Aku cukup bahagia
Ketika semesta mengizinkan kita untuk bersahabat
Walaupun hatiku terus menjerit
Menginginkan hal yang lebih-Danu Setiawan-
Quote by penggilacoklat
===========
-03- Basecamp
==========="Akhirnya kita punya basecamp!!" seru Jojo ketika memasuki sebuah bangunan. Ia meletakkan gitar milik Danu di lantai, lalu berjalan mengitari ruangan demi ruangan.
Sekitar tiga bulan yang lalu, Jojo dan keempat temannya berencana memiliki sebuah tempat yang nantinya bisa dipakai berkumpul atau melampiaskan kejenuhan mereka dengan bermain musik. Tak butuh waktu lama, Danu mendapatkan sebuah bangunan kosong yang dijual. Dengan uang hasil patungan, mereka berempat membeli bangunan tersebut lalu merenovasinya supaya kelihatan rapi. Dalam waktu satu bulan, bangunan tersebut sudah bisa di tempati.
Bangunan tersebut terbagi menjadi tiga ruangan. Ruangan paling depan dan luas dijadikan tempat untuk berkumpul juga bermain musik. Alat-alat musik sudah tertata rapi di sebelah barat, sedangkan di sebelah timur terdapat empat buah sofa. Lalu di bagian belakang sofa terdapat sebuah pantry yang nantinya akan dijadikan eksperimen memasak Sarah, Ira, dan Mita.
"Ayo kita bersihin dulu lantainya." Danu mengintruksi teman-temannya. Serempak, Jojo dan Joni mengambil sapu dan alat pel yang masih tergeletak di luar. Sementara itu, para perempuan mengelap meja pantry yang berdebu.
Usai menyapu dan mengepel, para lelaki memasang figura foto di dinding. Ada banyak foto kenangan mereka. Seperti pada saat malam perpisahan, kelulusan SMU, Danu beserta tim basketnya dulu, foto setelah OSPEK bersama Sarah yang akhirnya bisa satu kampus dengan Joni, dan terakhir foto lawas Danu, Jojo, Joni, dan Alvi saat kelulusan SMP.
Bersih-bersih dan memasang figura selesai, keempat lelaki itu duduk di sofa. Disusul Ira dan Mita. Kemudian Sarah datang dari pantry dengan membawa nampan berisi enam gelas es sirup buah. "Nih guys, minumannya udah jadi."
Jojo mengambil satu gelas sirup. "Wah pas nih. Panas-panas minumnya yang seger-seger."
"Oh ya, peralatan dapur yang kurang tolong dicatat, ya. Nanti habis nikahannya Joni sama Sarah kita patungan lagi," ujar Danu.
Sarah meminum sirupnya sedikit. "Sebenernya udah cukup. Tapi kita butuh peralatan buat bikin kue. Mita kepengen banget bisa bikin kue."
"Wah Putri pinter. Mau beraksi di dapur," celetuk Jojo. Mita memutar bola matanya.
"Sarah, Joni, udah sampai mana persiapan pernikahan kalian?" tanya Ira pada Sarah dan Joni.
"Kemarin kami udah ngadain pertemuan keluarga. Dan tanggal pernikahannya udah ditetapin," jawab Sarah dengan wajah sumringah.
"Tanggal berapa nih?" tanya Mita, penasaran.
"Tanggal 14 September."
"Wah, kira-kira tiga bulanan lagi dong."
"Tiga bulan lagi temen ane pecah telor nih! Tak terasa ya Nak, kau sudah besar," ucap Jojo seraya menepuk bahu Joni.
"Nggak kerasa ya, bentar lagi Joni nikah. Padahal rasanya baru kemarin kita teriak 'aku lulus'," kata Danu.
Obrolan mereka terus berlanjut hingga waktu salat Ashar tiba. Joni dan Sarah lalu pamit pulang terlebih dahulu. Sedangkan Jojo masih membujuk Mita supaya mau pulang bersamanya.
"Put, pulang sama aku aja."
"Ogah. Gue mau boncengan sama Aa' Danu."
"Aku kan nggak bawa motor. Tadi aku ke sini boncengan sama Joni," sahut Danu.
"Tuh. Emang udah takdir kalau sore ini kamu pulang bareng sama aku. Motor kamu masih ngambek, kan?"
"Kamu pulang duluan aja, Ta. Aku masih mau di sini," kata Ira. Merasa sudah terpojok, akhirnya Mita mau diantar pulang oleh Jojo.
"Kamu kenapa nggak ikut pulang?" tanya Ira kepada Danu.
"Kamu juga kenapa nggak ikut pulang?" Danu justru memutar pertanyaan.
Ira tersenyum tipis. "Aku masih mau di sini. Sendiri."
"Ya udah kalau gitu aku tunggu di luar."
Ira menghembuskan napas berat. "Ya udah, terserah kamu."
Gadis itu berjalan mendekati figura yang baru saja dipajang. Bola matanya memandang seorang pemuda berseragam putih biru yang berdiri di tengah ketiga temannya. Tangannya bergerak menyentuh foto tersebut.
"Alvi... aku bingung gimana lagi aku harus ungkapin rasa kangen ini ke kamu." Ira bergumam. Jemarinya terus bergerak menelusuri wajah di foto itu. "Apa kamu tahu, sampai detik ini aku masih berharap kalau ini cuma mimpi? Kamu cuma pergi sebentar terus kembali—"
"Kamu jangan ratapi Alvi. Kasihan dia."
Ira tersentak. Dengan cepat dia menurunkan tangannya dari foto itu.
"Alvi nggak akan mungkin bisa kembali. Udah empat tahun dia pergi. Alvi udah tenang, Ira. Jangan kamu usik dia dengan khayalan kamu tentang dia."
Ira tertohok.
Akhirnya Danu mengambil figura yang ada foto Alvi. Lalu membuang figura itu ke dalam tempat sampah. "Harusnya tadi Jojo nggak usah pasang foto ini, kalau akhirnya bikin kamu sedih. Ira, hidup ini terus berjalan. Dan pasti kita akan menemui ajal. Nggak ada orang yang bisa menghindari kematian, termasuk Alvi. Daripada kamu seperti ini, lebih baik kamu berdoa buat Alvi. Dengan begitu, justru Alvi jauh lebih bahagia."
Ira menunduk. Menatap nanar foto yang sudah berbaur dengan sampah lainnya. Bola matanya memanas. Kata-kata Danu barusan bagaikan cambuk baginya.
"Mau pulang sekarang?" tawar Danu. Mengalihkan perhatian Ira dari tempat sampah.
"Aku belum pesen taksi."
"Naik taksi biru aja. Ayo kita tunggu di luar."
Ira mengangguk. Ia dan Danu keluar dari basecamp. Danu mengunci pintunya sementara Ira berdiri di tepi jalan.
Tak butuh waktu lama taksi melintas. Ira pun segera menyetop taksi itu. Namun sebelum memasuki taksi, Ira memikirkan Danu yang belum mendapatkan kendaraan.
"Kita satu taksi aja, Danu."
"Kost-an kamu sama rumahku kan beda arah, Ra. Udah kamu pulang aja, kamu nggak usah pikirin aku."
Ira mengangguk. "Maaf ya, Danu. Aku pulang duluan."
Ira akhirnya masuk ke dalam taksi. Kemudian taksi itu bergerak menjauhi Danu. []
A/N
Cie cie... buat quote yang udah akoh pasang 😁😁
Maafin aku ya, udah lama cerita ini digantung kayak hubunganku dan doi (halah) maaf banget ya gengs.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Your'e Gone [New Version - END]
General Fiction[seri bestfriend #2 -Ira-] Cover by @windastoryseries Ikhlas adalah suatu hal yang mudah diucapkan, namun sulit untuk dilakukan. -Irawati Ira dan Hendra, dua anak manusia yang di pertemukan oleh takdir. Berkat pertemuan itu, Hendra membuat tantangan...