Dua Puluh Lima

1.1K 51 1
                                    

Jangan banyak berharap kalau yang diharapkan tidak memiliki kepastian yang jelas.

*

Permainan terakhir ToD kembali berlangsung. Fiona memejamkan matanya saat panitia sudah siap untuk memutar botolnya.

"Meja satu ada Gusti, Meja dua ada Revan, meja tiga ada Fiona," ucap Tiara.

Fiona membuka matanya lalu melihat arah botol yang benar menunjuk kearahnya. Ia menghela nafas. Otaknya berfikir keras untuk ikut bermain atau meminum saja.

Melihat dari tantangan Truth dan Dare yang diterima Nika dan Raka sebelumnya, rasanya sangat sulit kalau Fiona yang menjawabnya. Bagaimana kalau ia mendapat tantangan yang tidak bisa ia lakukan?

"Silahkan bediri yang ingin memilih minum," ucap Tiara.

Gusti dan Revan berdiri, sedangkan Fiona masih diambang keraguan. Raka, Nika dan Suga menatap Fiona dengan tatapan serius. Fiona memejamkan matanya kuat-kuat lalu memilih berdiri.

Nika memasang wajah terkejut. "Apa yang kamu--"

"Diamlah, aku tidak bisa menuruti tantangan yang sudah dibuat, itu terlalu sulit," jawab Fiona.

"Biar saya yang menggantikan Fiona untuk minum," ucap Nika kepada Tiara.

Suga ikut bangkit. "Saya juga, karna Fiona benar-benar tidak bisa minum."

Raka tertawa pelan. Ia mengusap wajahnya kasar. Ia ingin sekali membantu Fiona, tetapi ia sudah kecewa.

"Karna ini pilihan dari pemain, kalian tidak bisa menggantikannya," ucap Tiara.

Nika menghela nafas kasar. "Pilih saja Truth. Aku tidak ingin kamu mabuk saat pulang nanti."

"Berikan dia minumnya," ucap Tiara.

Nika dan Suga menatap Tiara dengan tatapan tidak mengerti. Ini benar-benar permainan yang gila. Tiara menatap Suga dan Nika, memberi kode agar keduaya kembali duduk.

Fiona menatap gelas yang sudah ia pegang. Bau alkoholnya sangat menyengat indra penciumanya. Bahkan ia sudah pusing hanya karna baunya saja.

Melihat meja sebelah sudah menghabiskan minumnya, Fiona segera meminumnya. Ia menutup hidungnya dan meminumnya dalam satu kali tegak saja.

Nika menatap Fiona khawatir. Biasanya untuk yang tidak biasa mabuk, reaksinya lebih cepat. Fiona memberi gelasnya dan segera duduk. Ia berulang kali memejamkan matanya, ia sudah tak bisa melihat dengan jelas.

"Baik, acara sudah usai. Selamat memasuki acara terakhir yaitu tampilan bakat dari anak kelas 11 dan juga 12," ucap Tiara seraya meninggalkan panggung.

Dua perempuan bernama Seri dan Tia sudah menaiki panggung. Bersiap menyanyikan lagu Jangan dari Marion Jola feat Rayi Putra.

Raka bangkit dari duduknya dan berlalu pergi. Gaby yang melihat Raka meninggalkan acara, ia segera menyusulnya.

"Liat kan. Langsung mabuk dia," ucap Suga.

"Boleh pulang kan?" tanya Nika.

Suga menatap beberapa murid yang sudah meninggalkan acara. Walaupun cenderung lebih banyak yang masih mengikuti acara.

"Lo bawa pulang aja deh Fiona," ucap Suga.

Sherryl yang dari tadi hanya diam akhirnya angkat bicara. "Tapi kan gue pasangan lo. Lo harus ikutin acara sesuai sama apa yang pasangan lo mau."

Nika mengeryit. "Emangnya ada aturan kaya gitu disini?"

"Gue denger-denger sih ada. Lo bisa pulang sesuai sama apa yang pasangan cewek lo mau." Suga memutar bola matanya malas. Tiba-tiba saja ia menjadi kesal dengan Sherryl.

Nika menghela nafas lalu menatap Sherryl. Sherryl yang baru kali pertama ditatap Nika malah menjadi sangat gugup.

"Lo itu saudaranya Fiona kan? lo gak bisa liat ya kalo saudara lo itu udah mabuk? apa lo pura-pura gak liat?" tanya Nika. Untuk kali pertamanya ia berbicara menggunakan kata lo-gue kepada perempuan.

Mata Sherryl membulat. Ia tertawa miris.

Fiona menepuk-nepuk meja dengan pelan. Ia sudah kehilangan kesadarannya. Matanya terlihat lebih sayu dari yang sebelumnya.

"Ayolah, kita bermain lagi. Apa itu? ah iya minuman itu sangat lezat." Fiona bergurau karna sudah sangat mabuk.

Sherryl menatap Fiona dengan tatapan iri. Ia bangkit dari duduknya dan menatap Nika. "Yaudah, kamu bisa pulang sekarang." Lalu Sherryl meninggalkan Raka, Nika dan Fiona.

"Apa semua perempuan kaya dia?" tanya Suga kepada Nika dengan sedikit khawatir.

Nika menghela nafas lalu menggeleng. "Tidak semua." Lalu ia menatap Fiona yang sudah larut dalam tidurnya.

*

Nika menatap Fiona lalu melihat kedalam rumah Fiona. Ia sudah berada di depan rumah Fiona. Nika hanya takut membawa Fiona pulang dengan keadaan seperti ini.

Fiona membuka matanya secara perlahan. Ia tertawa pelan dan itu cukup membuat Nika terkejut.

"Eng--" Nika menghela nafas, Fiona lagi-lagi kembali bergurau.

"Raka itu baik. Ya, dia anak baik. Tapi aku pasti membuatnya marah." Lantur Fiona. Tanpa ingin mengganggu Fiona, Nika memilih diam seraya mendengarkan.

"Dia suka padaku. Dia sangat berani mengatakannya padaku. Tapi aku sungguh tidak menyukainya. Aku tidak bisa memaksakan hatiku untuk Raka karna aku benar-benar menyukai Nika."

Nika menatap Fiona. Ia sedikit tersenyum. Tangannya terulur untuk mengelus rambut Fiona, tapi ia kembali mengurungkannya. Ia ingin mendengar lebih dari Fiona. Ia ingin Fiona berbicara dan mengatakan padanya tentang perasaannya.

"Tapi Nika sama sekali tidak menyukaiku. Aku tau itu. Aku bahkan bingung, kenapa dia tiba-tiba berubah. Aku lebih senang sikapnya yang selalu dingin karna dengan itu aku bisa bebas menggodanya. Dia benar-benar sudah bisa bersikap manis sekarang."

Nika tertawa. "Baiklah aku akan menjadi yang terbaik untukmu."

Tidak ada jawaban, Nika tau kalau Fiona kembali larut dalam tidurnya. Ia segera keluar mobil dan menggendong Fiona masuk kedalam rumahnya.

Ayahnya yang sudah menunggu sejak tadi di ruang tamu segera membukakan pintu.

"Astaga anak ini," ucap Ayahnya.

Nika tersenyum ragu. Ia benar-benar tidak enak membawa Fiona dalam keadaan seperti ini.

"Kenapa kamu diam saja? bawa saja Fiona masuk." Ayahnya memberi Nika jalan untuk masuk.

"Ah iya om, permisi." Nika segera membawa Fiona masuk dan menaruhnya disofa. Rose yang sudah tau Fiona sudah pulang segera membawa selimut dan bantal untuk Fiona.

"Makasih ya, Nak, Nika. Sudah menjaga Fiona," ucap Ayahnya.

Nika menatap Ayah Fiona bingung. Ia sama sekali tidak marah saat Nika membawa Fiona pulang dalam keadaan seperti itu? benar-benar diluar dugaannya.

"Kenapa, Nak Nika diem aja? jangan khawatir. Fiona sudah memberitahu kami resiko ikut acara promnight ini. Lagipula ini yang terakhir kan? kelas 12 sudah tidak ikut lagi?" ucap Rose.

"Iya tante. Kalo gitu maaf ya Nika gak bisa nahan Fiona untuk minum. Tapi lain kali Nika janji bakal jagain Fiona," ucap Nika.

Ayah dan Ibu Fiona tersenyum lega. "Tolong bantu kami menjaga Fiona yah."

"Baik, Om, Tante. Kalo gitu Nika pamit pulang ya, soalnya udah malem."

Ayah dan Ibunda Fiona mengangguk. "Terimakasih sudah mengantar Fiona ya, Nika. Salam untuk mamahmu."

Nika mengangguk lalu mencium kedua tangan orangtua Fiona dan segera pulang. Menunggu hari esok. Ia ingin memberi sedikit kejutan untuk Fiona.

*

23 August 2018
Finish edit!

Hurts To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang