#16. Apa Yang Sudah Terjadi?

60 14 0
                                    

"Kenapa harus aku yang mengalami semua ini, Tuhan?"

•~•

Aku merutuki diriku sendiri dalam kesendirian dan mencoba untuk berpikir dengan jernih. Di meja kafe ini aku membenamkan wajah dengan penuh rasa yang..... entahlah! tidak bisa kujelaskan.

Ucapan Yara tiga puluh menit yang lalu masih membekas dalam ingatan, seperti tak mau lepas bahkan rasanya masih menempel lekat di otakku.
..
.

"Oke, karena aku nggak suka basa-basi. Jadi, kita langsung to the poin aja ya!" terangnya padaku.

"Ada hubungan apa kamu sama Tama!!" ujarnya menyelidik.

Jika bisa ku amati, Yara seorang gadis berusia 21/22 tahunan-lah. Terlihat dari logatnya saat menyebut nama Tama, bukan Kak Tama. Sudah jelas, dia pasti masih tergolong seniorku di kampus karena aku pernah menabraknya saat berada di kampus. Aku yang melamun, tiba-tiba tersentak oleh suara gebrakan meja yang dibuat oleh Kak Yara.

"Hei! Kamu denger nggak sih, aku ngomong apa! Cepetan jawab! ADA HUBUNGAN APA ANTARA KAMU DAN TAMA!?" jelasnya dengan emosi yang kelihatannya hampir memuncak akibat ulahku barusan.

"Aku nggak ada hubungan apa-apa kok sama Kak Tama. Sumpah!" jawabku sambil membuat simbol gunting dengan dua jari di tangan kananku.

"Halah! Nggak usah pake sumpah-sumpahan deh. Nggak mempan! Lagian aku sama sekali nggak percaya sama omongan kamu.  Bullshit tau gak!" ucapnya seraya membuang muka, enggan untuk menatapku walau sebentar.

"Aku berkata benar kok, untuk apa aku bohong sama Kak Yara?  Nggak ada untungnya juga kan?" balasku dengan rasa kegugupan yang mungkin terlihat jelas oleh Kak Yara dari nada bicaraku barusan.

"Haduuhh! Nggak usah drama-drama lagi, bosen aku tuh dengernya. Btw, kamu bilang tadi nggak ada untungnya, kalo menurut aku sih ada ya? Dan untungnya itu ya cuma di KAMU doang!" tegasnya dengan nada bicara super kasar, menurutku.

Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi untuk menyanggah ucapannya itu. Mulutku sepertinya mati rasa, aku tidak bisa berkutik lagi. Kini hanya ada kebisuan yang menyelimuti kami, aku yang merasa terpojok hanya bisa menundukkan kepala sambil meremas ujung dress casual yang kukenakan pagi ini untuk datang ke kampus.

"Huft...! Nggak usah nangis dan nggak usah sok polos ya! Mulai sekarang kamu jangan deket-deket lagi sama Tama. Kamu juga harus jauh-jauh dari dia, kalo kamu nggak mau disebut sebagai PPO! PEREBUT PACAR ORANG! Paham nggak? Tuh, minum dulu gih!" ujarnya kemudian.

Setelah minum beberapa teguk untuk meredakan suasana hati kami masing-masing. Kak Yara pun akhirnya memulai kembali obrolan kami yang sempat tertunda tadi.

"So, gimana pembahasan kita tadi?" tanyanya padaku yang sedang menikmati ice milky choco pesananku, sekarang aku sedang berpikir keras untuk menjawab pertanyaannya barusan.

"Oke, aku akan coba buat ngejauhin Tama," jawabku yakin.

"Kok masih nyobak? Ya itu harusnya udah kamu lakuin dari dulu sih sebenernya! Dia itu pacarku dan dia hanya milikku," tegasnya.
..
.

"Aku merasa DILEMA, Oh Tuhaannn!" batinku sesal.

Di saat aku sedang sibuk dengan lamunanku sendiri, tiba-tiba aku merasakan hawa panas yang menyelimuti diriku. Dengan penuh rasa penasaran, ku angkat kepalaku dari atas meja dan mendongak melihat ke sekeliling untuk memastikan apa ada masalah.

PianoQuarium(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang