AYG -06- Nasihat Mama

632 47 4
                                    

Maapkeun kalau ada typo. Lg mls ngedit

===========
-06- Nasihat Mama
===========

Hendra terjaga dari tidurnya.

Baru saja, dia bermimpi. Di dalam mimpinya itu, dia bertemu dengan seorang laki-laki yang wajahnya sangat mirip dengannya. Laki-laki yang diperkirakan seumuran dengannya itu berkata bahwa Hendra adalah saudara kembarnya.

Hendra mengusap wajahnya dengan kasar. Lalu tangannya meraih ponselnya yang dia letakkan di nakas. Jam lima. Masih ada waktu untuk shalat Subuh. Laki-laki itu lalu menarik selimut, lalu bergegas pergi ke kamar mandi.

Usai membersihkan diri dan berwudhu, Hendra keluar dari kamar mandi. Kemudian mengenakan sarung, kemeja dan peci, menggelar sajadah dan mulai menunaikan shalat Subuh.

Selesai shalat, Hendra melipat sajadah dan memasukkannya ke dalam lemari. Dilanjut mengganti sarungnya dengan celana bahan warna hitam. Setelah itu, Hendra mengambil sebuah buku tebal dari rak. Dia baru ingat kalau hari ada praktikum. Bodohnya semalam dia malah asyik main game dengan Ibas, bukan belajar.

Tiba-tiba pintu terbuka, lalu tampaklah seorang wanita cantik berjalan menghampiri Hendra. Wanita itu geleng-geleng kepala melihat selimut yang masih berantakan.

"Orangnya udah rapi tapi kasurnya kayak kapal pecah. Kamu tidur apa akrobat sih?"

"Nanti aku beresin, Ma," jawab Hendra namun matanya masih menekuni buku yang dia pegang.

Sang mama duduk di tepi tempat tidur. Di samping anaknya. "Kamu ada ujian?"

"Praktikum, Ma."

"Terus kamu lupa belajar?" tebak sang mama. Hendra tidak menjawab. Tanpa dijawab pun mamanya pasti tahu kalau tebakannya benar.

"Kamu sebenarnya serius nggak sih jadi dokter?" tanya mama.

"Serius, Ma. Kalau nggak serius buat apa aku bertahan sampai sekarang. Bentar lagi aku koas lho."

"Apa yang bikin kamu mau jadi dokter? Dokter itu kan tugasnya berat."

Hendra pun akhirnya menutup bukunya. "Semua profesi pasti punya tugas yang berat. Selain karena panggilan hati, aku tuh penasaran sama sakit aku lima tahun yang lalu. Mama masih ingat, kan?"

Tentu saja Mayang—mamanya Hendra tidak lupa dengan sakit anaknya itu. "Itu kan udah lama banget. Dokter juga udah bilang kalau kamu nggak pa-pa."

"Tapi aku masih penasaran, Ma. Makanya aku pengen jadi dokter."

Mayang tersenyum. Lalu mengacak rambut anaknya. "Kamu emang persis kayak Papa." dan ibu kamu. Lanjut Mayang dalam hati.

"Mama percaya nggak kalau mimpi cuma bunga tidur?" tanya Hendra tiba-tiba.

"Tergantung. Kalau mimpi itu petunjuk dari Allah, Mama akan cari tahu. Tapi kalau mimpi tipu daya setan, Mama baru percaya kalau mimpi itu cuma bunga tidur."

"Cara Mama tahu kalau mimpi itu tipu daya setan gimana?"

"Berdoa. Minta petunjuk sama Allah apakah mimpi itu sebuah petunjuk dari-Nya atau hanya godaan dari setan. Emangnya kenapa sih tiba-tiba kamu tanya begitu?"

"Tadi aku mimpi ketemu cowok yang mukanya mirip banget sama aku, Ma. Dia bilang aku ini saudara kembarnya. Aneh kan, Ma. Aku ini kan anak tunggal."

Raut wajah Mayang seketika berubah. Hendra memang belum tahu rahasia suaminya. Rahasia yang disimpan rapi atas permintaan ibu mertuanya.

"Berapa kali kamu di datangi sama orang itu?" tanya Mayang dengan suara tercekat.

"Baru tadi aja sih. Kenapa, Ma? Mimpi aku aneh, ya?"

"Iya, mimpi kamu aneh."

"Tuh, kan. Berarti mimpi itu datangnya dari setan, kan? Setan sengaja merubah wujudnya jadi aku terus ngaku-ngaku saudara kembar aku. Ya kan, Ma?"

Mayang tertegun. Bukan, Nak. Mimpi sebenarnya adalah sebuah petunjuk buat kamu. Maafin Mama belum berani bilang ini ke kamu. Bukan karena Mama takut kehilangan kamu, tapi karena Papa kamu yang minta. "Seperti yang Mama bilang tadi. Minta petunjuk sama Allah, ya."

Hendra menggangguk.

Mayang bangkit. "Mama siapin sarapan dulu, ya."

"Iya, Ma."

Mayang keluar dari kamar Hendra. Setelah keluar dari kamar anaknya, perasaan Mayang jadi tidak karuan. Kepalanya memikirkan mimpi anaknya itu. Dari mimpi itu Mayang jadi berpikir, apakah ini sudah saatnya Hendra tahu identitas aslinya?

Sebelum ke dapur, Mayang menyempatkan diri masuk ke kamarnya guna mengecek apakah suaminya sudah siap berangkat ke kantor. Ketika Mayang membuka pintu, terlihat Anto—suaminya sedang memasang dasi. Mayang melangkah mendekati suaminya lalu mengambil alih dasi dari tangan Anto.

"Kamu habis dari mana?" tanya Anto kepada istrinya.

"Dari kamar Hendra." Mayang sudah selesai menyimpulkan dasi. Kini dasi itu sudah terlihat rapi di kerah baju suaminya.

"Tumben kamu ke sana? Hendra lagi nggak sakit, kan?"

"Biasanya aku ke sana Mas buat ngerapihin kasurnya yang kayak kapal pecah. Mas aja yang nggak tau."

"Hendra bukan anak umur lima tahun lagi, sayang. Umur dia sekarang dua puluh dua. Suruh dia sendiri yang beresin kamarnya. Jangan mentang-mentang dia sibuk ke kampus, jadi kamu yang beresin kamarnya."

"Makanya itu Mas, karena sekarang umur Hendra udah dua puluh dua, jadi dia udah boleh tahu rahasia Mas."

Gerakan Anto mengambil jas kerjanya terhenti. Lelaki itu menghela napas. "Bukannya kita udah sepakat nggak mau bahas itu lagi?"

"Setelah aku pikir-pikir, Hendra berhak tahu, Mas." Mayang mengambil oksigen sebanyak-banyaknya. Kemudian dia memberanikan diri bertanya, "Mas, kita udah berada satu kota sama mereka. Apa Mas... nggak kangen sama Mbak Ica?"

Mendadak, Anto merasakan jantungnya berhenti berdetak.

***

Hayo loh.... siapa mbak Ica yang disebut ama mamanya Hendra?

Follow ig akoh @pesulapcinta buat yg mau tau info AYG + cerita2 akoh yg lain





After Your'e Gone [New Version - END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang