Delapan Belas

1.1K 65 1
                                    

Fiona menata bunga yang ia rias di atas meja juri dengan wajah yang kusut. Raka yang sedari tadi melihatnya hanya tertawa.

"Lo kalo cemberut gitu lucu banget," ucap Raka.

Fiona menghela nafas lelah lalu duduk dilapangan tanpa alas. "Gue cape. Gue kan bukan OSIS masa gue yang disuruh ngerjain ginian."

"Ya lo kan warga sekolah ini juga, apa salahnya lo ikut ngebantu? Lagian ya, di kelas banyak yang pacaran, lo mau jadi serangga?" ledek Raka.

Fiona semakin memanyunkan bibirnya tanda ia benar-benar lelah. Tiba-tiba saja Suga datang membawa minuman sampai membuat mata Fiona membulat ketika melihatnya.

"Ah, air!" Saat Fiona ingin menggapainya, dengan sigap Suga menjauhi air minumnya dari jangkauan Fiona. "Gue aus."

"Beli lah, gue gak mau berbagi mulut sama orang lain." Suga menatap Fiona dengan tatapan yang sangat jutek.

Fiona cemberut. "Orang-orang disini semakin jahat! tidak ada yang mau menolongku, hue!" Fiona menangis seperti anak kecil.

"Ga, kasih." Raka menatap Suga dengan tatapan kesal.

"Enak aja, ini minum gue tau!"

"Nih minum." Fiona menoleh kebelakang saat ada seseorang yang menempelkan botol air minum dingin di pipinya.

Nika menaruh sebelah tangannya di saku celananya, lalu matanya beralih menatap yang lain. "Kau haus kan? aku membeli ini untukmu."

Raka menatap keduanya dalam diam, sedangkan Suga sudah bermalas-malasan duduk di kursi juri.

Dengan perlahan Fiona menerimanya. "Makasih."

Nika mengangguk lalu menatap Raka. "Tugas gue udah selesai, boleh ke kelas kan?"

"Kenapa lo tanya gue? tanya Sherryl lah." Raka membuang wajah.

Nika hanya diam. Ia sadar kalau Raka mulai tidak menyukainya. Tapi itu tidak menghentikan Nika yang juga sedang berusaha menyukai Fiona.

Wajah Nika berubah menjadi dingin. Ia segera menarik tangan Fiona untuk pergi.

"Loh mau kemana? kan yang udah selesai tugasnya lo doang," ucap Raka.

"Tugas lo rapihin bunga di meja juri doang kan? kalo gitu, lo kerjain sendiri bisa kan? Fiona udah ngeluh cape dan lo malah masih nyuruh dia buat kerja," ucap Nika.

Raka memasang wajah penuh amarah. Ia juga menggenggam tangan Fiona. "Lo gak berhak atas apa yang mau Fiona lakuin. Toh dari tadi kalo Fiona cape, gue selalu nyuruh dia buat istirahat."

Suga menghela nafas lalu ia melerai ketiganya. "Daripada saling mau bawa ni cewek pergi, mending kita saling bantu buat yang belum selesai. Biar cepet, yuk ah." Tanpa aba-aba Suga menarik Raka pergi.

"Loh mau kemana?! wei!" Raka dan Suga berlalu pergi. Menyisakan Fiona dan Nika yang diam dalam canggung.

"Aku akan menunggu mu disini," ucap Nika seraya duduk di kursi.

"Kenapa? tugas kamu kan udah selesai." Fiona mengambil beberapa bunga lalu merapihkannya didalam vas bunga.

"Kau terlihat lelah, aku tidak ingin terjadi apa-apa."

Fiona menatap Nika. Wajah Nika memang tidak menatapnya saat berbicara seperti itu. Tapi Fiona tahu kalau Nika benar-benar khawatir.

Nika kini benar-benar telah berubah.

Fiona sedikit tersenyum. Rasa lelahnya hilang begitu saja. Lalu Fiona kembali merias vas bunganya. Tanpa Fiona sadari, kalau Gaby terus saja mengawasinya dari kejauhan.

*

Fiona mengulat saat kerjaannya sudah selesai. Karna Nika dan yang lain sudah cukup lelah, mereka pulang lebih dulu dan Nika menitipkan Fiona kepada Suga karna Suga juga baru selesai mengerjakan tugasnya.

"Segitu capeknya apa?" tanya Suga. Padahal Suga mendapat tugas yang lebih berat dibanding Fiona.

"Capek tau, gue juga banyak angkat barang tadi," jawab Fiona.

"Yaudah iya, lo gak bareng Nika?" tanya Suga.

"Dia sama Rian katanya mau main futsal juga." Fiona memasang wajah lelah. Suga hanya tersenyum kecil.

Tiba-tiba saja Sherryl datang dari lawanan arah. "Hai Fiona! Suga!"

"Apa lagi? gue gak mau ya kalo disuruh kerja kaya gini lagi," ucap Suga terang-terangan.

Sherryl menaikan satu alisnya. "Gue mau ngucapin makasih tau. Makasih ya, Fi, tadi udah bantuin anak-anak OSIS. Gue jadi gak enak."

"Gue enggak diucapin makasih gitu?" Suga menyela.

"Yaudah sih makasih!" Sherryl memasang wajah kesal. Fiona hanya tertawa.

"Gak apa-apa kita kan saudara." Walaupun selama membantu tadi Fiona lebih sering mengeluh.

"Oke, lo balik sama siapa?" tanya Sherryl.

"Sama gue." Suga kembali menyela.

Sherryl memutar bola matanya malas. "Yaudah kalo gitu gue duluan ya, Fi. Oh iya nanti malem Umi mau kerumah."

"Oke." Setelah berpamitan, Sherryl akhirnya berlalu pergi.

Melihat kepergian Sherryl ada yang membuat Suga merasa aneh. Ia merasa seperti ada yang mengikuti Fiona dengan dirinya.

"Ayo pulang," ucap Fiona.

Suga tersadar dari lamunannya. "Iya."

Fiona dan Suga pun berjalan menuju parkiran sekolah. Suga memberi helm miliknya kepada Fiona.

"Gak mau ah," ucap Fiona seraya mengembalikan helmnya.

Suga memasang wajah dinginnya. "Pake gak? nanti kalo ada apa-apa gimana."

"Ya makanya bawa motornya pelan-pelan kalo gak mau ada apa-apa," ucap Fiona.

Suga menghela nafas. Ia mengambil helm miliknya lalu segera memasangnya ke kepala Fiona.

"Eh? kan gue bilang gue gak mau!"

Tanpa memperdulikan Fiona. Suga segera mengunci tali helmnya dan segera menaiki motornya. Pasrah karna kelakuan Suga, Fiona kembali mengalah.

Dia masih sama saja seperti dia masa kecil. Menyebalkan.

Saat Fiona dan Suga berlalu pergi. Seseorang yang memotret kejadian barusan tersenyum miring.

"Rencana berhasil."

*

14 Agustus 2018

Hurts To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang