#23 : Wawancara

43 3 0
                                    

#Extrovert Fact : Ekstrovert memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap sekitar dan gampang bosan. Mereka juga sangat suka berinteraksi secara langsung.

Nanta's POV

[20 hari menjelang deadline]

"Jadi, dalam seleksinya, kita cuma perlu kirimin masing-masing satu karya feature, opini, dan berita.

"Dan aku udah nentuin siapa aja  yang bakal nulisnya," terang Arga dengan wibawa kepemimpinannya.

Aku bersorak riang sambil bertepuk tangan. Menginterupsi ketenangan yang tadi sempat terjadi.

"Keren! Keren! Ketua kita memang is the best!"

Arga tersenyum kecil padaku, yang kemudian dia mengambil selembar kertas dari dalam tasnya.

"Oke. Untuk opini, Langit yang bakal pegang. Sedangkan Arisa, kamu nulis feature-nya. Lalu, aku dan Nanta bakal ngambil bagian berita.

"Gimana? Ada saran atau mau menyanggah?"

Ah, syukurlah Arga akan menulis bersamaku.

Rasanya, kalau dengan kemampuanku sendiri, mungkin saja kami tidak akan lolos seleksi tahap satu.

"Kalo semua sudah pas, kayaknya kita bisa mulai cari refrensi dan sumber untuk tulisan kita. Ohiya, temanya, keluarga."

"Siap! Siap! Sini, Ga. Sini nulis bareng!"

Aku melihat Arga menghela napas. Membuat Arisa menyunggingkan senyum kecil.

Eh?

Apa sesuatu terjadi di antara mereka?

"Ga, ga," panggilku pada pemuda yang kini mengambil tempat tepat di hadapanku.

"Kenapa, Nan?"

"Tadi Arisa senyum, loh, pas liatin kamu menghela napas!"

"Terus?"

"Jangan-jangan menurut Arisa itu lucu?"

Arga menatapku datar. Lalu menengok ke arah Arisa sejenak. Gadis itu nampak sibuk dengan tumpukan bukunya.

"Coba aja, Nan. Kali memang iya."

"Boleh juga! Sebentar, ya, Pak!"

"Na—"

"Arisaaa!"

Aku menghampiri Arisa yang tadinya baru saja ingin menuliskan sesuatu di kertas.

Gadis itu mendongak kecil. Menatapku dengan ekspresi kosong seperti biasa.

"Lihat ini!" tanpa basa-basi lagi, aku segera berdiri tegap.

Membuat tangan sebelah kananku menyisir rambut sampai ubun-ubun. Lalu berekspresi kesusahan yang dibuat-buat.

Dan sentuhan terakhir. Menghela napas.

"...."

Hingga dua menit berlalu pun, Arisa hanya diam.

Yang akhirnya membut Arga turun tangan dan menarikku kembali ke meja kami.

"Ini nggak adil, Ga!"

"Iya, iya. Mending kita bahas soal ini dulu, deh." Arga menjatuhkan sebuah buku tebal mengenai keluarga di tengah meja.

Aku mencebik malas. Kemudian mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan.

Mencari sosok Langit yang sempat terlupakan karena dia terlalu hening.

"Langit mana?"

Arga mengikuti arah pandanganku. Di mana tadi sempat ada Langit di sana.

Karena nampaknya Arga juga tidak tahu, kami sepakat mengalihkan perhatian menuju Arisa.

VERTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang