#23. Kenyataan Pahit

51 11 0
                                    

Aku dan Tama langsung menutup hidung dengan telapak tangan begitu memasuki ruang tersebut. Aku mulai berjalan mendekati kedua mayat yang tergeletak lunglai di atas tanah itu untuk mengidentifikasinya.

"Vero!" pekikku setelah mengetahui bahwa mayat baru itu adalah seseorang yang kukenal.

"Lo kenal dia?" Tama mulai angkat bicara sembari berdiri di sampingku.

"Eh, I-iya. Aku kenal mayat ini. Dia anak bungsu Pak Sabar yang sempat menghilang minggu lalu," jawabku terbata-bata.

Saat ini aku tak bisa mengontrol degup jantungku yang terus berdetak tak beraturan, aku terus menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi pada Vero. Kenapa dia ada di sini, dalam keadaan sudah menjadi mayat. Menurutku ini sebuah rahasia tersembunyi yang sangat aneh. Dan, mayat tengkorak satunya itu.. siapa? Kenapa mereka berdua bisa terkurung di ruangan ini, tepat di bawah rumah dharma berdiri.

"Kara kita keluar, yuk! Sekalian ngelaporin hal ini ke polisi. Biar kedua mayat itu segera diurus." Tama kemudian menyeretku keluar dari ruang bawah tanah.

Kami masih berada di dalam rumah dharma sembari menunggu polisi datang, karena Tama sudah menelepon polisi sesaat seusai kami keluar dari ruang bawah tanah.

"Gimana?" tanyaku seusai Tama memutuskan sambungan teleponnya.

"Mereka akan datang sekitar sepuluh menit lagi!" Akupun merasa lega setelah mendengar jawaban dari Tama.

.
.
.

Tak lama setelah itu, sirine polisi mulai bersahutan terdengar di luar rumah.

"Mereka datang!" seruku semangat.

Segerombolan orang berpakaian rapi dan berpangkat itupun mulai terlihat memasuki rumah dharma ini. Mereka langsung menghampiriku dan Tama untuk mencari penjelasan, setelah kami menjelaskan semuanya barulah mereka turun ke ruang bawah tanah untuk segera mengambil mayat tersebut untuk diotopsi.

•~•


"Non, ayo turun dulu! Ini makan malamnya udah Bibi siapin," teriak Bik Anna.

"Iyaa! Bentaaarr!!" sahutku segera bangkit berdiri dari atas kasur dan berjalan menuju lantai bawah.

Sesampainya di ruang makan...

"Bik! Ini Bibi masak daging apa?" tanyaku sambil memerhatikan semur daging di mangkuk yang ada di atas meja makan.

"Oh itu! Coba aja, Non! Enak kok," jawab Bik Anna sembari mengambilkanku sepiring nasi dan semur daging untukku makan.

Baru saja aku menyuapkan tiga sendok makanan itu ke dalam mulut, dengan tiba-tiba Bik Anna berkata, "Semur daging itu rasanya sedap kan?"

"Iya, dagingnya empuk sekali. Ini pasti daging sapi kan, Bik?" tanyaku pada Bik Anna yang sedang berdiri membelakangiku menghadap tempat pencucian piring.

"Bukan! itu adalah daging manusia!" jawabnya santai.

"Apa! Bibi bercanda kan?" bentakku.

"Hihihihihi..." Betapa terkejutnya aku saat Bik Anna mulai membalikkan badannya menghadap kearahku. Dia mendadak berubah menjadi hantu, wajahnya pucat pasi dan suara tawanya terdengar sangat menyeramkan.

"Daging manusia rasanya memang lezat, ya kan? Itu adalah daging milik Bi Anna-mu yang sudah kupotong-potong dan akhirnya aku masak! Hihihihi...." ucap hantu itu.

PianoQuarium(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang