Kenapa aku harus bertemu dengan orang yang sama?
-Irawati-==========
-16- Kenapa?
==========
Hendra masih terpaku di tempatnya berdiri. Namun kedua matanya menatap lurus ke arah makam saudara kembarnya. Saudara yang belum pernah dia temui sama sekali."Hai." Hendra mengangkat tangannya. Jujur saja, dia sendiri bingung mendeskripsikan 'pertemuan'nya dengan Alvi. Bertemu tapi tidak bisa melihat wujudnya.
"Seandainya kita bertemu lebih awal, mungkin aku nggak akan sekaku sekarang. Mungkin juga, aku ajarin kamu Taekwondo atau kamu ajarin aku main basket. Pasti seru, ya."
Hendra tersenyum. Dalam pikirannya memang sedang membayangkan dia dan Alvi main basket. Saling berebut memasukkan bola ke keranjang.
"Walaupun kita nggak pernah ketemu di dunia, aku berharap semoga kita bisa ketemu lagi di mimpi. Kamu tenang aja, aku akan menjaga Ibu, menggantikan tugas kamu."
Menghela napas, Hendra memutar badannya. Saat melihat perempuan yang berdiri tak jauh darinya, Hendra terperanjat.
Perempuan yang berdiri itu adalah Ira. Di tangannya terdapat setangkai mawar yang masih ada durinya. Hendra tidak mengerti kenapa perempuan itu justru membawa bunga tersebut. Tetapi yang lebih mengherankannya lagi, sejak kapan Ira datang?"Kamu mau ke sini?" tanya Hendra.
Ira mengangguk.
"Oh. Silakan." Hendra melangkah mundur. Memberi ruang untuk perempuan itu.
Ira berjongkok di sisi makam Alvi. Menaruh bunga mawar di dekat nisan, memanjatkan doa sebentar, lantas berdiri dan memutar tubuhnya ke belakang. Dan ternyata Hendra masih ada. Ira pikir pria itu sudah pergi.
Keduanya saling bersitatap lama. Hingga kemudian, Hendra mengulurkan tangannya ke hadapan Ira.
"Kita udah dua kali bertemu tapi kita belum kenalan secara resmi. Saya Hendra, kamu?"
Ira tak bergerak sedikit pun. Kilatan masa lalu kembali menghantamnya. Kalimat yang dikatakan Hendra tadi hampir sama seperti yang dikatakan Alvi dulu.
Akhirnya setelah sekian menit mematung, Ira menyambut tangan pria berkacamata itu dan menyebut namanya. Menandakan bahwa peristiwa di ruang musik enam tahun yang lalu kembali terulang.
"Kamu mau langsung pulang?" tanya Hendra setelah itu. Ira mengangguk.
"Nggak mau mampir ke rumah Ibu dulu?"
Ira menggeleng. "Habis ini saya mau cari kado. Tolong sampaikan ke Ibu permintaan maaf saya nggak bisa datang seperti biasa."
"Iya. Nanti saya sampaikan."
"Kalau begitu saya duluan. Terima kasih sebelumnya."
Ira melangkahkan kakinya. Bergerak menjauhi Hendra perlahan. Hendra terus memperhatikan Ira sampai menghilang di tikungan. Kemudian, setengah berlari Hendra mengejar Ira.
Tentu saja Ira kaget begitu Hendra sudah berjalan di sampingnya.
Ira dan Hendra saling diam. Sesekali Ira melirik lelaki itu. Dilihat dari samping pun, wajah Hendra memang mirip dengan Alvi. Bahkan mungkin jika Alvi masih hidup dan mereka berdua disandingkan, Ira tidak bisa membedakan mana yang Alvi mana yang Hendra.
"Saya tahu kalau wajah saya ganteng. Jangan memperhatikan wajah saya seperti itu."
Ira melotot tidak percaya sekaligus malu karena kepergok yang bersangkutan. Untung saja dia sudah tiba di gerbang makam dan ojek langganannya sudah menanti, Ira bisa segera lenyap.
Sang tukang ojek langsung memberikan helm pada Ira. Ira segera memakainya dan menaiki motor. Lalu pergi tanpa pamit pada Hendra.
***
Hendra sudah tiba di rumah Marissa dua puluh menit kemudian. Namun dia tidak melihat keberadaan Mayang dan Anto.
"Mama sama Papa ke mana, Bu?" Hendra bertanya setelah menemukan Marissa di dapur.
"Mereka udah pulang duluan. Katanya ada urusan mendadak. Nanti ada orang suruhan Papa kamu yang ngantar mobil kamu ke sini."
Aroma makanan kesukaannya menguar setelah Marissa menyajikannya di mangkuk. Hendra langsung menghampiri kabinet untuk mencium aroma tersebut. Aneka sayuran menari-nari seakan mengejek Hendra. Marissa tersenyum geli melihat tingkah anaknya.
"Kata Mama kamu, kamu suka sama capcay kuah. Terus kamu alergi udang, kan?"
Hendra mengangguk.
"Kamu makan di sini aja. Kalau di meja makan kamu diganggu sama Angga."
Marissa menyendokkan nasi serta capcay kuah di piring. Kemudian meletakkannya di hadapan Hendra. Hendra segera memakannya. Ketika capcay masuk ke rongga mulutnya, Hendra bisa mengenali rasanya. Rasa capcay itu... Rasa yang sama seperti yang dia makan empat tahun yang lalu.
Melihat Hendra diam saja setelah melahap masakannya, Marissa bertanya, "Kamu kenapa, Nak? Masakan Ibu nggak enak, ya?"
Hendra menelan makanannya terlebih dahulu. "Enak kok, Bu. Aku lagi inget capcay yang aku makan empat tahun yang lalu."
Marissa tersenyum tipis. Ternyata Hendra masih ingat.
"Bu ...," panggil Hendra, "Kenapa waktu itu Ibu nggak mau ketemu sama aku?"
Perlahan senyum Marissa memudar. Diganti dengan ekspresi wajah datar. "Bagi Ibu, melihat kamu tumbuh sehat, itu sudah cukup. Ibu hanya tidak ingin merusak apa yang sudah ditetapkan. Ibu mau kamu dan Alvi tumbuh dengan normal. Meski kita tidak pernah bertemu sebelumnya, tapi nama kamu selalu Ibu sebut dalam doa. Ibu sayang sekali sama kamu."
Perasaan haru seketika membuncah di hati Hendra. Makanan yang disajikan Ibunya kini sudah tak menarik lagi di mata pemuda itu.
"Makasih, Bu. Makasih karena Ibu udah banyak berkorban selama ini. Dan sekarang, giliran aku yang membalas kebaikan Ibu."
***
A/N
Holla....
Happy new year ya buat kalian! Terima kasih karena udah setia menanti update-an AYG.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Your'e Gone [New Version - END]
General Fiction[seri bestfriend #2 -Ira-] Cover by @windastoryseries Ikhlas adalah suatu hal yang mudah diucapkan, namun sulit untuk dilakukan. -Irawati Ira dan Hendra, dua anak manusia yang di pertemukan oleh takdir. Berkat pertemuan itu, Hendra membuat tantangan...