#10. Datang Lagi?

89 18 5
                                    

Sesampainya di Kafe...

Aku dan Tama segera masuk ke dalam Kafe dan mencari tempat duduk yang nyaman untuk kami bicara.

Kami berdua duduk di bangku pojok menghadap ke jalan raya yang terhalang oleh jendela kaca.

"Mau pesen apa?" tanyanya padaku sembari memanggil seorang pelayan.

"Cappuccino latte," jawabku.

"Oke, saya pesan Cappuccino latte dua dan sepiring Muffin chocolate," pesan Tama pada pelayan wanita itu.

"Baiklah, tunggu sebentar ya?" kata pelayan wanita itu ramah.

Setelah pelayan itu pergi, Tama pun mulai bicara.

"Kara?" panggilnya.

Sedari tadi aku memang melamun, memikirkan semua kejadian aneh yang terjadi padaku. Sampai-sampai aku tidak sadar kalau saat ini Tama sedang duduk di depanku.

"Ehmm, i-iya!" jawabku gelagapan.

"Aku ingin bertanya?" Dengan ekspresi wajah serius, dia terus menatapku.

"Mau nanya apa?" tanyaku balik.

"Apakah kau memiliki sixsens? Maksudku indera ke-6," bisiknya di telingaku.

"Entahlah. Kurasa?" jawabku ragu.

"Jika kau memilikinya, kau harus bisa mengendalikannya. Apa kau tahu siapa hantu bocah lelaki yang ada di ruang musik tadi?"

Belum sempat aku menjawab pertanyaan Tama, tiba-tiba seorang pelayan datang sembari membawa nampan minuman yang kami pesan tadi.

"Terima kasih," ucap Tama pada pelayan tersebut, dan dia pun pergi.

"Tunggu!  Jangan diminum!" pekikku terkejut saat Tama hendak meminum kopi yang sudah kami pesan tadi.

"Kenapa?"

"Kopi itu berisi racun sianida!" jawabku cemas.

"Apa! Bagaimana bisa? Pasti pelayan itu mau meracuni kita berdua."

"Tidak, bukan pelayan itu. Tapi......." Aku menggantungkan ucapanku dan membisik pada Tama.

"Hantu bocah lelaki itu yang sudah menaruh racun sianida dalam kopi kita."

Seketika wajah Tama menjadi pucat pasi, aku sangat berharap bahwa Tama akan mempercayai ucapanku ini.

"Sudah kuduga!" sahutnya.

"Apanya?" tanyaku keheranan, tidak mengerti maksud dari ucapannya itu.

"Hantu bocah lelaki itu, dia sungguh jahat. Jika kau memang punya sixsens, kau harus berhati-hati dengannya karena dia bisa membuatmu celaka."

"Kau bisa melihatnya? Apa kau tahu siapa dia, Tama?"

"Aku tidak kenal siapa dia, tapi Bunda pernah cerita padaku kalau dulu aku pernah menjadi bonekanya."

Akupun semakin terkejut mendengar ucapan Tama barusan.

"Lalu?" Rasa penasaranku semakin tinggi hingga aku sangat-sangat ingin mengetahui misteri siapakah hantu itu.

"Aku juga memiliki sixsens sama sepertimu dan aku sudah mengolahnya sejak umur dua belas tahun. Itulah pertama kalinya aku bisa melihat apa yang orang lain tidak bisa lihat."

"Dan Dia adalah hantu pertama yang kau lihat, begitu?" tebakku.

"Benar! Ini salahku. Seharusnya aku tak pergi ke sana waktu itu." Tama sepertinya menyesali sesuatu, memangnya dia pergi kemana.

PianoQuarium(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang