Chapter 24 : Hari Sebelum Kelulusan.

20 7 10
                                    

Sabtu, 30 September.

"Akhirnyaaaa," ucap Dinka yang duduk di sofa rumahnya. "Ridia ambilkan bubur di dapur yang sudah bunda masak ya! Terus langsung cekokin aja si badung itu," perintah bunda ke Ridia yang sedang merapikan tas berisi baju-baju Dinka di rumah sakit. "Iya bun, terus yang beresin ini?" Tanya Ridia dengan wajah polos.

"Kisya?" Panggil bunda dengan sangat nyaring karena ia berada di ruang tengah. "Iyaaa bundaaaaaa," balas Kisya dengan sahutan panjang.

"Kamu rapikan tas isi baju-baju itu ya! Bunda mau ke ATM dulu sebentar," ucap bunda. "Bunda sendirian?" Tanya Dinka, Ridia, dan Kisya berbarengan.

"Kalian ini hehe, iya bunda sendirian tapi tenang aja bunda gak kenapa-kenapa ko," jawab bunda. "Ini Jakarta loh bunda, bukan desa Simulya." Jelas Dinka yang masih duduk di sofa dengan tangan bekas infusan.

"Bunda pernah tinggal di Tokyo dan lebih modern dari Jakarta loh, dan bunda tau ko karena di Simulya mah kan ATM adanya jauh di kota." Sinis bunda ke Dinka.

"Bunda serem," ucap Ridia dan Kisya berbarengan. "Iya," sahut Dinka ketakutan.

"Haha, yasudah bunda pergi dulu ya." Ucap bunda yang beranjak pergi.

...........

Dinka pun telah pulang dan Ridia serta bunda dan Kisya lah yang mengurus Dinka hingga pulih total.

Tiga bulan pun berselang, tepat tanggal 31 Desember 2012. Dinka dan yang lainnya memeriahkan tahun baru bersama, momen tahun baru adalah momen yang sangat penting bagi Dinka dan Ridia.

Dinka pun kembali masuk kuliah di bulan Januari, dan Ridia kini membuka toko kue di pinggir jalan kota, Kisya dan bunda pun turut membantu.

...........

Tiga tahun kemudian,

Jumat, 19 Juni 2015

Semilir angin menyapa siang Dinka seolah mengucapkan salam pada nya, burung-burung berkicau ria menandakan hari telah beranjak naik, Dinka berdiri di lantai tiga di universitas yang telah ia tempati untuk menimba ilmu selama 5 tahun lamanya.

Matanya yang sayu tak henti melihat para mahasiswa yang sedang asyik bercanda-tawa di halaman lantai satu kampus, seolah-oleh tiada beban dalam diri mereka yang ada hanyalah kesenangan yang ada dalam dunia mereka.

Dinka memang sangat suka bahkan sering menyendiri saat di kampus, kini ia pun teringat akan mendiang ayahnya.

Dinka kini mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa besok adalah hari yang ia tunggu, hari terindah dimana ia dapat mewujudkan keinginan orang tuanya, hari saat ia menjadikan kedua orang tua nya akan merasa bangga memilki anak sepertinya, hari dimana perjuangan seseorang akan membuahkan hasil, ya besok adalah hari dimana ia akan dilantik menjadi seorang wisuda.

"Ahhhhhh," Dinka menarik nafas panjang seolah ia tak percaya bahwa besoklah saatnya wisuda itu akan dilaksanakan, ia meyakinkan dirinya lagi kemudian perlahan-lahan meninggalkan lantai tiga yang sepi itu, langkah kakinya terfokus kelantai dua disana adalah tempat pengambilan undangan dan Toga wisuda.

Seperti yang ia kira lantai dua dipenuhi oleh mahasiswa yang akan mengambil toga dan undangan wisuda, diantara  mereka adalah teman-teman seangkatan dan yang lain adalah mahasiswa dari jurusan lain.

Setelah undangan dan toga sudah ditangan kini saatnya Dinka untuk  berjalan pulang.

"Dunia ini kejam," itulah yang dulu Dinka pikirkan tentang hidup ini dimana ayahnya meninggal karena dibunuh beberapa tahun lalu, namun semakin ia berpikir begitu ia tidak bisa melupakan kejadian pahit itu. Akirnya Dinka mencoba untuk bangkit kembali dengan terus tersenyum dan melupakan ingatan itu, ia berusaha untuk mengambil sisi positive dan terus berjuang untuk ayahnya di alam sana.

............

"Kemarin ialah sejarah dan besok adalah harapan."

........

Hufft, pikiranku buntu sekali. Banyak sekali kendala untuk melanjutkan story ini...

Bagian ini hanya sedikit , maafkan ya hehe ..

Terima kasih untuk para pembaca dan pendukung ceritaku..

Terima kasih banyak
Thank you very much and
Arigatou gozaimasu.

@the_pooh1301

Air dan MinyakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang