AYG -29- Jawaban

416 30 4
                                    


============
-29- Jawaban
============

Ada pepatah mengatakan witing tresno jalaran soko kulino, yang artinya cinta hadir karena terbiasa. Pepatah tersebut ada benarnya. Cinta bisa hadir karena terbiasa. Terbiasa bersama, terbiasa mendengar ceritanya, terbiasa melihat senyumnya. Tetapi pepatah itu juga berhasil dipatahkan, karena sebagian umat manusia di dunia ini tidak bisa mencintai pasangannya walau sudah sekian tahun terbiasa hidup bersama.

Hendra pikir, karena kebiasaan itulah mungkin membuat Ira bisa mencintainya. Selama ini Hendra hanya fokus pada bagaimana caranya agar bisa membuat Ira jatuh cinta padanya. Hingga melupakan sesuatu yang seharusnya menjadi pedomannya sejak awal, bahwa ketika ia memutuskan untuk mencintai Ira, ia harus siap menerima serangkaian patah hati.

Hendra harusnya sadar sedari awal bahwa posisi Alvi di hati Ira tidak mungkin bisa digeser olehnya.

Perjalanan menuju tempat kost Ira terasa sunyi dan hampa. Baik Ira maupun Hendra tidak ada yang memulai percakapan. Sesekali Hendra melirik gadis di sampingnya. Terlihat jelas dari mimik wajahnya tampak sangat menikmati suasana malam ini. Dan itu semakin membuat hati Hendra terasa perih.

Mungkin jika ada Ibas sekarang, tembang suket teki akan didendang laki-laki itu. Sangat pas dengan suasana hati Hendra saat ini.

Mobil Hendra berhenti tepat di depan pagar kost Ira. Sebelum Ira keluar, Hendra mengucapkan kata terima kasih seperti biasanya.

"Seharusnya aku yang bilang terima kasih, Vi. Karena kamu udah bawa aku ke Monas pas malam hari."

"Vi?" Hendra mengulang kata itu dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan. Hingga membuat Ira menyadari bahwa ada yang salah.

"Maaf Hendra, maksud aku—"

"Nggak papa. Aku ngerti," ujar Hendra, "dulu Alvi pengen ngajak kamu ke sana pas malam hari. Tapi karena dia udah pergi duluan, keinginannya nggak kesampaian," lanjutnya. Lalu menyerahkan foto Alvi bersama gadis itu yang tadi sengaja ia bawa. Ira menatap foto tersebut, lalu menemukan sebuah tulisan di belakangnya. Hawa dingin langsung menyergap tubuh Ira.

"Aku emang niat ngajak kamu ke sana, dengan maksud ingin mewujudkan keinginan Alvi. Walaupun namaku memang tidak tertulis sebagai daftar orang yang dipercaya. Dan di hari ini pula, aku ingin mendapatkan jawaban. Ira, apa selama ini kamu anggap aku ini Alvi, bukan Hendra?"

Ira tercekat. Mulutnya mendadak terkunci rapat. Susah sekali menjawabnya. Sampai-sampai Ira meremas foto itu tanpa sadar.

"Kalau kamu diam, apa itu berarti jawabannya iya?"

Ira menegak salivanya dengan susah payah. Pertanyaan Hendra barusan benar-benar mengintimidasinya.

"Harusnya dari dulu, aku nggak perlu minta kamu buat ikutin tiga puluh hari bersama aku. Harusnya aku tahu, bahwa besar kemungkinan aku akan jadi bayangan Alvi di matamu. Harusnya aku sadar dari awal, kalau aku nggak mungkin bisa menggeser posisi Alvi. Oh ralat, bukan nggak mungkin, tapi nggak akan bisa."

Ucapan Hendra tepat menusuk hati Ira. Laki-laki itu seolah tidak memberikan Ira kesempatan untuk bicara.

"Bisa jadi ini adalah terakhir kita bertemu. Karena buatku, nggak mudah hidup di antara bayangan orang lain. Walaupun Alvi memang saudara kembarku, tapi kami ini beda. Nggak bisa disamakan."

"Jadi maksud kamu, kita nggak akan ketemu lagi?" Dengan terbata-bata Ira mengucapkan pertanyaan itu.

"Ya. Sampai kita berdua bisa damai dengan kenyataan ...."

Detik itu juga Ira keluar dari mobil Hendra. Ia tak sanggup mendengar kalimat Hendra selanjutnya. Hatinya sudah cukup sakit saat Hendra terus-terusan menyudutkan tanpa mendengar penjelasan Ira lebih dulu, ditambah kalimat perpisahan yang sampai detik ini masih bergaung di telinga Ira. Ira tahu bahwa ini memang salahnya.

Sementara itu, Hendra melanjutkan perjalanannya menuju rumah Marisa dengan perasaan hampa. Ia yakin keputusannya untuk meninggalkan Ira sudah tepat. Meski dalam lubuk hatinya berharap, suatu hari nanti dia dan Ira akan bertemu kembali.

***




After Your'e Gone [New Version - END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang