Dua Puluh

1.3K 58 3
                                    

Fiona masih menatap makam Ibundanya. Ia mengelus papan yang tertulis nama Ibunya. Rasanya seperti mimpi. Rasanya ia sangat membenci hari ini. Ia menggenggam surat yang Ibunya berikan dengan erat. Mungkin sudah tidak terbaca karna luntur dengan air matanya. Ibu tirinya membawa Ayahnya pulang karna kondisinya semakin tidak membaik.

Raka, Suga, Sherryl, Rio, Rian dan Nika menemani Fiona. Karna hari baru saja larut malam. Nika hanya diam. Entah kenapa hatinya juga ikut merasakan sakit. Ia mengingat kejadian masa lalunya dengan Ayahnya.

Sherryl ikut berlutut dan mengelus pundak Fiona. Mencoba memberi kekuatan kepada Fiona agar ia bisa melepaskan Ibunya. Tadinya, mereka ingin memberi kejutan untuk Fiona, mendengar kabar duka, mereka langsung segera kerumah Fiona dan membatalkan acara ulang tahun untuk Fiona.

Fiona menggenggam tanah pada makam Ibunya. Rasanya sakit sekali sampai ia tidak bisa berbicara.

Lidahnya kelu. Apa ini rasanya saat orang yang kita sayangi pergi begitu cepat? apa ini rasanya melihat orang yang kita sayangi tidak lagi bisa menggapai tangan kita?

"Fiona ini udah larut malam. Kita harus pulang," ucap Sherryl.

Tapi Fiona malah menggeleng.

"Bunda lo pasti sedih liat lo kaya gini, Fi. Lo harus kuat ya?" ucap Rian mengelus pundak Fiona.

Kali ini Fiona hanya diam. Ia kembali menatap makam Ibunya lalu menghela nafas panjang. Ia bangkit lalu memutuskan untuk segera pulang. Ia menangis, tanpa suara. Ia menangis, dalam bisu. Apalagi yang lebih sakit dari itu semua? Saat kita merasakan luka dalam sendirian.

Fiona fikir hidupnya akan semakin baik-baik saja. Tapi, malah dipenuhi dengan luka. Dan dia benar-benar berjalan sendirian untuk itu.

*

Fiona duduk di ruang tamu. Yang lain sudah pulang menyisakan Raka, Suga dan Nika. Ayahnya masih menangis, Fiona mendengar dengan jelas suara itu di kamar Ayahnya.

Ini juga akan sangat sulit untuk Ayah. Fiona tidak marah dengan Ayahnya atas kepergian Bunda karna masalah kemarin. Fiona memahami, kalau Ayahnya juga sangat kehilangan.

Suga menghela nafas. Ia memutuskan mengambil air minum untuk Fiona. Fiona menoleh saat Suga menyodorkan air minum untuknya. Tanpa basa-basi Fiona segera menerimanya.

"Kalo kamu besok gak bisa ikut promnight jangan terlalu dipaksain yah," ucap Nika. Fiona hanya menganggukan kepalanya.

"Biar gue yang bilang panitianya besok." Sahut Raka.

Fiona mengangguk. "Makasih ya semuanya." Fiona kembali meneteskan air matanya. "Tapi kalian kan tau kalo gue harus dateng."

Suga berlutut di depan Fiona yang sedang duduk di kursi. Ia menghapus air mata Fiona. Nika dan Raka yang melihatnya, mulai bisa memaklumi. Karna mereka dekat sejak kecil.

"Gak apa-apa, Fi, nangis aja. Kita semua tau ini berat untuk lo ya kan? tapi lo gak boleh sedih terus. Cukup hari ini. Lo gak mau kan liat Ibu lo juga sedih disana. Karna dia pergi juga bukan kemauan dia tapi karna Allah sayang sama Ibu lo, makanya dia manggil Ibu lo lebih dulu."

Nika duduk di samping Fiona. Ia mengelus pundak Fiona. "Kamu cuma butuh bangkit dari keterpurukan dan kesedihan kamu. Kita gak bisa berbuat banyak, karna yang bisa membuat diri kamu menjadi diri yang lebih baik hanya diri kamu sendiri."

Raka mengangguk setuju. "Lo pasti bisa, Fi. Kita kenal lo adalah cewek yang kuat. Yang selalu ceria dalam hal apapun. Kalo lo kangen sama Ibu lo, lo bisa sholat dan kirim doa untuk dia."

"Makasih ya, kalian udah mau dateng dan bantu gue disaat gue susah." Fiona menghapus air matanya.

Nika, Raka dan Suga mengangguk.

Hurts To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang