☆BAB 3 : Taktik Ayessha ☆

4.3K 281 2
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Aku takut rasa kagumku ini membuatMu marah, aku yang selalu mengagungkan namaMu pada setiap doaku kini mulai menyandingkan nama dia, makhluk ciptaanMu yang takkan pernah bisa menandingi keAgunganMu. Aku takut kau cemburu Ya Allah karena telah menggantungkan harapan yang tinggi pada makhluk ciptaanMu sendiri."

☆☆☆

Seperti rindu yang membuncah dalam keheningan.
Ingatan akan sosok dokter muda itu kembali menyergap pikiranku. Sosok lelaki yang selalu hadir dalam mimpiku setiap malam.
Entah hanya ilusi atau khayalanku semata.

Ingatanku kembali terputar ketika dulu awal kita bertemu. Aku yang waktu itu begitu panik ketika menghadapi pasien kecelakaan sampai aku bingung harus berbuat apa. Pikiranku kacau ketika melihat darah mengalir deras dikeningnya. Tubuhku seolah membeku, menatap makhluk Allah yang sedang berjuang melawan kematian.

Waktu itu aku benar benar tidak bisa berfikir jernih, aku masih magang, aku juga baru pertama kali ini menangani pasien kecelakaan dengan luka separah ini. Sementara disisi lain, riuhan mulut yang memintaku untuk menyelamatkannya terasa memberatkan pikiranku. Aku harus apa?

Seperti pertolongan yang Allah berikan padaku pada saat itu, seorang dokter mengulurkan tangannya untuk menyelamatkan pasien yang sedang berjuang melawan maut. Tangannya begitu cekatan, meskipun aku sempat didorongnya dan disuruh menyingkir beberapa langkah ke belakang dari hadapannya.

"Cepat ambilkan ambubag, Sus. " Tanpa babibu lagi, dia langsung menyuruhku untuk mengambilkan ambubag. Aku sempat canggung sekaligus bingung waktu itu, aku baru mengenalnya dan kami langsung dituntut untuk bekerja sama menyelamatkan nyawa pasien. Tapi karena kami harus profesional sebagai tenaga medis, akhirnya dengan cepat pula aku mengambilkannya ambubag dan memberikan padanya. Dan saat itulah, awal dimana hatiku bergetar tatkala menatap matanya, dimana desiran aneh menyergapku ketika melihat wajah tampannya. Dan... awal mula dimana hatiku mulai menurunkan jangkar dan melabuhkan hati pada pelabuhan cintanya. Memasangkan gembok pada pintu cintanya dan membuang kucinya ke dasar lautan. Ya, dia adalah Nizam. Nizam Arasalan Baqir.

Semenjak pertemuan itu, aku mulai menganggumi sosoknya. Sosok yang selalu aku idamkan menggelar sajadahnya satu saf di depanku. Sosok yang selalu membuat hatiku tentram, dan sosok yang aku cintai dalam diam.

"Aiza?"

Seketika otaku kembali pada masa sekarang dan meninggalkan nostalgiaku tentang pertemuan dan awal mula aku mengangumi sosok Nizam. Lagi lagi, Ayeesha yang membuyarkannya. Aku mengembuskan napas kasar. Aku menghentikan langkahku, padahal aku berniat untuk pulang dan memesan grab.

"Yuk pulang!" Ajaknya. Aku cengo. Tumben-tumbenan banget Ayesha mengajakku pulang bareng gini? Aku makin kaget ketika dokter Nizam membuntuti Ayessha dari belakang.

"Gimana dok? Jadi gak pulang barengnya? Rumah Aiza searah kok sama rumah Ayessha. Lebih jauhan dikit sih," aku melotot. Rasanya bola mataku ingin meloncat keluar ketika Ayessha mengatakan itu. Apa? pulang bareng? Sama dokter Nizam? Astagfirullah, Sha. Gak jera jeranya bikin aku terpojok gini.

"Oke," sahutan dokter Nizam yang mengiyakan membuatku semakin merasa canggung. Debaran tak normal kembali menyerang jantungku.

Saat di mobil , aku lebih memilih diam mendengarkan obrolan Ayesha dengan dokter Nizam yang sedang membahas Dion, kaka Ayessha. Lebih baik begini, lagipula kalau aku ikut nimbrung, apa yang mau aku bahas? Mereka kelihatan lagi seru, aku gak mau mengganggu mereka. Aku memilih menatap keluar jendela dan menikmati suasan kota Jakarta pada malam hari.

[DSSP] Takdir Cinta AizaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang