#64 : Perjuangan

19 3 0
                                    

#Introvert Fact : Ada lebih banyak darah yang mengalir di daerah anterior pada otak bagian depan, bagian ini yang berfungsi sebagai pengolah inti seperti merencanakan sesuatu atau menyelesaikan masalah itulah sebabnya mereka cepat menangkap dan menjadi pemikir yang baik.

💙💙💙

Langit's POV

Kami sampai ke lokasi lomba setelah menempuh perjalanan selama tiga jam lebih. Tiba saat adzan zuhur baru saja berkumandang. Karenanya kami segera menuju masjid yang ada di sisi kanan hotel tempat kami menginap, kemudian baru kami check in kamar.

Setelah check in, kami segera mencari kamar kami untuk beristirahat sejenak. Kepala saya cukup pusing karena terlalu lama berada di dalam bus. Arga juga sepertinya sama. Sedangkan Nanta, mukanya hari ini tidak bisa ditebak.

Hanya tersirat sedikit ekspresi cemas. Membuat saya urung memarahinya ketika ia datang.

Kami bertiga beristirahat, sambil membenahi barang-barang kami. Nanti setelah ashar, akan diadakan pembukaan acara di aula hotel.

"Kamu kenapa sih, Nan? Pake telat datang? Jangan aja bilang baru nemenin kucing sebelah rumah lahiran," ucap Arga.

Nanta tersenyum kecil. "Iya, proses lahirannya lama."

"Dasar. Kalau aja aku lagi jahat, kepalamu itu udah benjol sana sini."

"Sudah Nan, jujur saja kenapa kamu telat," timpal saya. Saya tidak mau lagi ada rahasia antara kami.

Nanta terdiam cukup lama. Untuk mengalihkan fokus kami padanya dia terus saja mengeluar-masukkan baju dari tas yang ia bawa. Tapi tidak berhasil karena tatapan saya dan Arga tidak berubah.

"Ish.. aku malu bilangnya."

Saya dan Arga menatapnya lebih tajam. Membuat pemuda itu tidak bisa berkutik. Lalu ia mengusap mukanya dan membuang napas kasar.

"A-aku, tidur lagi sehabis subuh, terus keterusan sampai siang." Nanta yang mengungkapkannya dengan raut setengah cemas dan malu, membuat saya dan Arga hanya bisa tertawa karena alasan konyolnya.

***

Usai makan malam, saya, Arga, Nanta, dan Arisa berkumpul di salah satu ruangan untuk membahas mading yang akan kami buat dalam perlombaan jurnalistik ini.

Ruangan yang kami tempati sekarang mirip perpustakaan dengan beberapa bangku juga buku-buku yang tersusun. Beberapa peserta lainnya juga ada yang berkumpul disini untuk membahas hal yang sama.

"Temanya nanti diumumkan sepuluh menit sebelum waktu lomba. Hasil karya-karya kita nantinya harus disusun dan dijadikan dalam bentuk mading. Untuk karya apa saja yang harus dibuat, Arisa akan bacakan," ucap Arga menjelaskan ulang mekanisme lomba.

Arisa mengambil buku catatan miliknya. "Sama seperti kemarin essay singkat, feature, dan teks berita. Ditambah dengan cerita mini, puisi, juga pantun atau gurindam."

Wah, lebih banyak.

"Oke, malam ini kita bagi tugas lagi. Ada yang punya usul?" tanya Arga.

Tidak satupun dari kami bicara. Arisa memainkan sudut buku catatannya. Nanta mengelindingkan pensil, sedangkan saya menatap tingkah mereka satu persatu.

Kasihan Arga, seperti bicara sendiri di tengah padang rumput. Hanya dijawab oleh bunyi jangkrik.

"Kalau boleh, saya ingin membuat bagian essay seperti kemarin. Saya sudah lumayan paham tentang beberapa hal."

Arga mengangguk-angguk, lalu memandang Nanta dan Arisa, bertanya tentang persetujuan mereka lewat isyarat mata.

"Aku setuju, kalau bisa, aku juga ingin mengerjakan bagian feature lagi." Arisa memberi tanggapan.

VERTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang