☆BAB 13: Terluka☆

4.2K 296 10
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Apa sesakit ini akibat dari pengaharapan besar yang tak tercapai?
***

Aku terbangun ketika suara alarm adzan di ponselku berdering. Aku yang masih mengenakan mukenah langsung terhenyak dan mengangkat kepala yang sebelumnya aku sandarkan pada bibir ranjang. Sehabis melaksanakan shalat tahajud tadi malam, aku sepertinya keblablasan dan tertidur.

Aku beranjak dan menuju kamar mandi, aku membasuh mukaku di wastafel dan menatap pantulan wajah di cermin. Mata sembab langsung menjadi fokusku, ah, ya. Ini pasti gara gara aku nangis semalaman.

Semalam aku hanya mampu menangis, menumpahkan duka dihatiku lewat air mata, duka yang beberapa hari ini aku tahan dilubuk hati yang paling dalam, dan tadi malam adalah puncaknya, hatiku tak bisa membendung duka itu lagi, hatiku membludak bludak ketika Nizam mengucapkan ijab nya pada Ayessha.

Semua harapanku seakan pupus, hatiku benar benar sudah hancur, hatiku seolah dipaksa merelakan disaat masih menginginkan sebuah harapan. Harapan memiliki Nizam dan menjadikannya imam untuk shalatku. Dan sekarang, itu semua hanya menjadi angan belaka, Allah tak mentakdirkan kami bersatu dalam sebuah ikatan pernikahan. Dan aku harus ikhlas menerima takdir itu.

Setelah menunaikan dua rakaatku, aku langsung menuju ke dapur, Ummi pasti sekarang sedang berkutat dengan alat alat dapur, menyiapkan sarapan untukku dan Abi.

"Mi, Ai bantu ya?" Aku langsung meraih pisau dan melanjutkan memotong sayur yang sempat Ummi tinggalkan karena membalikaan tempe goreng.

"Eh, Ai, sudah bangun?"

"Udah, Mi," kataku diiringi senyum.

"Ai, ada shif pagi, jadi Ai harus berangkat pagi banget," lanjutku. Ummi hanya mengangguk.

"Eh, nak, matamu kenapa? Kok sembab gitu?"

Astagfirullah, apa mata sembabku terlalu kentara sampai membuat Ummi curiga?

"Kamu kenapa, Sayang?"

"Ah, nggak papa kok Mi. Ai cuma baper aja habis nonton drama korea semalam," alibiku. Wallahi, maaf hamba berbohong. Gak lucu juga kan kalo aku jujur kalo mataku sembab gini gara gara nangisin Nizam yabg jelas jelas sudah jadi suami orang?

"Kebiasaan kamu ini, yaudah, bantu Ummi nyiapin piring di meja makan, masakan yang udah mateng kamu tata di meja makan ya?" Titah Ummi yang langsung aku laksanakan tanpa penolakan.

"Oke, Mi,"

***

"Aiza? Tumben pagi pagi udah datang?" Tanya Gita sesaat setelah aku memarkirkan motot matic ku. Dia juga sepertinya baru datang.

"Eh, Git. Iya, lagi kesambet setan rajin kayanya," candaku. Gita terkekeh. Lalu dia mengajaku masuk ke rumah sakit bareng. Selain Ayessha, aku juga sering dibantu oleh Gita. Berhubung kemarin kemarin Ayessha cuti, jadi Gita lah yang menggantikannya dan membantuku.

"Yesha masih cuti?" Tanyanya lagi.

Aku hanya menggelengkan kepala,"Tapi dokter Nizam juga belum keliatan berangkat sih, kayanya masih cuti deh, biasalah, pengantin baru," candanya. Bukannya tak suka dengan perkataan Gita tadi, tapi mendengarnya, aku merasakan sakit di ulu atiku, aku benar benar tak ingin membahas tentang Nizam dan Ayesha dulu. Aku juga ingin mentertralkan hati.

"Biarkan dulu mereka cuti, Git. Lagian mereka yang cuti, kenapa kamu yang repot?"

Gita diam, menunjukan deretan giginya yang putih dan rapi lalu menggaruk kepalanya.

[DSSP] Takdir Cinta AizaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang