#2 : Setelah Nobar

61 10 7
                                    

Nanta's POV

"Sayang banget tadi Arisa nggak bisa dateeeng!" curhatku pada Arga yang matanya sesekali tertuju pada layar tv.

Sekarang kami tengah menonton siaran pertandingan bola yang Arga suka.

Dibanding nontonnya, aku lebih nunggu waktu buat ngumpul bareng mereka. Tapi kayaknya Langit masih cuek dan tetep fokus ke layar tv.

Syukurlah ada Arga.

Sejujurnya, aku tahu banget Arga mau fokus buat nonton. Tapiiii, aku nggak bisa berhenti cerita ke dia.

Mungkin karena terlalu antusias.

Soalnya baru pertama kali ini kita nobar. Hehehe.

"Ngit. Langit!" panggilku yang kemudian memposisikan diri duduk diantara Langit dan Arga.

"Hm?" Langit merespon singkat, masih dengan tatapan yang melekat pada tv.

"Kamu 'kan sering ngobrol bareng Arisa. Biasanya bahas apa?" tanyaku dengan semangat penasaran 45.

Langit menoleh dan menatapku dengan datar. Aku menunggunya mengatakan sesuatu, tapi setelah beberapa detik yang cukup lama, dia seperti menjawabnya dengan tatapan.

Sedangkan, aku nggak paham percakapan mata!

Aku menaikkan alis. Lalu Langit mencebikkan bibirnya.

"Ah itu, maksudnya mereka bahas soal sastra," terang Arga.

Aku ber-oh panjang.

"Eh, eh. Dua hari yang lalu Arisa ngasihin aku co—"

"Nanta, kamu udah cerita ini lebih dari lima kali ke kita."

"Oh, iya ya?"

Aku menoleh ke Langit dan dia mengangguk singkat.

"Coba kamu nonton deh. Ini pertandingannya lagi seru banget," ucap Arga sambil menunjuk layar tv.

Memang benar. Tim Indonesia saat itu sedang unggul satu poin dari tim lawan. Kenyataan tersebut membuatku sedikit tertarik untuk menonton siaran pertandingan itu.

Ah!

Tapi aku masih mau curcol soal Arisa. "Ga, Arisa ta—"

"Nantaaaaa." Arga mulai gemas dan mempiting kepalaku. tapi Langit hanya memperhatikan kami sambil tersenyum kecil, bukannya membantuku.

Dasar manusia es.

**

"Haah. Akhirnya pertandingan selesai!" ucapku senang.

"Emang kamu nonton, heh?" tanya Arga yang tengah membereskan kekacauan yang kita buat. Ah ralat, hanya aku saja pelakunya.

Aku mengekori Langit yang mulai membentangkan kasur untuk kami tidur nanti. Membantungnya mengambil bantal dan selimut.

"Siarannya tadi seru, ya."

Langit berdehem dan Arga terkekeh kecil.

"Syukurlah kamu bisa diem di saat yang pas, Nan."

Aku tau itu bukan pujian. Jadi nggak bangga, dong.

"Hehehe. Soalnya ngobrol bareng kalian lebih seru dibanding nontonya!"

"Saya juga merasa begitu."

Aku dan Arga menatap Langit yang tidur di sisi paling kanan.

"Wooo. Langit ngomong!"

"Hahaha, iya dia ngomong."

Langit menatap datar. "Saya 'kan memang bisa ngomong."

"Iya, iya." aku dan Arga terkekeh kecil.

VERTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang