Tiga Belas

1.3K 60 2
                                    

Fiona berkali-kali mengacak rambutnya kesal saat menghitung soal fisika. Ia memang sangat tidak berbakat dalam pelajaran ini. Ditambah lagi perkataan Nika barusan yang membuatnya ingin segera pulang saja.

Raka melirik Fiona. Hatinya masih saja terasa sakit, tapi Raka harus tetap berjuang bukan?

"Ada yang susah?" tanya Raka kepada Fiona.

Fiona terkejut namun dengan cepat ia kembali pada kesadarannya. "I-iya ini nomor lima."

Raka dengan sigap mengambil buku Fiona dan sedikit mendekat. Nika yang berada di belakang Fiona dengan teliti menatap keduanya.

Fiona memperhatikan saat Raka mengajarinya. Sesekali ia mengangguk saat sudah paham beberapa caranya.

Nika yang melihat itu hanya membuang wajahnya. Entah sejak kapan Nika menjadi peduli seperti ini dengan Fiona. Ia masih pada niat awal kan? karna Fiona memiliki nasib yang sama seperti Nika. Dan Nika tidak ingin Fiona jatuh terpuruk seperti dirinya.

"Raka! ngapain kamu duduk sama cewek?!" Bu Dwi berteriak.

Bukannya Raka yang terkejut tapi Rian dan Rio yang terkejut karna keduanya sedang terlelap dalam tidur. 

"Ibu, jangan suka ngagetin gitu dong, Bu," ucap Rian seraya mengucak matanya yang merah. Guru Fisika kelas Fiona memang sangat ramah dan juga asik. Tapi ia akan menjadi sangat galak ketika melihat muridnya, perempuan dekat dengan lelaki.

Katanya, belum sah, sah'in dulu baru boleh dekat.

"Kamu juga ngapain tidur di pelajaran saya?" tanya Bu Dwi.

"Lah kan Ibu sendiri yang pernah bilang, kalo udah mumet sama pelajaran Fisika boleh tidur. Tapi syaratnya belajar dulu sedikit dan dipahami," sahut Rio.

Raka mengangguk setuju dan bertos ria dengan Rio dan Rian, dengan penuh kesempatan pula ia berpindah tempat secara diam-diam. Setidaknya Bu Dwi akan lupa dengan kejadian barusan kalau ada yang membantunya. Bu Dwi ini juga termasuk guru yang pelupa jika pembicaraannya dialihkan.

"Oh iya, emang Ibu pernah bilang gitu ya?"

Lalu satu kelas menjawab serentak. "Pernah!"

"Yaudah biasa aja dong. Ayo lanjut hitung lagi. Kok saya bingung ya tiba-tiba berdiri?" tanya Bu Dwi yang disahut dengan tawaan murid. Gurunya benar-benar pelupa.

"Baik, Bu." Sahut murid-murid.

Raka tersenyum tenang lalu sedikit melirik ke arah Nika. Sadar sedang diperhatikan,Nika ikut menatap Raka. Raka tersenyum penuh kemenangan. Nika tau arti senyum itu.

Mungkin arti senyum itu adalah persaingan. Ya, dan dengan bodohnya Nika harus terlibat dengan masalah ini yang mungkin saja dapat menghancurkan pertemanannya dan perasaan Fiona.

*

Bell pulang sekolah berbunyi. Tapi bukannya segera ke kantin, anak-anak disuruh berkumpul di lapangan. Kebetulan setelah jam istirahat jam kelas sedang kosong sampai pulang sekolah dikarenakan guru sedang rapat untuk acara ulang tahun sekolah.

Panitia acara baru sudah berada di depan lapangan. Sedangkan Fiona sudah menahan lapar dibawah terik matahari yang sudah mulai panas karna jam istirahatnya adalah jam 10.

"Seperti biasa, ulang tahun sekolah akan diadakan acara pertunjukan bakat. Dan seperti yang kita ketahui kemarin, setelah acara ulangtahun sekolah kita akan mengadakan promnight khusus untuk siswa dan siswi SMA Mulia," ucap panitia.

"Seperti yang kita ketahui lagi kalau acaranya akan terlaksana dua hari lagi. Besok, kami para panitia dan juga OSIS akan keliling tiap kelas. Masing-masing kelas minimal dua orang yang ikut acara unjuk bakat." Lanjutnya.

Sherryl mencolek lengan Fiona dan menawarkan cemilan yang ia bawa. Mata Fiona seketika berbinar lalu dengan cepat ia mengambil cemilan milik Sherryl.

"Kami juga akan mengumumkan pasangan kelas yang sudah kami tentukan. Sebelas IPA 1 dengan sebelas IPS 3."

Sherryl menatap Fiona khawatir. Tapi kali ini Fiona bersikap santai. Nika dan Raka juga ikut menatap Fiona. Keduanya terlihat benar-benar bersaing kali ini. Sherryl pun sedang tidak ingin mengganggu Fiona semenjak pertengkaran Fiona dengan Ayahnya. Sherryl cenderung berusaha mengerti dengan keadaan Fiona.

Selesai mengumumkan untuk acara promnight, Fiona segera berlari menuju kantin. Rio dan Rian mengikuti Fiona secara diam-diam. Sampai akhirnya mereka memutuskan menghampiri Fiona yang sedang sibuk dengan makanannya di meja kantin.

"Eh, tumben--"

"Sstt!" Rio dan Rian segera menutup mulut Fiona. Fiona terdiam sampai akhirnya Rian dan Rio melepaskan tangannya.

Fiona menjilat bibirnya lalu memasang wajah kecut. "Ewh, asin."

Rio sedikit mendekat kearah Fiona, sedangkan Rian berjaga-jaga kalau saja Raka atau Nika datang menuju kantin.

"Lo tau anak baru, anak kelas IPS 3 yang bakalan satu pasangan sama kelas kita?" tanya Rio.

Dengan mulut yang penuh dengan siomay dan wajah polos, Fiona menggeleng.

Rio menepuk keningnya lalu semakin mendekat kearah Fiona. "Dia Suga, orang bilang sejak masuk sekolah dia cuek gitu, tapi sekalinya ngomong nyelekit."

Fiona menelan siomaynya dengan susah payah. Suga? Kaya nama temen kecil. "Terus apa urusannya sama gue?" lanjutnya.

"Masalahnya adalah lo bakal jadi pasangan dia di promnight. Cuma lo sama dia yang belum dapet pasangan," ucap Rian. Seperti biasa, Rio mengangguk setuju.

"Ya, emang dari dulu nasib gue gitu kan? jadi buangan. Promnight tahun lalu juga gue yang gak punya pasangan sendiri." Fiona meminum jus yang ia pesan dengan perasaan kasihan pada dirinya.

Hidupnya benar-benar ia rangkai sendirian.

"Tapi---"

Pembicaraan Rian terputus saat Rio menepuk pundak Rian dengan kencang. "Itu orangnya!"

Mata Fiona beralih menatap seseorang yang baru saja dibicarakan. Refleks, mata Fiona membulat saat melihatnya.

"Dia kan--"

*

31 Juli 2018
Finish Edit!

Hurts To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang