34

670 50 2
                                    

Di ruang yang terlihat cukup luas dengan buku yang mengelilingi dan hanya diterangi cahaya lilin di setiap sisi. Dennis tengah duduk di meja yang ada di bagian tengah-tengah ruangan itu dengan membaca buku yang terlihat besar dan tebal.

Hohoho ... Dennis, jarang sekali melihatmu kembali membaca buku King Of Indigo. Ada apa? Tanya sebuah suara yang menggema di ruangan itu. Namun, tidak menampakkan wujudnya.

Hanya terdengar suara pria tua di sekelilingnya. "Tidak ada apa-apa, saya hanya ingin memastikan sesuatu," ucap Dennis sopan. Apa kau memastikan salah satu anak-anakmu akan menjadi seperti dirimu atau tidak, begitu? Menjadi penerus King Of Indigo? Tebak suara itu.

Dennis hanya terdiam dan menatap bukunya. Membuat suara itu tertawa puas. "Yang Mulia, suara Anda sangat keras. Tolong jangan tertawa," ucap Dennis. Hahaha ... Maaf maaf. Hanya saja, jika kau diam, berarti tebakkanku benar ucapnya senang.

"Baiklah, memang benar saya menghawatirkan jika salah satu anak saya menjadi penerus saya. Saya hanya tidak ingin mereka menanggung beban yang sangat berat seperti saya. Yang Mulia tahu sendiri, jika saya hanyalah manusia yang bisa saja mati dan tidak abadi. Karena Anda yang menciptakan saya," ucap Dennis.

Hohoho ... Memang benar jika aku yang menciptakanmu dan menentukan takdirmu. Tenang saja, aku tidak memberikan takdir Raja Indigo kepada salah satu anakmu. Karena kau sendiri masih hidup, jelasnya.

"Saya sangat berterima kasih mendengarnya," ucap Dennis sambil menghembuskan napas lega. Tapi, apa kau yakin membiarkan anak-anakmu tahu akan dirimu yang sebenarnya? Apa kau tidak takut jika mereka akan membencimu atau takut kepadamu? Tanyanya.

Dennis menutup buku itu lalu berdiri dan berjalan kearah pintu keluar. Sebelum ia membuka pintu. Ia berbalik lalu mengembangkan senyuman dan berucap, "itu adalah hak mereka untuk takut atau membenci saya. Saya akan menerima semua itu dengan senang hati, karena itu bukan salah mereka."

Tidak ada jawaban apapun. Setelah itu Dennis melanjutkan, "kalau begitu. Saya permisi dulu, Yang Mulia."

Dennis membungkukkan badan hormat lalu keluar dari ruangan itu. Mereka tidak akan membencimu, Dennis.

***

"Aki, apa kau menemukan sesuatu?" tanya Alvin sambil tetap fokus membaca buku di hadapannya. "Tidak kak. Kebanyakan dari buku yang aku baca hanya buku mengenai bagaimana cara teknik bertarung dan berkerjasama dengan roh penjaga," jawba Akihiko. "Ternyata sulit juga," ucap Alvin malas.

"Tapi, jika Anda masih penasaran, sebaiknya Anda tidak menyesal secapat itu," ucap Hae. "Kau benar, baiklah. Ayo kita semangat!" teriak Alvin semangat lalu mendapatkan anggukkan dari ketiga pemuda di dekatnya. 

"Apa yang sedang kalian lakukan?"

Sebuah suara yang sangat familiar mengejutkan mereka. Mereka langsung berbalik dan melihat pria berambut kuning dan bermata biru yang menatapnya bingung. "Oh, paman Linuz. Kami sedang melakukan tantangan dari ayah," jelas Alvin semangat. "Tantangan? Tantangan apa yang kalian maksud?" tanya Linuz bingung.

"Tantangan untuk mengetahui sosok ayah pada waktu itu," ucap Akihiko. Sukses membuat Linuz sangat terkejut mendengarnya. "Sebaiknya kalian berhenti melakukan penyelidikan itu," ucap Linuz tajam. "Kenapa? Ayah saja mengizinkan kami," tanya Alvin yang bingung dengan larangan Linuz. "Ini demi kebaikan kalian semua, kalian juga harus memikirkan perasaan tuan Dennis jika kalian berhasil mengetahui sosok apa yang di tunjukkan tuan Dennis waktu itu. Ada kemungkinan kalian akan membencinya atau takut kepadanya," jelas Linuz.

Membuat Alvin dan yang lainnya yang mendengar itu menjadi terkejut. "Tidak mungkin kami membenci Ayah!" teriak Alvin kesal. "Benar, tidak mungkin kami membenci ayah, kami sangat menyayanginya!" Akihiko yang tidak pernah kesal atau berteriak seperti itu. Kini meluapkan emosinya karena ucapan Linuz.

INDIGO 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang