☆BAB 12: Imam Pilihan Allah☆

4.1K 264 9
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kuharap bahagia yang kurasakan ini tidak hanya sementara
***

"Udah gak papa, mas pijitin, kamu diam aja."

Aku langsung membelalakan kedua mataku, baru saja aku ingin menolak saat lengan besar itu mengangkat kedua kakiku ke atas pahanya lalu tangannya mulai memijat kakiku lembut.

Aku diam saja, tidak bereaksi apapun.  Karena aku begitu takut juga gugup. Wanita mana yang tenang-tenang saja menghadapi malam pertama untuknya? Dan ini, Demi Allah baru pertama kalinya ada yang memegang kakiku selain mas Dion.

Pijatannya begitu enak, aku menguap beberapa kali karenanya, aku mendengar Mas Nizam terkekeh melihatku. Tanpa sadar aku menutup kedua mataku.

***

"Yesha, bangun subuh sayang,"ucapnya lembut. Pipiku ditepuknya lembut juga.

Aku menggeliat, begitu kedua mataku terbuka aku tak langsung bangun dari kasur akan tetapi aku duduk terlebih dahulu untuk mengumpulkan nyawa. Omong-omong kasur, tadi malam.. Allahuakbar, apa tadi malam saking capek dan enaknya pijitan di kakiku aku jadi ketiduran?

Astagfirullah, Ayesha.

"Mas pindahin kamu semalam, mas juga yang udah ngelepas jilbab kamu biar kamu enak tidurnya. "

Masih dengan nyawa yang belum terkumpul semuanya aku memegang kepalaku yang memang sudah tak memakai jilbab lagi." Maafin mas ya sudah lancang. "

Aku menggeleng kuat, dia tak seharusnya meminta maaf, tapi aku." Gak papa mas, mas gak usah minta maaf, justru Ayesha yang salah karena belum sepenuhnya beres-beres malah ketiduran. Mas pasti berat ya bopong Ayesha? "

Mas Nizam menggeleng saja, kulihat ia sedang menyiapkan dua sajadah untuk sholat kami." Nyawa kamu udah terkumpul semua belum? Kalo udah, cepetan mandi dan ambil wudhu, gak mau 'kan subuh pertama di imamin terlewatkan? "

Pipiku rasanya panas. Tanpa meliriknya lagi aku langsung berlari ke kamar mandi.

Rasanya sungguh berbeda saat kamu sudah jadi makmum orang. Sholatku rasanya seribu kali lebih khusyu apalagi bacaan sholat mas Nizam yang indah membuat dua rokaat rasanya begitu cepat berlalu.

"Mas mau makan apa buat sarapan nanti? " tanyaku setelah membereskan peralatan sholat dan Mas Nizam sudah berganti pakaian biasa.

Mas Nizam tidak menjawab ia malah membaringkan tubuhnya kembali ke kasur. Beberapa kali ia menguap lebar. Sepertinya ia kurang tidur, mungkin mimpiku yang melihatnya sholat tahajud semalam adalah kenyataan.

"Mas waktu malam sholat tahajud ya? "

Mas Nizam mengangguk, matanya kini sudah memejam." Berarti Ayesha enggak mimpi dong, pantesan kayak nyata. "

Matanya terbuka lagi, kini dia menatap mataku tepat di manik mata, terbesit tanya pada tatapannya itu," Maaf ya buat tidur kamu ga nyenyak. "

"Gak usah minta maaf. Tidurku malah lebih nyenyak gara-gara suara ngaji mas. Mas, nanti-nanti kalo Mas tahajud lagi bangunin Yesha ya biar kita berjamaah. "

Mas Nizam kembali mengangguk lagi, matanya sayu, aku kasian melihatnya, ku dekati dia dan duduk di pinggir ranjang, ku usap kepalanya lembut agar ia tertidur. Tak ku sangka kepalanya malah naik ke pahaku dan kedua tangannya memeluk pinggangku." Mas. "

"Bentar saja Yesha, mas ngantuk. "

***

"Kamu masak apa? "tanyanya tepat di belakangku. Aku kini sedang berada di depan panci penggorengan, tengah menggoreng ikan mas.

"Kamu lagi masak apa, hm? "katanya sambil memelukku serta meletakan dagunya di cerucut leherku.

Deg.

Dadaku.. Kenapa deg-degan gini. Ya allah, begini ya rasanya mesra-mesraan dengan suami sendiri?

"Masak ikan, mas suka gak? "

"Mulai sekarang apapun yang kamu masak mas suka. Itu ikannya nanti dicocol pake sambel? "tanyanya lagi.

Aku mengangguk. Masih fokus menggoreng ikan takut ikannya gosong.

"Aw! "aku menggaduh saat minyak goreng yang dipakai menggoreng ikan muncrat dengan sendirinya hingga mengenai punggung tanganku.

"Kamu gak papa? "tanya mas Nizam sambil melihat punggung tanganku. Segera setelah melihatnya ia langsung mematikan kompor dan berlari menuju kamar kami. Beberapa saat kemudian dia keluar dengan kotak obat di tangannya. Ia menuntunku duduk dan mulai mengoleskan krim untuk mengobati luka bakarku.

"Besok-besok jangan masak ikan lagi ya, nyepret gitu minyaknya. "

Aku terkekeh mendengar perintahnya. Mana bisa aku berhenti masak ikan saat hobiku memakan ikan sambel?

"Kenapa? "

"Mas lucu deh, masa aku disuruh berhenti goreng ikan? Mas lupa aku suka banget sama ikan? "

Pergerakan tangan mas Nizam berhenti," Mas gak tahu. Nanti kamu tulis semua kesukaan dan kebiasaan kamu ya di kertas biar mas tahu. Kita mulai sedikit demi sedikit. "

Masya Allah, bukankah aku sangat beruntung bisa memilikinya? Aiza.. Aku kembali teringat dengannya, bagaimana kabarnya kini? Baru sehari tetapi aku sudah merindukannya, ingin curhat dan memeluknya kini.

"Kenapa? Belum selesai nih. "Mas Nizam protes saat aku menarik tanganku, aku segera bangkit dan kembali ke dapur.

"Ayesha nerusin masak dulu ya mas. Mas tunggu sambil nyiram tanaman aja. "

Maafkan Ayesha mas.

" Baik. "

***

"Maaf ya mas gak bisa mengajukan cuti lama, hanya dua hari saja."

"Iya gak papa mas, Yesha juga gak mau lama cuti, kangen kerja dan kangen Aiza,"jawabku jujur.

"Kamu deket banget ya sama Aiza? "tanyanya penasaran.

Kami kini sedang berada di kamar, aku sedang membaca sebuah novel dan dia sedang entah mengerjakan apa di laptopnya.

"Deket banget lah mas, dia yang buat Yesha jadi lebih baik seperti ini. "

Nizam mengangguk tanda mengerti." Mas mau tanya sama Yesha, boleh? "

"Oh ya mas kita belum buka kadonya sama sekali! Yuk buka kadonya!" ucapku antusias, aku lupa belum sama sekali membuka kado pernikahnku.

"Ayo. "

Aku mulai membuka satu persatu kado, yang pertama dari Mas Dion lalu Aiza dan selanjutnya adalah Riko. Jika Mas Dion memberikan kami sprei dan baju tidur pasangan dan Aiza memberikanku buku tentang pernikahan dan menjadi istri yang baik, Riko membelikanku sebuah mukena. Mukena berwarna biru laut dengan beberapa aksen bunga di ujungnya. Mukena ini seperti mukenaku yang hilang saat SMA dulu, mukena kesayanganku karena itu pemberian ayah. Sampai saat ini aku bahkan masih menyesal teledor menghilangkannya.

Di sana ada sebuah surat, ditulis langsung oleh Riko.

Assalamualaikum.

Selamat atas pernikahan kalian, semoga semuanya berjalan dengan baik sampai seterusnya. Yesha, masih ingat dengan mukena ini? Ya benar mukena ini adalah mukena kesayangan Yesha pemberian dari ayah. Sekarang Yesha sudah dapat memilikinya lagi. Pakailah, sudah mas perbaiki, doakan ayah agar bahagia di sana.

Mas Riko... Bagaimana bisa?

Tanpa terasa aku menjatuhkan surat itu, Mas Nizam mengambilnya dan ikut membaca surat dari mas Riko.

"Ayesha, mas mau nanya. "

"Ah iya mas dari tadi ngomong mau nanya, mau nanya apa mas? " kami sudah selesai membuka setengah dari kado-kado itu. Kebanyakan isinya sprei dan barang pasangan kecuali pemberian Aiza dan Mas Riko.

"Apa kamu pernah ada hubungan dengan Riko?"

***
Bersambung
Jangan lupa vomentya ya
Jazakumullah ya khair
Penulis :Admo_99

[DSSP] Takdir Cinta AizaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang