24

689 53 4
                                    

"Apa kau ingin minum sesuatu?" tawar Eka. "Terserah saja," ucap Izra santai lalu duduk di sofa ruang tamu. "Kalau begitu, akan aku buatkan," ucap Eka lalu berjalan meninggalkan Izra dan Valika di ruang tamu. "Jadi, ada Anda kemari tuan Malaikat?" tanya Valika tajam.

Nada Valika yang berubah serius membuat Izra langsung menegakkan tubuhnya dengan tatapan tajam. "Saat aku kebetulan lewat di sini. Aku merasakan ada sesuatu yang sepertinya mengawasi kalian dari rumah ini. Jaraknya juga dekat dari sini. Apa kalian tidak melakukan sesuatu padanya?" penjelasan Izra membuat Valika sempat terkejut.

"Kami tidak pernah merasakan adanya aura yang mengawasi kami," ucap Valika tajam. "Itu tandanya, dia memiliki tekanan aura yang besar kalau tidak. Dia pasti di lindungi oleh pelindung yang bisa menghilangkan auranya," jelas Izra tajam. "Sepertinya aku dan Linuz harus memperketat pelindung di sini," ucap Valika.

"Baiklah, sementara ini aku sudah mengusirnya. Tapi, aku tidak tahu jika dia akan kembali atau tidak," jelas Izra. "Baiklah, terima kasih, Tuan Izra. Sisanya serahkan kepada kami," ucap Valika sambil tersenyum ramah.

"Kau tidak perlu berterima kasih. Aku hanya melaksanakan tugas dari Yang Mulia saja," ucap Izra datar. Tapi, Valika tetap mengembangkan senyumannya. Meskipun Izra berkata seperti itu. Tak berapa lama Eka datang dengan membawa minuman. Ia langsung meletakkan ketiga gelas minuman itu di meja sambil tersenyum ceria.

"Ibu kami pulang!" Baru saja Eka akan duduk di sebelah Valika. Terdengar suara putranya. Membuatnya langsung berdiri dengan senang. "Mereka sudah kembali," ucap Eka senang dan segera keluar untuk menyambut putranya.

Izra yang di lewatinya begitu saja hanya bisa menghembusakan napas pasrah. Sungguh, begitu kedua pemuda itu datang. Ia tidak akan di anggap. Seharusnya ia datang untuk menyampaikan sesuatu yang penting kepada Eka. Tapi, sepertinya belum tepat waktunya. Ia menyeduh minumannya sekali teguk dan langsung beranjak dari tempatnya.

"Anda mau kemana, tuan Izra?" tanya Valika yang juga ikut berdiri dan menatap Izra bingung. "Aku ada pekerjaan. Aku kemari hanya mampir," ucap Izra santai lalu berjalam keluar rumah. "Oh, paman Izra!" Begitu Izra keluar dari rumah. Alvin langsung menyapanya dengan ceria.

Izra hanya mengangkat satu tangannya sebentar dengan ekspresi datarnya. "Eh, Izra. Apa kau kan pergi?" tanya Eka bingung. Izra baru saja datang. Tapi, dia sudah mau pergi saja. "Ya, aku ada pekerjaan," jawab Izra santai. "Oh baiklah, hati-hati," ucap Eka lalu mendapatkan anggukkam sekali dari Izra.

Izra langsung berjalan meninggalkan area rumah Dennis dengan santai. Eka tidak akan bertanya secara detail jika Izra bilang dia ada pekerjaan. Meskipun Eka sendiri tahu jika Izra pergi bukan karena masalah pekerjaan saja. Tapi, karena kedatangan kedua putranya.

Terakhir kali ia datang dan bertemu dengan kedua putranya. Izra di berikan banyak sekali pertanyaan, mulai dari hubungannya dengan Ling, sampai pertanyaan yang lucu seperti 'Apa paman tidak punya rumah? Kenapa selalu ke rumah kami?' Setiap kali Eka membayangkan Alvin yang melontarkan pertanyaan itu dengan wajah polosnya membuatnya tertawa kecil.

Itulah mengapa, Izra jarang datang ke rumah Dennis jika pemimpin di rumah itu tidak ada. Atau kedua putranya akan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bagi Izra sangat merepotkan. Meskipun bagi Eka itu adalah hiburan tersendiri.

"Ibu ada apa?" pertanyaan yang di lontarkan Aki menyadarkan Eka dari lamunannya. Tanpa sadar ia tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila. "Apa yang sedang ibu pikirkan, sampai tersenyum seperti itu?" tanya Aki penasaran.

"Ahh ... Bukan apa-apa, ibu hanya sedikit mengenang tentang ayahmu saja," ucap Eka. Alvin dan Aki yang mendengar itu hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala mereka paham. "Apa ada yang bisa ibu bantu?" tanya Eka saat melihat banyak sekali tumpukan belanjaan yang di beli Linuz bersama kedua putra kembarnya.

