'It’s hard even to breathe'
— [Bigbang - Loser].
Sejak sang putra memasuki unit gawat darurat, sang ibunda tak hentinya menangis. Mengiba dengan kondisi putra semata wayangnya yang tergolek lemah diatas brangkar, diambang kehidupan serta kematian yang kapan saja memeluknya. Hyungseob disana, menemani ibunda Woojin sesekali menguatkan wanita senja itu, memberikan janji jika putranya akan baik-baik saja.
Gadis semampai dengan potongan rambut pendek mengerti benar, jika Woojin terlampau dicintai oleh kedua orang tua. Terlahir sebagai anak tunggal dalam keluarga cukup terpandang, membuatnya menerima begitu banyak cinta dari ayah maupun sang ibu.
Si kepala keluarga Park datang, berlari tergopoh-gopoh masih dengan setelan pakaian kerja. Mendekati sang istri saya lantas merengkuhnya hangat. Mencoba menenangkan jiwa kalut ibu Woojin, meskitak dipungkiri jika ia tengah dirundung cemas dan ketakutan dalam hati.
Hyungseob menatap sedih. Jika sudah seperti ini, lantas mengapa Woojin memilih jalan yang begitu sempit tampa berpikir dua kali? Ia adalah harapan satu-satunya dalam keluarga, putra yang begitu dibanggakan ayah dan ibu Park. Lantas mengapa pria itu berperilaku demikian, yang membuat orang tuanya bersedih?
Jujur saja, Hyungseob sama khawatirnya. Ia gelisah. Meremas jari-jari kurusnya berusaha meredam cemas. Pasca menemukan Woojin yang tergolek tak sadarkan diri dengan beberapa pil tidur disisinya, Hyungseob tak dapat tenang barang sedikit. Untung saja shiftnya sudah selesai, agaknya kejadian barusan tidak akan bertambah sulit karena pekerjaannya yang menumpuk. Ia bertanggung jawab sebagai wali si pria Busan itu.
"Dokter! bagaimana dengan anakku?! katakan bagaimana ia"
Hyungseob berjengit manakala orang tua Woojin, mendesak dokter dengan pertanyaan seputar kondisi sang anak. Dokter Jeon tersenyum tipis. Wanita cantik dengan irisnya yang setajam rubah berujar tenang. Mengatakan jika kondisi Woojin berangsur stabil, meski tadi sempat melalui masa kritis.
"Pasien banyak kekurangan cairan, kekurangan nutrisi dan dehidrasi. Tak ada yang perlu dicemaskan. Jika kondisinya berangsur membaik, pasien bisa dipindahkan ke bangsal rawat"
Hyungseob mendesah lega. Satu kabar baik untuknya datang, tak dipungkiri jika hatinya mulai ringan.
Sepeninggal Dokter Jeon, ibu Woojin mendatangi kamar rawat sang anak yang masih dalam keadaan tak sadarkan diri (dokter jeon bilang jika woojin mungkin saja akan tertidur lebih lama entah untuk alasan apa).
"Hyungseob-ah"
Si perawat muda buru-buru memberi salam kepada kepala keluarga Park. Pria yang menjabat sebagai ketua Jn grup, tersenyum hangat kepada si mungil. Berucap terimakasih karena telah menyanggupi permintaan ibu Woojin untuk mendatangi unit putranya.
"Jika saja Hyungseobie tak datang, aku tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi saat ini. Aku benar-benar berterimakasih nak. Kau bertindak cepat untuk putra kami"
Hyungseob tersenyum tipis. "Bibi terdengar cemas disambungan telepon saat itu, tanpa pertimbangan aku harus cepat mendatanginya. Lagi pula, Woojin temanku.. dan paman tak usah berterimakasih untuk hal itu"
Di usapnya rambut legam si perawat. Hyungseob mematung sesaat namun kembali menerbitkan senyuman.
"Aku sudah mendengar hal ini dari ayahmu. Mengenai Jihoon dan Jinyoung. Sedikit banyak bocah nakal itu pasti bersedih lantas berujung seperti sekarang. Aku tak ingin berkomentar banyak dan mencampuri urusan para anak muda, biar saja ia yang menyelesaikan masalah ini dengan dewasa. Aku berharap jika pernikahan saudarimu lancar hingga hari pemberkatan"
KAMU SEDANG MEMBACA
Still love you ;jinseob + deepwink ✔
FanfictionHyungseob hanya berharap, sedikitnya.. Woojin berbalik untuk menatapnya. (-) gs for bottom ©bibirsungwoon2018