Bell pulang sekolah berbunyi. Fiona langsung bergegas keluar kelas sampai membuat sedikit keributan, karna ia menabrak beberapa meja. Nika yang melihat Fiona pergi, langsung bergegas untuk mengikutinya.
Raka juga tidak mau diam saja. Ia juga mengikuti kemana keduanya pergi.
"Sebelas IPS, ah ini dia!" Fiona masuk kedalam saat melihat orang yang ia cari sedang merapihkan buku yang ia bawa. Teman sekelasnya sudah keluar kelas dan hanya tersisa dia saja, Suga.
Fiona segera menghampiri Suga dengan hentakan kaki yang cukup keras. Ia memukul meja lalu menunjuk wajah Suga. "Lo kembarannya Saga kan?"
Karena syok dengan teriakan Fiona yang tiba-tiba, Suga hanya diam.
"Ngaku deh. Kita bertiga temenan pas kecil. Terus kita gak boleh temenan lagi. Kata nyokap lo, gue itu pembawa sial," ucap Fiona.
Suga masih saja diam. Otaknya mencoba berfikir apa yang baru saja Fiona katakan.
Nika dan Raka datang. Ia menghampiri Fiona dan segera menariknya pergi. "Maaf ya, Fiona suka gitu emang. Urat malunya udah putus."
Nika mengangguk. Suga hanya menatap ketiganya dengan tatapan aneh.
Fiona segera menepis Nika dan Raka. "Apaan sih, gue lagi mau ngomong penting sama Suga." Nika dan Raka hanya mengangkat kedua tangannya. Tanda keduanya akan diam saja.
Fiona mengerucutkan bibirnya lalu ia segera menarik Suga untuk keluar kelas. Meninggalkan Raka dan Nika yang memutuskan untuk tidak mengganggu Fiona.
"Awas aja si Suga macem-macem," ucap Raka seraya mengepalkan tangannya.
Nika memutar bola matanya lalu pergi meninggalkan Raka yang sedang menyumpah untuk Suga.
"Kan, gue ditinggalin. Untung udah biasa ditinggal."
*
Suga menatap tangannya yang sedang ditarik kesana kemari oleh Fiona. Tubuhnya terasa kaku hanya untuk sekedar menolak. Bagaimana dia bisa tau soal Saga? fikirnya.
"Gotcha! mobil BMW putih dengan plat nomor B 5U9A SG. Ternyata mobil Ayah lo sekarang lo yang pake," ucap Fiona.
Suga menatap Fiona dengan teliti. Ia benar-benar tidak mengingat Fiona. "Lo itu stalker ya?"
"Hah?"
"Iya, lo bilang kita temenan pas kecil dan gak lamanya kita dipisahin karna lo pembawa sial. Terus gimana lo bisa tau kalo ini mobil bokap gue?"
Fiona menepuk keningnya. "Karna gue sering main kerumah lo, bodoh."
"Lo umur berapa sampe bisa hafal plat nomor?"
"Karna Ayah lo bilang sendiri ke gue kalo dia mau kasih nama dengan plat nama lo. Suga. Lagian ya, orang tua lo itu kepengen punya anak cewek dan gue dianggep sebagai anaknya. Tapi karna gue selalu bikin Saga luka entah jatoh dari sepeda lah, lagi lari-larian lah, akhirnya nyokap gue bawa gue pindah rumah karna gak enak sama keluarga lo yang udah baik banget."
"Gue gak inget apapun tentang lo," ucap Suga.
Fiona menutup mulutnya yang menganga. "Lo bisa secepet itu lupain gue? dulu lo sering maksa gue buat jadi pacar lo."
"Gue gak mungkin suka sama modelan yang rata gini," ucap Suga seraya menunjuk Fiona.
Tubuh Fiona memang sangat kecil dan kurus. Tapi untuk ukuran model, badannya pas sekali.
"Lo gak mungkin hilang ingatan kan?" tanya Fiona.
Suga menaruh jari telunjuknya di dagu seperti sedang berfikir. "Bisa jadi sih."
"Oke, ketemu gue lo malah hilang ingatan. Gue bawa sial beneran kayaknya." Fiona hendak pergi tapi Suga segera menahannya.
"Kalo gitu bantu gue buat inget semuanya, bisa kan? gue bahkan lupa gimana wajah Saga karna orang tua gua ngerahasiain soal dia. Entah sejak kapan."
Fiona sedikit tersentuh saat Suga memasang wajah dengan mata teduhnya. Membuatnya tertarik kembali pada masa lalu saat Saga menatapnya.
"Ah, apaan sih lo kaya di sinetron aja," ucap Fiona dengan tawa yang canggung.
Suga menghela nafas. "Yaudah ayo gue anter pulang."
Fiona menatap jam tangannya. Kalau kembali ke halte, bis sudah tidak ada. Fiona mengangguk lalu Suga segera mengantar Fiona pulang. Tanpa Fiona sadari, Raka mengawasinya dari jauh untuk menjaga apakah Fiona baik-baik saja.
*
Suga membanting tubuhnya di atas kasur. Ia memijat pelipisnya saat kembali teringat akan sesuatu. Ia tahu betul lembutnya tangan itu, ia mengingatnya. Tapi, wajahnya yang tak pernah berhasil ia lihat.
Di dalam mimpinya, anak kecil perempuan itu selalu menarik-narik tangannya. Mulutnya tidak berhenti hanya sekedar bercerita tentang temannya.
Ia ingat, perempuan itu selalu menceritakan sosok Saga. Ia selalu bilang kalau Saga lebih lembut dibanding Suga. Suga memang tidak pernah bermain tangan, tapi ucapannya saja yang menyayat hati.
Perempuan itu sampai menjuluki Suga adalah seorang iblis dengan mulutnya yang penuh dengan sayatan pisau. Sekali berucap, mungkin orang yang mendengar akan terluka.
Baiknya Suga adalah, ia sangat jujur. Sangking jujurnya, orang juga bisa terluka karna kejujuranya.
"Siapa ya dia? gila, dunia sempit banget kalo cewek yang dimimpi gue itu Fiona," ucap Suga.
Suga bangkit dari tidurnya lalu ia melihat kalung yang tersimpan rapih di atas lacinya. Ini peninggalan terakhir dari saudara kembarnya, Saga. Orang tuanya hanya menitipkannya ini.
Suga menatap lambang bunga yang menggantung pada kalungnya. Ia semakin penasaran dengan kalung yang Saga titipkan untuknya. "Bunga gerbera ya?"
*
Menurut etimologi Mesir Kuno, bunga gerbera melambangkan kedekatan manusia pada alam dan kesetiaan pada matahari.
Sedangkan bagi masyarakat celtic, bunga gerbera dapat mengurangi kesedihan dan masalah kehidupan.
2 August 2018
Finish Edit!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurts To Love
Teen FictionKetika cinta melukai, disitu cinta juga semakin menguatkan. Menunggu, sampai dia yang dicinta kembali. Menunggu, sampai takdir mengubah segalanya. Novel ini mengajarkan kalian tentang perjuangan, persahabatan, kekeluargaan dan persaudaraan. Mengajar...