#58 : Yang Terungkap

41 5 1
                                    

#Introvert Fact : Introvert terlalu tenggelam dalam pikirannya, inilah yang mungkin memicu pemikiran atau perasaan putus asa khas orang depresi.

💙💙💙

"... Halo? Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

"Aminah, apa kabar?"

"Maaf sebelumnya, ini siapa?"

"Tidakkah kamu ingat suara saya? Ah, benar juga. Sudah lima belas tahun lebih."

"Lima belas... tu-tunggu, Marwah?"

"Apa kabarmu? Saya dengar kamu membangun panti asuhan?"

"Kabarku baik. Dan tentang panti, alhamdulillah aku bisa mendirikannya."

"Alhamdulillah."

"Mar, kamu... kapan kamu keluar?"

"Sudah cukup lama. Mencari kontakmu lumayan sulit juga ya, Nah. Ahaha."

"..."

"..."

"Kamu ingin bertanya tentangnya, kan?"

"..."

"Dia baik-baik saja, Marwah. Tapi seharusnya kamu datang dan melihat keadaannya sendiri."

"Saya tidak yakin."

"Aku tahu kamu merindukannya."

"Tapi tidak dengannya."

"Datanglah dahulu."

"Apa saya pantas bertemu dengannya lagi, Nah?"

"Tentu saja pantas. Anak itu darah dagingmu."

"..."

"Setidaknya, biarkan Langit melihat wajah ibu kandungnya. Meski cuma sekali."

***

[5 hari menjelang pengumuman]

Langit's POV

"Tolong, ya, Langit. Bunda rasa Arga bisa mengerti."

"Iya, bunda. Langit tutup dulu, ya."

Setelah bel pulang sekolah berbunyi tadi, saya bersama Nadhifa segera bersiap untuk pergi ke gedung olahraga. Tentu saja untuk menyaksikan pertandingan futsal Arga.

Tapi tadi bunda meminta agar saya segera pulang. Bahkan setelah saya meminta maaf dan menolak, beliau masih memohon agar saya kembali ke panti segera. Kalau bunda memohon begitu, mana mungkin saya masih keras kepala.

"Dhif, saya pulang."

"Lho, kok gitu? Bentar lagi Arga tanding. Bang Langit nggak nonton?"

"Bunda minta saya untuk pulang."

Nadhifa sedikit menggembungkan pipinya. "Kalau bunda yang bilang, mau gimana lagi."

"Bilang ke Nanta kalau saya ada urusan, ya."

Nadhifa mengajukan dua jempol. Setelah itu bergegas saya pergi meninggalkannya. "Oh iya, sampaikan maaf juga pada Arga."

***

Di panti, ada seorang wanita yang katanya teman bunda. Wanita itu, kelihatan anggun sekali. Hijabnya lebar. Wajahnya teduh dengan senyum tipis yang selalu terpatri.

Tapi, tubuhnya kurus, kulitnya pucat, dan lengkungan hitam menghiasi bawah matanya.

"Bunda mau buat minum sebentar, ya," pamit Bunda.

VERTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang