#60 : Kata Kakak

20 4 0
                                    

Ambivert Fact : Seorang ambivert kerap kali meragukan dirinya sendiri. (YOUTH MANUAL)

💚💚💚

[5 Hari Menjelang Pengumuman]

KAMU BODOH, GA! Itulah yang sedari tadi hatiku katakan. Aku memaki diriku sendiri tanpa ampunan.

Kalau ada yang boleh disalahkan kenapa hidupku seolah kacau, maka jawaban terbesarnya adalah diriku sendiri. Salah sendiri, mendengarkan kehendak emosi.

“Ga, gimana tanding futsalnya?”

Sialan. Aku tak sadar sudah menginjakkan kakiku di pelataran kafe sekarang.

Setidaknya jika malu pulang ke rumah, jangan ke kafe, Ga!

Syukurlah, kak Aster tampak belum mengetahui kebenarannya.

“Kakak kan janji bakalan kasih hadiah, kalo Arga menang. Gak gede sih kadonya, tapi kakak bikin sendiri.” Kak Aster lagi-lagi menyumbangkan senyuman termanis secantik bunga dahlia. Senyum menenangkan, seperti yang Ibu punya.

Mereka memang Ibu dan anak yang serupa, batinku.

“Eng—anu kak, Arga kalah, kayaknya.” Aku menunduk melihat rerumputan kecil yang tengah kupijak.

“Kok kayaknya?”

“Arga gak di sana sampai selesai. Dan—”

“Hmm, coba masuk dulu Ga. Jangan berdiri terus-terusan di halaman,” tawar kak Aster padaku.

Langkahku gontai menuju meja disudut kanan, tempat kesayanganku. Dan kenapa kafe sepi begini? Tak ada pengunjung sama sekali. Apakah Tuhan memang menyetting semua ini sedemikian rupa. Haruskah aku yang membongkar semuanya sekarang?

Boleh jadi semalam aku salah dengar. Dan jika memang pendengaranku benar, tentunya hanya Ibu yang berhak mengungkapkan kebenaran.

Secangkir kopi hitam tersaji di hadapanku, dengan aroma yang membelai pelan indra penciumanku. Sayang sekali aku hanya makan sepotong kecil roti bakar tadi pagi. Tentulah sudah tercerna semuanya. Dan sekarang, perutku butuh sedikit asupan karbohidrat setidaknya.

“Nih.” Kak Aster meletakkan sekotak kue bolu dan kotak lainnya berisi nasi dengan lauk tempe bacem kesukaanku.

Aku menatap kak Aster tak percaya.

Jangan bilang dia sudah tau—“kakak udah tau. Ini tadi kakak masaknya buru-buru. Ibu bilang kamu enggak sarapan. Ibu tau kamu pergi ditemani emosi. Dan Ibu kasih tau kakak, hal yang selalu bikin Arga gak emosi lagi, ya ini.”

Dia menurunkan pandangannya pada kotak bekal di hadapanku.

“Walau gak seenak yang Ibu, kakak harap ini bisa sedikit meredakan sakit hatinya kamu.”

Aku ingin bilang sesuatu. Sialnya ada gumpalan hangat yang tengah melakukan pertemuan di sudut mataku.

“Ibu sayang banget sama Arga. Beliau tidak pernah sanggup kehilangan pangeran kecilnya yang tampan.”

“Walau Ibu harus memilih kehilangan anak sulungnya demi anak egois itu?” Tanyaku dengan tetap menatap kotak bekal.

“Ibu gak pernah kehilangan, karena Ibu tak pernah membiarkan orang yang ia sayangi jauh dari doanya, Ga. Dan kamu gak pernah egois satu kalipun. Karena kakak tau, hal yang paling Arga  inginkan hanyalah melihat senyuman bahagia dari sang Ibu.”

VERTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang