#22. Titik Temu

54 11 0
                                    

Maaf kalau banyak typo! 
And, happy reading🥀
...

"Seorang pria?" tanyaku terkejut.

"Iya, Nak! Pria itu memakai penutup wajah sehingga Bapak tidak dapat mengenali wajahnya. Tapi yang Bapak tau..... postur tubuh pria itu seperti orang yang sudah berumur tapi belum terlalu tua waktu itu," jawab Pak Akit.

"Lalu, apa Bapak melihat semua yang terjadi?" tanya Tama penasaran sembari terus mendengarkan cerita dari Pak Akit.

"Kalau melihat lebih detailnya sih enggak. Saya cuma sekadar tahu saja. Setelah pria mencurigakan itu celingukan kesana kemari, saya melihat dia mulai berjalan masuk ke rumah dharma. Tak lama setelahnya, saya melihat pria itu keluar melewati gerbang rumah dengan berlari kemudian dia menghilang entah kemana. Saya yang merasakan ada hal yang tidak beres terjadi di rumah itu kemudian berlari mendatangi rumah dan mencari tahu apa yang terjadi. Sesampainya di depan pintu gerbang, saya menemukan sebuah bandul kalung cokelat bergambar belati kecil yang tengah tersangkut di gerbang besi itu. Dan saya masih menyimpan bandul itu sampai sekarang. Tunggu sebentar!" Pak Akit kemudian bangkit berdiri dan pergi menuju kamar.

Tak lama setelah itu, Pak Akit datang dengan membawa sebuah benda di genggamannya.

"Ini dia bandul kalung itu!" ujarnya. Pak Akit pun kembali duduk dan menyerahkan bandul tersebut padaku dan Tama untuk dilihat.

"Wow, apa mungkin ini milik si pria misterius itu?" tanya Tama menduga-duga.

"Kurasa," tambahku.

"Iya, Bapak juga berpikir begitu. Ini bisa menjadi petunjuk guna menemukan pria penjahat itu. Ini adalah sebuah tindakan pembunuhan berencana!" tegasnya.

"Kalau begitu, kenapa Bapak dulu tidak menyerahkan bandul ini pada polisi? Ini bisa jadi barang bukti loh!" sahutku.

"Iya, Bapak tahu. Tapi masalahnya.. apakah polisi itu percaya pada penuturan Bapak waktu itu? Sebab, hanya Bapaklah saksi tunggal yang melihat si pria mencurigakan itu keluar dari dalam rumah dharma. Karena kejadian itu terjadi pada tengah malam yang di mana artinya semua orang sedang tertidur lelap saat itu. Mana mungkin polisi itu percaya? Yang ada saya malah dikira bohong. Polisi menganggap bahwa peristiwa itu disebabkan oleh tabung gas rumah yang bocor dan terjadilah kebakaran. Jadi, saya terpaksa menyimpan bandul ini sendiri untuk berjaga-jaga," tutur Pak Akit.

"Bener sih yang diomongin Pak Akit, Ra! Polisi nggak akan mungkin percaya pada kesaksian satu orang saja, dia masih butuh saksi lain biar lebih jelasnya." Tama pun setuju dengan yang dikatakan oleh Pak Akit barusan. Aku hanya bisa diam dan terus berpikir.

Pak Akit akhirnya melanjutkan ceritanya yang sempat terpotong tadi, "Nah, setelah itu saya pun melihat gumpalan cahaya merah menyala dan kabut asap yang keluar dari dalam rumah bersamaan dengan suara teriakan minta tolong dari penghuni rumah. Saya yang saat itu mendadak panik segera berteriak meminta pertolongan ke warga sekitar sebelum api menyebar kemana-mana. Malam itu semua orang menjadi saksi bisu atas peristiwa kebakaran yang menewaskan penghuni rumah dharma. Karena pemadam kebakaran datang terlambat, akhirnya penghuni rumah pun tidak dapat ditolong." Begitulah cerita menurut Pak Akit selaku saksi tunggal dari tragedi itu.

"Jadi, menurut isu dari warga sekitar... rumah itu jadi berhantu dan akhirnya dihancurkan oleh pemerintah begitu?" tanyaku memperjelas.

"Ya! Dan sesosok hantu bocah bernama Alvin masih terus bergentayangan di rumah itu untuk mencari si pelaku pembunuh sebenarnya. Dia dendam dan ingin menuntut balas!" jawab Pak Akit dengan nada serius.

"Alvin itu anaknya kan?" Aku bertanya ragu untuk memastikan karena Kristy sudah menjelaskan hal itu padaku sebelumnya, bahwa Alvin itu putra tunggal om-nya yang tak lain adalah si pianis itu.

PianoQuarium(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang