Dua Puluh Tujuh

1K 37 0
                                    

Harusnya aku mengetahuinya dari awal, bahwa ia tidak benar-benar mencintaiku apa adanya.

*

"Terus sekarang Raka beneran jalan sama Gaby?" tanya Sherryl. Rio dan Rian hanya mengangguk.

Fiona menatap Nika yang sejak tadi hanya diam. Ia merasa bersalah sudah menanyakan soal Raka saat ada dirinya. Sadar Fiona menatapnya khawatir, Nika hanya tersenyum.

"Aku tau pas kamu mabuk semalem. Kamu ngelantur kalo kamu takut Raka marah sama kamu. Aku mau kasih saran, lebih baik kalian berdua ngomongin ini baik-baik supaya pertemanan kalian gak rusak hanya gara-gara kamu gak bisa sama dia," ucap Nika.

Rio dan Rian menatap Nika kagum. Bagaimana tidak? biasanya pasangan selalu memiliki salah satu sifat yang posesif. Tapi Nika sangat mengerti.

"Aku gak akan marah hanya karna kamu pergi sama Raka. Raka kan temen kamu dan temen aku juga. Jadi kamu gak perlu khawatir. Walaupun aku tau kalo Raka ada perasaan sama kamu, tapi aku gak akan larang kamu untuk gak ketemu dia lagi," ucap Nika.

Sherryl menatap Nika tak percaya. Ia bisa semanis itu dengan Fiona tapi tidak dengannya? apa yang kurang darinya?

Bahkan hari ini dia belajar menggunakan make up selama sejam hanya karna ia mengetahui kalau hari ini ada Nika juga di rumah Fiona, ia sibuk memilih baju agar Nika meliriknya. Tapi apa masih ada yang kurang?

"Kalo gitu sekarang kita kerumah Raka aja. Nunggu sampe dia pulang." Rio memberi saran.

"Bener juga tuh, yuk ah, biasanya mamahnya nyuruh nunggu sambil main PS," ucap Rian.

"Ah itu mah maunya elu." Rio menoyor kepala Rian. Rian hanya menunjukan cengiran khasnya.

"Emang gak apa-apa kalo kita kesana? gak ganggu waktu mereka berdua?" tanya Fiona.

Sherryl berdeham. "Enggak ganggu kayaknya. Yaudah yuk langsung aja kita kesana."

Nika mengangguk setuju. Melihat Nika menyetujuinya, Fiona ikut mengangguk. Tanpa mereka ketauhi kalau Sherryl baru saja merencanakan sesuatu.

*

Rian dan Rio membulatkan matanya saat Raka yang membuka pintu. Fiona yang masih merasa tidak enak hanya terdiam di belakang Nika.

"Lah kok lo di rumah?" tanya Rio.

Raka mengangguk. "Baru aja balik, si Gaby juga belum pulang lagi bantu nyokap gue masak."

Sherryl tersenyum miring. Rencananya mungkin akan berhasil sekarang.

"Yaudah, kita gak diajak masuk nih?" tanya Rian.

"Oh iya lupa, yaudah ayo masuk," ucap Raka.

Lalu satu persatu masuk kedalam rumah Raka yang cukup luas. Fiona menatap kekanan dan kekiri saat ia melewati ruang tamu yang di dinding sudah terdapat foto keluarga Raka.

"Assalamualaikum, tante." Rio mencium tangan Ibunda Raka.

"Waalaikumsallam, wah Raka gak ngasih tau nih kalo ternyata yang dateng banyak," ucap Ibunda Raka.

"Hehe iyah tante, kita tadi lewat jadi sekalian mampir," ucap Rian.

Sherryl tersenyum kearah Ibunda Raka lalu ikut mencium tangan Ibunda Raka diikuti Fiona dan juga Nika.

"Hai, Kak." Sapa Sherryl kepada Gaby. Gaby menjawab dengan senyuman.

"Yaudah kita sekalian makan siang aja disini. Tunggu aja di ruang tamu. Gue bantu nyokap sama Gaby masak dulu," ucap Raka dengan wajah yang dingin.

Sebelumnya ia sedikit melirik ke arah Fiona tapi ia segera membuang pandangannya ke arah yang lain.

"Oke!" Rio dan yang lain segera menuju ruang tamu.

Nika menepuk pundak Fiona saat Fiona melamun seraya menatap Raka yang sudah membelakanginya. Fiona mengerjapkan matanya lalu segera mengikuti kemana Nika pergi.

Setelah makanan yang Raka sajikan sudah siap, mereka melaksanakan makan bersama. Ibunda Raka tidak ikut makan bersama katanya ia sedang ada urusan dengan teman arisannya. Jadi Ibunya akan pergi sebentar.

"Selamat makan!" Teriak Rian dan Rio. Lalu semuanya memulai acara makan bersamanya.

Gaby melirik Raka. Ia tersenyum lalu mengambil nasi yang menempel di dagunya. Fiona yang melihat itu hanya diam saja. Nika pun tau, tatapan Fiona saat melihat itu berbeda.

Raka tersenyum lalu kembali melanjutkan acara makannya. Fiona menaruh sendoknya di atas makanannya yang belum habis.

"Loh, kenapa gak diabisin, Fi?" tanya Gaby.

Fiona tersenyum kecil. "Lagi gak enak aja kak perutnya."

Gaby mengangguk paham. Sejak datang, Raka tidak mau menatap Fiona. Entah mengapa dengan berubahnya Raka seperti itu malah semakin membuat Fiona sedikit khawatir. Fiona menjadi takut, kalau ia benar-benar salah dalam mengambil keputusan.

Raka dengan Nika juga terlihat biasa aja. Maksudnya, tidak ada pembicaraan apapun.

Rio yang sudah selesai makan, ia segera mengatakan tujuan mereka datang kemari. "Ka?"

Raka mengambil gelas dan meminumnya. Ia menatap Rio tanda ia sudah menjawabnya.

"Jadi tujuan kita kesini mau nyelesaiin masalah lo sama Fiona," ucap Rio.

Gaby menatap Sherryl. Ia sudah mengetahui soal ini karna tadi Sherryl sudah lebih dulu mengirimnya pesan.

"Masalah apa ya? gue fikir gue gak ada masalah sama dia," ucap Raka.

Nika berdeham. "Ya, mungkin lo gak ngerasa. Tapi biarin cewek gue ngomong apa yang mau dia sampein ke lu."

Raka menghela nafas lelah. "Oke, tapi kalo diizinin Gaby."

Mata Gaby membulat. "A-ah iya boleh kok."

Fiona menunduk. Ia sedikit takut untuk berbicara dengan Raka. Bagaimana kalau Raka tidak ingin memaafkannya? bagaimana kalau Raka memilih mengakhiri hubungan pertemanan dengannya?

"Yaudah kalo gitu ayo kita ngomong di teras rumah aja," ucap Raka seraya pergi lebih dulu.

Fiona menatap Nika untuk meminta izin sekali lagi. Nika menggenggam tangan Fiona dan mengangguk. Dan itu sedikit membuat kepercayaan Fiona sedikit membaik.

Lalu Fiona mengikuti Raka tepat di belakangnya. Ia akan memikirkan apa yang akan ia katakan nanti. Jika Raka tidak ingin memaafkannya, Fiona tidak akan memaksanya.

*

29 August 2018
Finish Edit!

Hurts To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang