===========
-27- Rasa yang Menggebu
===========Ketika Ira tiba di kost-annya, Raya berada di ruang tengah, sedang menonton salah satu acara realityshow yang sedang booming saat ini. Ira duduk di samping Raya. Bukan ingin menonton acara tersebut. Tetapi Ira mau menanyakan sesuatu pada gadis remaja tersebut.
"Ray, hadiah yang cocok buat cowok itu apa aja?"
"Eh, Kak Ira." Raya baru menyadari kehadiran Ira di sampingnya. "Hadiah buat cowok, ya? Paling jam tangan, dompet, sama topi."
"Tapi itu mainstream banget, kan?"
"Iya sih Kak, hehehe."
Suasana menjadi hening. Raya kembali tenggelam dengan acara yang ditonton. Sedangkan Ira sedang memikirkan hadiah apa yang cocok untuk Hendra. Ya, Ira memang berencana ingin memberikan sesuatu untuk pemuda itu sebagai penghargaan karena sudah berhasil menyelesaikan skripsinya.
"Emang hadiahnya buat siapa, Kak? Kak Hendra ya...."
Pipi Ira bersemu merah.
"Oh iya Kak, temen aku kemaren malah ngasih softcase ke cowoknya. Kakak coba aja ngasih itu ke Kak Hendra. Kak Hendra kan mau jadi dokter, pesen aja softcase gambar yang ada hubungannya sama dokter."
Ide dari Raya memberikan angin segar bagi Ira. Gadis itu setuju. "Temen kamu pesen di mana?"
"Coba aku tanyain dulu ya, Kak."
Setelah itu, Raya mengambil ponselnya. Menghubungi temannya yang ia ceritakan tadi. Ira menunggu.
"Kak, nanti sama temenku mau dipesenin. Katanya dua hari udah jadi. Kakak mau pesen satu apa couple?" tanya Raya setelah menghubungi temannya.
"Satu aja."
"Oke."
***
Dua hari kemudian, sesuai perkataan temannya Raya, softcase pesanan Ira sudah jadi. Ira puas sekali setelah melihat hasilnya. Softcase bergambar kerah jas putih, dipadu dengan dasi merah dan steteskop sebagai pemanis.
Ira berencana memberikannya langsung pada hari ini. Semoga Hendra menyukai barang pemberiannya.
***
"Apa ini?" tanya Hendra setelah menerima kotak persegi panjang dari Ira. Sekalgus heran saat Ira tiba-tiba mengajaknya ketemuan.
"Buka aja."
Hendra kemudian merobek kertas kado yang membungkus kotak tersebut. Setelah bungkusnya terlepas, Hendra membuka tutup kotaknya. Sementara itu, Ira penasaran dengan reaksi Hendra setelah melihat isinya.
"Ini ... beneran buat aku?" tanya Hendra sedikit tidak percaya.
"Iya. Kamu nggak suka, ya?"
"Suka. Suka banget," jawab Hendra tegas. "Kok bisa kepikiran ngasih aku ginian? Ulang tahun aku kan masih lama."
"Aku terinspirasi dari temennya Raya. Anggap aja itu reward dari aku karena kamu udah berhasil menyelesaikan skripsi sesuai target."
"Kok so sweet sih?"
Ira terkekeh. Ia sendiri juga tidak tahu kenapa bisa memperlakukan Hendra dengan manis.
"Komik kamu gimana?" tanya Hendra.
"Udah masuk ke editor. Doain ya semoga lancar."
"Aamiin. Nggak sabar ngeliat muka aku."
"Muka Alvi itu."
"Lho, muka kami kan sama. Aku yakin deh, pas kamu ngerjain komik itu, kamu ngebayangin muka aku, bukan Alvi."
"Sok tau!" Ira berkilah.
"Jadi bener, kan? Kalo nggak, kamu nggak mungkin bilang begitu."
Ira kehabisan kalimat.
"Makasih ya reward-nya. Jangan kapok ngasih aku hadiah."
"Kalau boleh tau, kenapa kamu mau jadi internis?"
Pandangan Hendra beralih memandang langit yang cerah. Mengingat-ingat alasan utamanya ingin menjadi dokter. "Pertama, karena mau membantu masyarakat. Kedua, karena pas kelas sebelas aku pernah sakit dan sakitnya itu nggak ketahuan sama dokter. Begitu sembuh, aku penasaran sebenarnya aku kenapa. Bisa dibilang ... aku nekat masuk kedokteran waktu itu. Mungkin bagi masyarakat awam, jadi dokter itu enak, gajinya lumayan, dan salah satu pekerjaan paling bergengsi. Tapi begitu aku terjun langsung, definisi kata 'enak' itu nggak ada. Bukannya aku nggak ikhlas. Aku ngomong begitu karena aku udah ngerasain sendiri perjuangan empat setengah tahun."
"Kamu nyesel nggak mau kedokteran?"
Hendra menggeleng kuat. "Kalau aku nyesel, mungkin aku nggak akan mau susah payah ngerjain skripsi. Aku udah milih cuti. Balik lagi ke alasan pertama, aku mau nanti tanganku ini bisa menolong masyarakat."
Ira tersenyum. "Semoga nanti lelahmu terbayar dengan senyum pasien kamu."
"Terus, kamu gimana?"
Ira mengerjap. "Aku? Aku kenapa?"
"Kalau kita emang berjodoh, apa kamu siap dengan pekerjaan aku nanti? Apa kamu siap jika aku jarang di rumah? Apa kamu siap kalau kita jarang berduaan?"
Ira terdiam agak lama. Ira tidak tahu harus berkata apa. Ia tahu, pekerjaan Hendra akan sangat menyita waktunya. Lantas, apakah ia mampu? Apa Ira siap?
"Kalau aku nyuruh kamu buat berhenti, kamu nggak mau kan? Aku nggak mau merusak apa yang udah kamu bangun, Hendra. Nanti kita bisa pikirin lagi bagaimana kita bisa punya waktu berdua."
Senyum Hendra mengembang. Memang tidak salah lagi jika ia jatuh cinta berkali-kali dengan gadis yang duduk di sampingnya.
***
A/N
Softcase Hendra ada di mulmed ya gaes.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Your'e Gone [New Version - END]
General Fiction[seri bestfriend #2 -Ira-] Cover by @windastoryseries Ikhlas adalah suatu hal yang mudah diucapkan, namun sulit untuk dilakukan. -Irawati Ira dan Hendra, dua anak manusia yang di pertemukan oleh takdir. Berkat pertemuan itu, Hendra membuat tantangan...