#21 : Lelah dan Amarah

59 6 3
                                    

#Ambivert Fact : Mudah merasa lelah saat melakukan banyak sosialisasi.

💚💚💚

Aka

[16.39] Ga kapan pulang?

[16.40] Aka mau cerita

Pesan itulah yang selalu terngiang di telinga, hingga aku memarkirkan motorku di garasi rumah.

“Bu, Arga ke rumah sebelah.” Tanpa mengganti pakaian yang kukenakan, aku mencari batang hidung wanita yang kuterka sedang galau memikirkan sesuatu disalah satu sudut rumahnya.

Langkah panjangku memasuki rumah bergaya minimalis milik om Anshori dengan tatapan memburu. Dimana kiranya, Aka tengah berada.

Saat memasuki taman belakang rumah, barulah terlihat seorang gadis dengan rambut yang diikat cepolan, khas ibu rumah tangga.

Aka tengah menenggelamkan wajah di kedua tanganya.

Aka menangis?

Kenapa?

Wanita super cool itu, mungkin punya banyak masalah. Tapi kalau sampai menangis, itu berarti batinnya sudah teriris-iris.

Kudekati tubuh jakung Aka yang berlapiskan kaos oblong kebesaran itu, dan kuguncang pelan siku tangannya.

“Ka ...? Lo nangis?”

Hening.

“Ka, lo kena—”

“BAAAA!” Aka mengangkat kepalanya disertai dengan komuk yang sangat patut di abadikan.

“Kok lo gak kaget sih?!” dianya malah ngegas.

Karena Arga itu tidak merokok, sehingga kemungkinan untuk terserang penyakit jantung jadi berkurang.

Bohong!

Nyatanya, tadi ada sesuatu yang memacu jantungku kala Aka mengirim pesan yang sangat biasa itu. Tak kutunjukkan saja pada wanita dihadapanku ini. Bisa-bisa tumbuh sayap di pundak Aka karena baper, di khawatirkan olehku.

“Lo gak nangis kan?” tanyaku memastikan.

“Gue? Nangis? Emang bocah SD? Dikit-dikit nangis, ngantuk gue nungguin lo dari tadi.”

“Kenapa nge-chat? Ada  yang penting?”

“Kan Aka rinduuu ...
“Ih jiji. Pengen minta asoy,” yah memang Aka sekali. Sudah ngomong, jiji sendiri.

Satu hal yang pasti, Aka mungkin memang benar-benar ingin bicara serius. Hanya mencari sedikit bahan basa-basi, agar bisa mendapat moment yang pas.

“Jadi kenapa?” tanyaku sambil menarik salah satu kursi di hadapan Aka.

Hening (lagi).

Hanya ada suara gemercik air mancur dari kolam ikan dihadapan kami. Kutatap wajah Aka lurus-lurus. Dia tak mau menghadapkan manik matanya ke arahku.

Dari raut wajahnya, ia pasti sedang mencoba merangkai kata untuk diucapkan oleh bibirnya.

“Ya udah kalo lama mikirnya, Gue tungguin deh. Asal disediain teh sama camilan, gitu Ka,” candaku pada Aka.

“Sshh, ya udah tunggu. Ehh ambil sendiri aja lah. Emang gue pesuruh?!”

“Iya udah nyonya, buruan mau ngomong apa? Gue mau jenguk kafe sama Ibu gue,”

“Hmm, itu ...,” Aka menimang-nimang kata yang akan diucapkannya.

“Apa?”

“Kalo ke kafe, pulangnya bungkusin es krim vanila,” bohong Aka padaku.

VERTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang