Ketika bunga yang layu mulai tumbuh dan menemukan mataharinya, kau harusnya mulai tau, kalau bunga butuh waktu untuk mekar.
*
Nika menatap Fiona dalam diam. Beberapa langkah lagi keduanya sampai di rumah masing-masing. Tapi tiba-tiba saja langkah Fiona melambat. Nika paham, sepertinya ada yang ingin ia bicarakan.
"Bicaralah, aku akan mendengarkannya kali ini," ucap Nika seraya duduk di bangku yang tidak jauh dari rumahnya.
Fiona menatap Nika ragu walaupun akhirnya ia ikut duduk di sebelah Nika. Lima menit berlalu, keduanya hanya diam dan tidak saling bicara. Fiona hanya takut kalau Nika tidak akan mendengarkan ceritanya, Fiona juga takut menceritakan soal keluarganya kepada Nika.
Nika menghela nafas. "Kau ragu padaku? aku benar-benar akan mendengarkanmu kali ini."
"Kenapa kamu berubah? dulu kamu banyak diam. Aku lebih menyukai itu dibanding kamu yang sekarang. Bahkan sekarang kamu berani memujiku. Aku bingung." Fiona memijat pelipisnya.
Nika menatap Fiona. "Aku sejahat apa dulu?"
Fiona diam sebentar. Sampai ahirnya ia berani angkat bicara. "Kamu itu jahat banget. Dulu setiap aku ngomong gak pernah dijawab. Rasanya, aku kaya temenan sama tembok. Tiap aku mau mulai cerita pasti kamu langsung pakai earphone kesayangan kamu itu, dan aku membencinya."
"Kau membenciku?"
"Iya aku membencimu. Membenci diriku sendiri yang rela jatuh cinta dengan orang yang sama sekali tidak mengerti perasaanku." Fiona memainkan jemarinya.
Nika hanya diam. Apa dia dulu sejahat itu?
"Kau menyukaiku?" tanya Nika.
Mata Fiona membulat lalu kepalanya menggeleng dengan cepat. "Itu dulu."
"Kenapa? aku mau menyukaimu mulai hari ini."
"Berhenti menggodaku."
"Aku benar-benar menyukaimu."
Fiona menatap mata Nika yang tampak sangat serius dari sebelumnya. Jantung Fiona berdetak, setiap Nika mulai berbicara, Fiona selalu kesulitan untuk bicara.
"Aku ingin mengubah nasibmu. Percayalah, terluka sendirian itu sakit. Aku ingin membantumu melepas bebanmu itu." Fiona hanya diam. "Aku tau masalah keluargamu."
"Darimana kau tau?"
Nika diam sejenak. "Waktu acara pertunangan makan malam itu aku datang. Aku melihat kau menangis setelah bicara dengan Ayahmu. Bahkan Ayahmu menjelaskan kalau ia ingin menikah lagi setelah bercerai dari Ibu kandungmu."
Fiona menatap Nika dengan tatapan tak percaya. Ia menjadi semakin malu dengan dirinya sendiri. Ia sedikit tertawa lalu kepalanya menunduk. Mulai diam dalam tangis.
"Sekarang aku mulai merasa kalau aku menjijikan."
"Tidak, kamu tidak seperti itu."
Fiona menghapus air matanya. "Iya, aku tidak bisa membuat orangtuaku kembali utuh, aku tidak bisa mempertahankan keduanya untuk bersama-sama lagi, aku bahkan tidak tau dimana Ibuku sekarang. Ibuku sama sekali tidak mengabariku." Fiona menangis sejadi-jadinya.
Baru kali ini, Nika melihat Fiona menangis. Yang tadinya Nika berfikir kalau Fiona sangat aneh karna dia selalu ceria, kini ia percaya, tiap orang yang terlihat bahagia belum tentu ia bahagia.
"Ayo kita sama-sama bangkit dari masalah ini. Kau ingin membuat semua orang bangga padamu kan? marah atau diam merenungi masalahmu bukanlah jalan keluar yang baik. Kamu hanya harus menunjukannya saja, kalau kamu bisa bangkit walaupun kamu harus berjalan sendirian."
Fiona menatap Nika. Ia mencoba menghentikan tangisnya. Nika tersenyum lembut lalu membuka tangannya lebar-lebar.
Fiona tersenyum lalu memeluk Nika. "Terimakasih."
"Sama-sama."
Tanpa Fiona dan Nika sadari. Niko dan Crystall menatap keduanya di atas balkon. Crystall segera mengambil gambar dan menyimpannya.
"Abangku berani sekali memeluk perempuan di depan rumah orang," ucap Niko.
Crystall berdecak. "Masih mending bang Nika yang mau berubah dibanding bang Niko yang menyatakan cinta saja tidak berani. Payah!"
Mata Niko membulat. "Beraninya kau anak kecil!"
*
Hari ini adalah hari senin. Seperti biasa anak murid SMA Mulia harus melaksanakan upacara pagi. Sebenarnya hari ini tidak belajar karena acara promnight dan juga ulang tahun sekolah akan berlangsung besok siang. Tapi karena absen kehadiran juga penting untuk nilainya, jadi Fiona terpaksa masuk.
Nika juga sudah sangat bosan mendengar amanah yang sama dari kepala sekolahnya setiap upacara. Yang dibicarakan selalu tentang tata tertib sekolah dan bagaimana menjadi murid yang sangat disiplin.
Sedangkan Raka, Rian dan Rio menggoda adik kelas yang baru saja masuk ajaran baru. Wajar saja mereka bersemangat pagi ini karna adik kelasnya memang sangat cantik-cantik.
Upacara telah usai. Dan sekarang Fiona tidak tau ingin melakukan apa. Bagusnya guru-guru mengatakan kalau hari ini bebas tidak hanya di dalam kelas saja. Kalau ia hanya di dalam kelas saja, mungkin Fiona bisa gila.
"Fiona!" Sherryl berlari menghampiri Fiona.
"Apa?"
"Bantu anak OSIS yuk. Anak OSIS yang lain kekurangan orang ni soalnya beberapa ada yang sakit." Mata Sherryl membulat tanda memohon. Dan Fiona sangat membencinya.
"Berhenti natap gue kaya gitu ah, lo tau gue kasian sama lo kalo lo natap gue kaya gitu," ucap Fiona.
Sherryl semakin memasang wajah nya yang melas. Sadar sebentar lagi triknya berhasil, Sherryl terus berusaha.
Fiona menghela nafas. "Ah, baiklah!"
"Yeay, lo dapet bagian sama Raka ya! Suga sama Nika terus Rio sama Rian. Gue pergi dulu mau cek suasana panggung." Sherryl berlalu pergi seraya menepuk pundak Fiona dua kali. Padahal Fiona masih ingin bertanya.
"Fi?"
"Eomma!" Fiona menutup matanya saat ada yang memukul pundaknya.
Fiona menghela nafas saat melihat Raka yang menepuk pundaknya.
"Ayo bekerja! Hwaiting!" Raka berlalu pergi.
Rian dan Rio datang. Mereka berdua menunjukan cengiran khasnya. "Ayolah, lo harus semangat! Daripada diem aja!"
Rian dan Rio menarik Fiona untuk segera menjalankan tugasnya. Suga yang melihat itu hanya tersenyum dari kejauhan.
"Maaf ya, Ga, kayanya kali ini gue yang menang ambil hati dia deh."
*
11 Agustus 2018
Finish edit!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurts To Love
Teen FictionKetika cinta melukai, disitu cinta juga semakin menguatkan. Menunggu, sampai dia yang dicinta kembali. Menunggu, sampai takdir mengubah segalanya. Novel ini mengajarkan kalian tentang perjuangan, persahabatan, kekeluargaan dan persaudaraan. Mengajar...