#31 : Laporan dan Perang Dingin

38 3 0
                                    

#Introvert Fact : Rata-rata Introvert adalah orang yang cool.

(Kalau Langit, bagaimana menurutmu?)

***

Langit's POV

[12 hari menjelang deadline]

"Terus, laporannya gimana?"

"Gue udah ngerjain bagian gue. Jadi jangan gue yang ngetik laporan."

"Terus gimana nih? Besok dikumpul lho."

"Suruh dia aja, setuju ngga?"

"Siapa?"

"Si Nadhifa. Dia bukannya rajin buat tugas, ya, kan?"

"Iya, juga! Di rumahnya ada printer. Jadi bisa sekalian dia print. Kita ga susah-susah kumpulin uang lagi."

"Emang dia mau?"

"Aelah, apa susahnya sih bujuk dia. Gampang, toh orangnya freak gitu!"

"Oke, biar gue yang ngomong!"

...

"Nadhifa!"

"Ya?"

"Ehm, gini. Kita mau minta tolong."

"Tolong apa emang?"

"Jadi untuk praktikum kemaren, itu laporannya belum dibuat. Data-datanya udah lengkap semua sih, tapi kami ngga ada yang ngerti cara nyusunnya.

"Ehh, kamu bisa buat laporannya Dhif?"

"Bisa kok, bisa. Datanya tinggal disusun, kan?"

"Iya, sama di revisi dikit."

"Ohh, Kalian ngga mau buat bareng-bareng aja?"

"Ehh... maaf banget ya Dhif, pulang ini kita ada kerjaan. Padahal laporannya besok udah harus dikumpulin."

"Oh, gitu ya."

"Iya, maaf banget ya."

"Iya nggak apa-apa. Nanti laporannya aku yang buat."

"Oke. Oh iya, bisa sekalian print ngga Dhif? Ntar kalo besok print di sekolah, takut ngga sempat."

"Ya, nanti sekalian aku print."

"Makasih banyak Nadhifaa!"

"Hmm, sama-sama."

***

"Kemana Dhif?" tanya saya saat melihat Nadhifa berdiri dari duduknya. Padahal biasanya saya tak pernah peduli kalau ia pergi kemana-mana.

Haah, pasti gara-gara obrolan yang saya dengar pagi tadi.

"Perpus. Mau ikut?" ajak Nadhifa.

Rasanya, saya bisa menebak apa yang alasannya pergi ke perpustakaan. Sudahlah, biar sesekali saya yang menemaninya.

Saya mengangguk dan berjalan bersama Nadhifa.

Dan yang mengherankan. Gadis ini sama sekali tidak mengajak saya bicara selama perjalanan. Wajahnya hanya memandang lurus kedepan, dengan senyum kecut terpatri disana.

Mungkin separuh mood baiknya telah lenyap sejak obrolan pagi tadi dengan teman satu kelompoknya.

Bahkan sampai sekarang, saat ia masuk dan menyapa Sonny yang katanya temannya itu, senyum kecut itu sepertinya masih belum pudar juga.

"Tidak biasanya kamu diam begini."

"Nggak ah. Aku biasa aja."

"Oh, biasa saja."

VERTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang