1.3

1.5K 376 22
                                    






'Because i love you, because saying i love you. isn't enough, no matter what word i say'

- [Seventeen - Don't wanna cry].












"Oh! Park Woojin-ssi? bisa mendengar suaraku? akan kupanggilkan dokter Jeon"

Woojin memindai seisi ruangan yang didominasi warna putih. Melirik lengannya yang sudah terhubung selang infus. Ah-- ia dirumah sakit rupanya.

"Woojin!"

Wanita berpostur semampai dengan seragam perawat rumah sakit, muncul dengan napas tersengal. Woojin melirik sosok mungil itu dari ujung matanya. Ia terlalu lemah untuk sekedar menoleh.

"Syukurlah kau sadar, segera katakan padaku jika kau merasakan sakit"

Hyungseob terlihat cemas. Gurat wajahnya begitu gelisah dengan bulir keringat didahi mulusnya.

"Kau haus? ingin minum? biar kubantu"

Woojin menerima bantuan si mungil. Ia sadar jika saat ini tenaganya sangat tidak memungkinkan untuk hal semudah mengangkat gelas.

Woojin berhasil membasuh tenggorokan keringnya berkat bantuan Hyungseob. Tak lama kemudian dokter yang menanganinya datang. Memeriksa keadaan si pasien yang sadar setelah melewati tiga hari untuk tidur.

"Jika kondisinya berangsur membaik, ia sudah diperbolehkan untuk pulang besok lusa"

Hyungseob mengangguk. Dokter bernama Jeon Wonwoo tersenyum tipis.

"Lain kali jangan menelan pil tidur melebihi dosis. Perhatikan juga pola makanmu Park Woojin-ssi. Semoga lekas sembuh"

Wonwoo undur diri, menyisakan Hyungseob dan Woojin dalam hening. Hyungseob tak tau harus membuka topik apa saat Woojin sendiri masih terlihat lemas. Ia tak ingin memberatkan pria itu sebelum kondisinya pulih benar.

Tapi selepas semuanya, Hyungseob bersyukur agaknya Woojin kembali sadar meski harus melewati beberapa hari. Ia jadi ingat ketika menemukan pria Park itu tergeletak tak sadarkan diri tempo hari, dengan beberapa pil tidur yang berserakan disekitarnya.

Tempo hari, ibu Woojin menghubunginya. Membombardir ponsel Hyungseob dengan panggilan berulang kali, (saat itu ia sedang piket malam). Ibu Woojin berkata jika sang anak tak juga mengangkat panggilannya, dan beberapa hari terakhir Woojin tak juga pulang ke rumah utama.

Hyungseob kaget tentunya. Khawatir mendominasi. Kembali teringat ucapan sang kakak, mengenai Woojin yg mulai saat ini dipercayakan padanya. Dengan langkah seribu, Hyungseob mendatangi unit si pria, lantas menemukan sang pemilik dalam keadaan jauh dari kata baik. Dalam kondisi unitnya yang gelap gulita, Woojin disana— kehilangan sadarnya.

Dokter Jeon berkata jika ia dehidrasi juga kekurangan cairan. Ditambah obat tidur yang dikonsumsi melebihi batas. Hyungseob cemas setengah mati. Segala pikiran buruk sudah memenuhi kepala kecilnya, namun cepat-cepat ia tepis. Woojin pria kuat, Hyungseob yakin ia akan baik-baik saja.

"Ibuku?"

Hyungseob berjengit. Saat ia sedang bergelut dengan pikiran, tiba-tiba saja Woojin bersuara.

"Bibi pulang untuk mengemas beberapa pakaian dan akan kembali setelah jam makan malam nanti. Ada yang kau butuhkan Woojin?"

Bagaimana dengan Jihoon? Ah, Woojin lupa jika mereka (jihoon dan jinyoung) pasti sedang sibuk mempersiapkan pernikahan. Mungkin sampai ia mati pun, gadis itu tak akan pernah muncul kembali dihadapannya.

Woojin merasa bodoh untuk hal demikian.

"Woojin?"


"Aku ingin istirahat. Bisakah— kau meninggalkanku? Aku tak ingin diganggu siapapun"


Hyungseob mematung. Namun cepat-cepat bangkit dari kursinya, menatap sendu pria yang nampak sekali tak ingin terlibat kontak mata dengannya.


"Jika membutuhkan sesuatu, tekan tombol diatas— aku, ah! Maksudku-- perawat Yoo akan datang. Cepatlah pulih, dan— semoga bermimpi indah Woojin"



Untuk suatu alasan, Woojin kembali menangis—tanpa suara—dibangsalnya.





































▪ still love you ▪















































"Bagaimana keadaan pasien yang ditangani dokter Jeon?"

Hyungseob tersenyum tipis, mengangguk singkat menandakan jika Woojin dalam keadaan baik. Ia hanya terlampau lemah untuk sementara waktu, dan Hyungseob yakin pria itu akan pulih dengan cepat.

"Dokter Kang ingin pulang sekarang?"

Daniel mengangguk. Sebelumnya ia sudah berganti pakaian ke mode lebih santai, seperti anak-anak muda zaman sekarang.

"Kalau begitu, hati-hati dijalan"


"Kau juga"


Hyungseob mengejap bingung. "Y-ye?"


" Kau juga, lekaslah pulang dan beristirahat Hyungseob-ah. Dua hari terakhir kau selalu menginap disini, piket malammu sudah selesai kan? Lekaslah bersiap, aku akan mengantarmu pulang"



Hyungseob mengulum bibir gelisah. Ia tak bisa pulang begitu saja, saat Woojin mungkin saja akan membutuhkannya nanti. Hyungseob tidak bisa meninggalkan pria itu.


"Dokter Kang, aku—"


Daniel mengembuskan napas berat. "Karena pasien dokter Jeon? Katakan padaku, apa ini karena kekasih kakakmu itu?"


Percayalah, Daniel hanya tak ingin perawat mungil itu memaksakan diri hingga berujung tumbang. Bukankah kasus kelelahan berujung meninggal cukup masyhur didunia mereka? Daniel hanya tak ingin Hyungseob menjadi salah satu korban. Gadis itu butuh istirahat. Daniel bahkan paham betul bagaimana lelahnya Hyungseob hanya dari sorot matanya.




"Setidaknya tidurlah untuk malam ini. Jangan menunggu hingga subuh datang. Perhatikan juga makananmu, aku hanya tak ingin rekanku jatuh sakit"





Hyungseob menghangat mendengarnya. Dokter yang memiliki garis mata sipit dengan satu titik manis dibawah mata kanannya, benar-benar seorang yang hangat dan perhatian. Hyungseob kembali paham mengapa Daniel mampu membius banyak orang dengan pesonanya.



"Aku mengerti dokter, setelah selesai aku akan beristirahat"




"Aku lebih senang jika kau pulang malam ini"



Tangannya terangkat mengusak helai legam milik si gadis. Tersenyum tipis setelahnya.


"Kalau begitu aku pulang. Ingat! Jangan paksakan dirimu"



Selepas perginya Daniel, Hyungseob masih menatap punggung luas si dokter anak dengan sendu.


"Dia.. bukan lagi kekasih kakakku-- dokter"







Still love you ;jinseob + deepwink ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang