sambil tersenyum ramah lalu berjalan menuju lantai atas.

"Kita makan dulu, Aki. Agar bisa segera berlatih dasar sebelum mengambil senjata kalian," ucap Dennis datar. "Baik, ayah," ucap Aki dan segera menyantap makanan di hadapannya.

***

Terdengar suara ketukan pintu yang menggema di kamar Alvin. Pemuda berambut merah itu masih memejamkan matanya tanpa mempedulikan suara ketukan itu.

Tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbukan dengan pelan dan di lanjut dengan helaan napas dari pria berambut kuning itu. Pria itu tak lain adalah Linuz.

"Alvin. Bangun, Alvin."

Linuz berjalan dengan santai sambil memanggil-manggil nama Alvin. Namun, pemuda itu tidak juga membuka matanya, dan merubah posisi tidurnya dengan membelakangi Linuz.

Seperti mendengar panggilan Linuz tapi, masih tidak ingin bangun dari tidurnya.

Linuz pun mempunyai ide untuk membangunkan pemuda berambut merah itu. "Ehem." Ia berdehem sebentar untuk bersiap merubah namanya.

"Alvin Wijaya! Bangun. Kerjakan tugasmu!" teriak Linuz yang suaranya ia buat menjadi suara Eka.

"Siap, bu!" teriak Alvin dan langsung terbangun sambil tangan yang ada di alisnya memasang pose hormat ala tentara.

"Pfft!" Linuz tidak bisa menahan tawanya. Membuat Alvin langsung menatapnya terkejut. "Paman Linuz!" teriak Alvin kesal.

Namun, Linuz hanya tertawa melihat perilaku pemuda di hadapannya. "Mangkanya. Kalau di bangunkan segera bangun. Sudah, ayo kita turun. Dennis-sama dan Aki sudah sarapan. Jika kau tidak segera turun. Kau akan tertinggal latihan bersama Dennis-sama," ucap Linuz setelah bisa menahan tawanya.

"Eh? Kita akan berlatih dengan Ayah? Bukannya mengambil senjata?" tanya Alvin bingung.

"Kalian akan berlatih dasar cara berkelahi dengan Dennis-sama sebelum mengambil senjata," jelas Linuz. Sekaligus mengukur sebesar apa kekuatan kalian batin Linuz.

"Baiklah, aku akan bersiap dulu," ucap Alvin sambil keluar dari tempat tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi.

"Jangan lama-lama!" teriak Linuz sebelum pintu kamar mandi tertutup.

Linuz langsung menghembuskan napas pelan lalu membereskan tempat tidur Alvin. Setelah selesai, ia langsung berjalan meninggalkan kamar Alvin.

***

"Linuz, apa Alvin sudah bangun?" tanya Dennis saat Linuz sudah berada di sampingnya. "Ya, dia sedang bersiap-siap," jelas Linuz. "Baiklah, kalau begitu. Kami akan berlatih duluan," ucap Dennis sambil berdiri diikuti Aki.

INDIGO 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang