#22 : Peka

51 5 0
                                    

#Introvert_Fact : Seseorang dengan kepribadian introvert cenderung peka. Dia sangat peduli pada perasaan orang lain dan kondisi di sekitarnya.

💙💙💙

Kemarin benar-benar hari yang berat.
Nanta. Pemuda itu tidak seperti biasanya. Ia lebih banyak diam dan melamun.

Mungkin, sejak bel akhir pertandingan berbunyi dan menyatakan bahwa sekolah kami gagal meraih juara pertama pertandingan basket. Yang saya dengar dari obrolannya dengan anak klub basket, ia menyalahkan dirinya sendiri terkait kekalahan itu.

Ah, tidak. Pemuda tinggi itu, kalau tidak salah sudah muram bahkan sebelum pertandingan final dimulai.

Menurut saya, ada sesuatu yang membebani pikirannya.

Arga juga tak jauh beda.

Air mukanya menyiratkan seolah ada sesuatu yang ia pikirkan. Suasana hatinya, sepertinya juga tidak terlalu bagus.

Saat pertandingan berlangsung saja. Dia yang satu hari sebelumnya berteriak heboh untuk menyemangati Nanta, saat final kemarin ia hanya sesekali bersuara untuk menyemangati.

Nanta bersembunyi dibalik tawa kecilnya. Sedang Arga selalu menutupi dengan senyum manis dan kata-kata bijaknya.

Saya tahu, ada sesuatu yang membuat mereka seperti itu. Tapi sepertinya belum saatnya mereka menceritakan hal itu.

Dan saya juga, bukannya tidak peduli. Mungkin lebih baik jika menunggu mereka terbuka dengan sendirinya. Toh, mungkin ini salah satu proses pendewasaan mereka.

Hm, saya bicara seolah saya sudah dewasa saja.

Hari ini kami kumpul di ruang klub sastra. Lomba jurnalistik yang akan diadakan kurang dari satu bulan sedang mengunggu untuk dibahas.

Kata Arga, kami berempat akan menjadi rekan satu tim untuk lomba tersebut.

Sungguh sejatinya saya tidak banyak paham tentang sastra. Apalagi saat pertama kali masuk dulu, sastra hanya menjadi pelarian saya untuk memenuhi peraturan sekolah. Untungnya saya bersama mereka.

Arga yang selalu memperdalam ilmunya tentang sastra. Arisa yang sudah sangat mencintai sastra. Juga Nanta, dia itu diam-diam juga cukup mahir di bidang satu ini.

Untuk lomba Jurnalistik yang sungguh saya tidak pahami pada awalnya. Sekarang syukurnya sudah sedikit saya mengerti. Berkat penjelasan mereka tentunya.

Kami sekarang berkutat dengan tugas masing-masing. Mencari sumber-sumber yang bisa berguna dalam lomba jurnalistik ini. Rencananya, sumber-sumber itu akan kami kumpulkan dan kami bahas lebih lanjut nanti.

Konsentrasi saya pecah saat Arga menyentuh pundak saya. Di sampingnya ada Arisa. Mereka memberi isyarat untuk melihat ke satu arah. Jendela.

Nanta sedang melamun disana. Matanya menerawang ke arah langit biru dengan garis awan tipis. Tatapannya kosong, entah apa yang ia pikirkan.

“Nanta?”

“Ya?”

Pemuda itu sedikit kaget dan lekas berdiri saat menyadari kami bertiga memperhatikannya.

“Kamu yakin baik-baik aja?” tanya Arga dengan raut muka khawatir.

Arisa, sepertinya juga menampakkan raut yang sama.

“Iya. Cuma agak capek, sih. Hehe."

“Mending kamu istirahat saja. Biar saya dan Arisa yang mengurus bagian ini,” tawar saya.

Beberapa saat kami mencoba membuat Nanta mengaku kalau ia sedang tidak baik. Tapi ia bersikukuh mengatakan bahwa ia tidak apa-apa.

Menurut saya, Nanta masih belum sepenuhnya pulih dari keadaannya kemarin. Hanya saja, ia masih berusaha menutupinya.

VERTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang