Bab 22 : Sayatan Hati

2.3K 328 127
                                    

AYO SPAM KOMEN. SEBANYAK-BANYAKNYA. APALAGI NEMBUS 100 KOMEN WKWK

Dua bola mata Gita terus menatap makanan sahabatnya yang masih utuh, tak tersentuh. Sedari tadi, Gita melihat Aiza murung, mungkin Aiza masih memikirkan Ayessha dan Nizam.

"Ai, makan dulu, nanti bakso kamu keburu dingin. Aku lihat kamu dari pagi belum makan lho. Nanti kamu sakit," bujuk Gita.

"Aku lagi nggak nafsu, Git. Kamu aja ya yang makan," tolak Aiza.

"Tapi, Ai ... "

"Aku nggak papa kok, Git."

Gita pasrah, sulit membujuk Aiza disaat seperti ini. Mungkin, jika Gita berada di posisi Aiza, dia akan bersikap sama seperti ini.

"Sabar, Ai. Ini ujian dari Allah buat kamu. Kamu harus bisa melewati ujian ini," ucap Gita menenangkan sahabatnya yang sedang terpukul atas kepergian Ayessha sekaligus pernikahannya dengan Nizam yang penuh kebencian.

"Tapi ujian ini terlalu berat, Git. Apa aku bisa melewatinya?" putus asa Aiza.

"Ssst. Kamu jangan ngomong gitu dong, Ai. Bukannya kamu sendiri yang bilang, kalau Allah tidak akan memberikan ujian diluar kemampuan hambanya? Kalau Allah memberika ujian ini ke kamu, itu artinya kamu bisa melewatinya, kamu mampu, Ai."

"Ingat, Aiza. Innallaha ma ashobirin," ucap Gita diakhiri senyuman dan mengelus punggung Aiza lembut.

Aiza bersyukur sekali mempunyai sahabat seperti Gita, yang selalu mengerti dirinya. Gita seolah mampu menggantikan sosok Ayessha dalam hidupnya.

"Makasih, Git," ucap Aiza dengan sedikit menyunggingkan senyum.

"Yaudah, sekarang kamu makan ya? Aku nggak mau lihat kamu sakit." bujuknya lagi yang kini berhasil. Satu suapan berhasil masuk ke dalam mulut Aiza.

Baru saja sakit hatinya mereda, dua orang suster lewat didepan mereka dan mengibah Aiza dengan sedikit berbisik, tapi masih bisa didengar oleh Aiza.

"Itu bukannya suster Aiza ya? Pelakor dalam rumah tangganya dokter Nizam?" ucap salah satu suster.

"Iya. Dia orangnya. Nggak habis pikir. Tega banget sih dia, dokter Nizam baru kehilangan istrinya, bahkan tanah kuburannya pun belum kering, eh, dia langsung rebut dokter Nizam. Bener-bener nggak punya hati." Timpal suster yang lainnya.

Astagfirullahaladzim ...

Aiza beristigfar berkali-kali mendegar penuturan dua suster tersebut. Sakit hati yang tadi sudah mereda kini terbuka kembali, bahkan kini membuat luka baru yang cukup besar di hatinya.

Aiza bukan orang seperti itu,
Aiza bukan pelakor ...
Dia hanya mau menuruti permintaan sahabatnya. Apa dia salah jika menuruti permintaan sahabat yang sangat dia sayangi tersebut?

Demi Allah, Aiza tak pernah mau ini semua terjadi.  Dia tak mau terjerumus dalam keadaan yang membuat dirinya sendiri juga merasakan sakit yang amat luar biasa di hatinya. Dia sendiri sama-sama terjebak dalam lubang hitam dan perasaan yang tak terbantahkan.

Cairan bening mulai menggenang dipelupuk mata Aiza, sebelum tumpah, Aiza langsung memanglingkan wajahnya ke arah lain, tak mau dua suster itu melihat air matanya. Aiza tak mau terlihat lemah di mata dua suster tersebut.

Melihat sahabatnya yang tengah menahan sedih, Gita tidak tega. Dia merasa geram dengan kelakuan dua suster tak tau sopan santun tersebut. Ngapain sih ngurusin rumah tangga orang?

"Kalian bisa pergi nggak? Siang-siang ghibah-in orang! Tahu kan, kalo ghibah itu dosa?" Sentak Gita, dua suster itu langsung pergi terbirit-birit.

"Ih, kesel lihat kelakuan mereka. Pengen tak penyet-penyet jadinya!" greget Gita, tangannya menirukan kegiatan orang tengah mengulek sambal.

[DSSP] Takdir Cinta AizaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang