===========
-15- Pertemuan part II
===========Hari Minggu kali ini tampak berbeda dengan biasanya. Karena Minggu ini, Hendra akan bertemu dengan Marissa, ibunya.
Mobil yang ditumpanginya bersama Anto dan Mayang memasuki area tempat tinggal Marissa. Kedua orangtuanya memang ikut serta. Tentu saja mereka hadir untuk menyambung tali silaturahmi karena dulu Marissa, Mayang dan Anto pernah jadi satu keluarga.
Hendra dan kedua orangtuanya sudah tiba di rumah Marissa. Mereka bertiga langsung turun dari mobil. Setelah dipastikan mobil sudah aman, Hendra mengajak Mayang dan Anto melangkah menuju teras rumah. Tiba di sana, Hendra langsung mengetuk pintu.
Tak lama pintu terbuka lalu muncul perempuan berhijab toska di ambang pintu. "Kak Hendra? Ayo masuk, Kak. Ibu lagi di dapur."
"Iya, Gita."
Hendra, Mayang dan Anto memasuki rumah itu. Mereka bertiga duduk di sofa ruang tamu. Gita pamit untuk memanggil ibunya.
Tak lama, dari arah dapur muncul perempuan berhijab paruh baya. Perempuan itu, siapa lagi kalau bukan Marissa. Melihat ibunya yang datang, Hendra langsung berdiri, disusul Mayang dan Anto.
Marissa masih terpaku di tempatnya. Bukan karena tidak mau menemui anaknya, tapi karena ada laki-laki yang berdiri di samping anaknya itu. Laki-laki yang mengajarkan tentang arti cinta dan perpisahan. Laki-laki yang dulu tidak mau egois mempertahankannya. Laki-laki yang namanya masih selalu ia sebut di setiap doa.
Hendra akhirnya menghampiri Marissa. Begitu sudah berdiri di hadapan ibunya, Hendra meraih tangan ibunya lalu menciumnya agak lama. Apa yang dilakukan Hendra mengingatkan Marissa dengan Alvi.
"Ibu...."
"Alva...."
Marissa dan Hendra saling berpelukan, menangis bersama. Akhirnya setelah dua puluh dua tahun berpisah, Marissa bisa bertemu dengan anaknya. Marissa kembali merasakan pelukan sama seperti yang Alvi lakukan semasa hidupnya.
Hendra mengurai pelukannya lalu menyeka air mata menggunakan jemarinya. Setelah itu Hendra membimbing Marissa duduk di sofa. Kemudian Hasan datang.
"Maksud kedatangan kami ke sini, kami ingin menyambung tali silaturahmi yang sempat terputus, sekaligus mempertemukan Hendra dengan ibunya." Anto membuka suara. "Maaf, kami sudah biasa memanggilnya Hendra, bukan Alva. Maaf, saya baru membuka identitas dia yang sebenarnya, juga baru tahu kalau Alvi sudah meninggal."
"Mbak Marissa kenapa nggak pernah kasih tahu kalau Alvi sudah nggak ada? Mas Anto berhak tahu kabar ini," tanya Mayang kepada Marissa.
Marissa menarik napas. Memang selama berkomunikasi dengan Mayang, Marissa tidak pernah menyinggung soal Alvi. "Kepergian Alvi menjadi pukulan berat buat saya. Apalagi dia pergi tanpa tahu kalau dia punya saudara. Saya nggak tahu harus memulainya dari mana untuk menyampaikan kabar buruk itu." Marissa merasakan matanya memanas. Dan di saat itu pula Marissa merasa tangannya dipegang oleh seseorang. Marissa menoleh, mendapati Hendra yang tersenyum padanya.
"Semasa hidupnya, Alvi anak yang baik," ujar Hasan. Pandangannya menerawangan, kembali mengingat anaknya yang sudah damai itu. "Alvi termasuk anak yang ceria. Tidak satu pun hari yang terlewat tanpa tawa. Alvi suka sekali dengan basket sampai akhirnya saya buatkan lapangan kecil di rumah untuk dia latihan. Tapi saat Ataxia itu datang, keceriaannya perlahan surut. Alvi berubah menjadi sosok pendiam dan murung. Alhamdulillah mendung di wajahnya tidak berlangsung lama karena dia memiliki teman-teman yang selalu menghiburnya. Alvi perlahan bangkit dan kembali bersinar. Jujur saja saya bangga mempunyai anak seperti Alvi."
KAMU SEDANG MEMBACA
After Your'e Gone [New Version - END]
Fiksi Umum[seri bestfriend #2 -Ira-] Cover by @windastoryseries Ikhlas adalah suatu hal yang mudah diucapkan, namun sulit untuk dilakukan. -Irawati Ira dan Hendra, dua anak manusia yang di pertemukan oleh takdir. Berkat pertemuan itu, Hendra membuat tantangan...