"Eh? Ibu tidak perlu membantu. Ibu duduk manis saja di dalam. Ini tugas kami sebagai laki-laki untuk mengangkat barang berat," ucap Alvin semangat. "Tapi aku ingin segera tidur, kak," ucap Aki malas. "Aki, jangan malas. Jika ingin tidur, kita harus selesaikan ini dengan cepat," tegur Alvin.

"Huft ... Baiklah," jawab Aki setelah menghembuskan napas pasrah. Ia berjalan dengan malas mengambil satu per satu barang di mobil. Linuz yang melihat itu hanya bisa tersenyum kecil. "Biar kami bantu juga," ucap Hae yang tiba-tiba muncul bersama Tsuki. "Baiklah, terima kasih bantuannya," ucap Alvin senang.

Tsuki dan Hae hanya tersenyum dan menganggukkan kepala mereka lalu mereka segera melaksanakan tugas mereka. Eka yang sedari tadi terdiam di tempat hanya tersenyum senang menyaksikan kedua putranya. Setelah itu, ia menengada kepalanya. Menatap ke langit yang terlihat cerah dengan dihiasi awan yang terlihat lembut.

Bagaimana keadaanmu sekarang, Dennis? Pikirnya membayangkan wajah Dennis. Baru beberapa bulan tidak bertemu dengannya. Tapi, ia merasa seperti sudah bertahun-tahun tidak bertemu dengannya. Eka sangat merindukan keberadaan Dennis. Ini pertama kalinya bagi Dennis pergi begitu lama. Ap separah itu masalah di Jepang? Sehingga Dennis harus pergi selama itu.

***

"Ini dokumen yang perlu Anda tanda tangani, Ling-sama," ucap seorang wanita berambut hitam di ikat ekor kuda dan bermata sipit dengan pakaian kantor berwarna hitam, garis putih dengan rok ketat selutut berwarna hitam dalam bahasa Jepang. Wanita itu meletakkam berkas tebal yang ia bawa di meja Ling. Ling hanya tersenyum lembut sambil berucap, "terima kasih, kau bisa pergi. Aku akan memanggilmu jika sudah selesai, Shaiko."

"Baik, Ling-sama," ucap Shaiko yang menjadi sekretaris Ling di kantor ACE Jepang. Shaiko menundukkan badan sebentar lalu keluar dari ruangan Ling. Ekspresi ramah dan senyuman lembut yanh tadi terbentuk di wajahnya seketika lenyap saat pintu tertutup rapat.

"Kenapa pekerjaan di sini tidak selesai juga? Dan kenapa berkasnya banyak sekali?! Sebenarnya apa yang di lakukan direktur cabang di sini!! Akan aku pecat dia jika sudah di beri izin kepada Dennis!!" teriak Ling frustasi dalam bahasa Indonesia. Meskipun ruangannya di buat agar kedap suara. Tapi, Ling lebih nyaman berbicara bahasa Indonesia jika sedang mengomel. Dengan begitu tidak akan ada yang terlalu paham dengan apa yang di bicarakannya.

Meskipun bahasa Indonesia wajib di pelajari di kantor ini. Tapi, Ling sudah memastikan jika masih banyak karyawan yang belum bisa fasih berbahasa Indonesia. Ini memberikan keuntungan yang besar untuknya dalam mengomel tidak jelas.

Ia langsung menyandarkan dirinya di sandaran kursi kerjanya lalu menghembuskan napas lelah. "Dennis kejam sekali kepadaku," ucap Ling sedih. Dalam hal masalah pekerjaan seperti ini. Seharusnya Valija yang di tugaskan. Karena dia lebih ahli dalam masalah pekerjaan.

Jika mengingat kembali alasan Dennis Ling untuk mengurus cabang ACE di Jepang adalah karena kau bisa keluar negeri dengan santai kan?

"Bagaimana aku bisa santai jika setiap hari ada tumpukan berkas yang datang!!" teriak Ling kesal setiap mengingat kata-kata Dennis waktu itu. Ia senang saja jika ke luar negeri. Tapi, jika tidak bisa bersantai. Bukankah sama saja?

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Membuat Ling segera merapikan diri dan menegakkan tubuhnya. Ia langsung kembali fokus memeriksa pekerjaannya. Ling menekan tombol di samping tangan kanannya sambil berucap, "masuk."

Itu dalah alat yang di gunakan Ling untuk memberikan Izin atau memanggil sekertaris atau orang yang datang menemuinya. Karena ruangan Ling yang di buat kedap suara. Tak berapa lama sosok seorang pria yang membuat Ling pergi ke luar negeri terlihat.

Ling langsung membulatkan mata sempurna dan berdiri. Terlihat Shaiko yang berada di meja sekretaris ikut berdiri sambil tetap menundukkan kepalanya sopan. "Dennis!"
______________________________________
Hohoho

Akhirnya update juga. Bersabar ya buat yang nunggu update cerita lainnya!!

Semoga kalian tetap suka.

See you

INDIGO 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang