Terhitung sudah satu bulan Hyungseob disibukan dengan pekerjaan dirumah sakit. Satu bulan itu juga, ia berhasil menyesuaikan diri dengan mudah. Beberapa senior mengatakan jika ia adalah gadis yang ceria, memiliki aura positif yang membuat orang disekitarnya nyaman berdekatan dengan Hyungseob.Terlepas bagaimana Hyungseob dimasa lalu, kini ia lebih baik seolah terlahir kembali dengan sifat yang bertolak belakang.
Dan mengenai rekan dokter yang ia dampingi— Daniel, adalah pria yang baik. Memiliki pribadi yang hangat dengan senyuman manis yang tak segan ia berikan untuk siapapun. Pria Kang itu sama sekali tak memanfaatkan kedudukan sang ayah, yang tak lain pemilik dari rumah sakit dimana Hyungseob bekerja. Daniel merintis kariernya dari nol, tanpa bantuan kekuasaan orang tuanya.
Hyungseob semakin dibuat kagum dengan pria besar itu. Sosok mandiri yang hangat disegani orang-orang. Kang Daniel memang patut menerima banyak cinta.
"Hyeongseob-ah, ingin makan siang bersama?"
Hyungseob sempat gelagapan. Hendak menguncir rambut pendeknya agar tak mengganggu.
"Oh, dokter Kang. Ingin makan siang?"
Daniel terkikik lucu. "Bukankah sudah kubilang untuk memangil namaku ketika kita berada diluar jam bekerja?"
Hyungseob mengangguk kikuk. "Tapi kita masih berada di area rumah sakit dokter--"
Daniel menatapmya sembari tersenyum menggoda. "Jadi jika tidak berada diarea rumah sakit kau akan memanggilku Daniel-oppa?"
Pria lebih tua tiga tahun darinya terbahak, begitu mendapati pipi putih Hyungseob merona tipis.
"Astaga, benar yang dikatakan dokter Lai menggodai mu sangat menyenangkan Hyungseob-ah. Oh, jangan ikat rambutmu biarkan tergerai. Kau— jauh lebih cantik"
Hyungseob mendengus. Kang Daniel dan Lai Kuanlin dari divisi spesialis penyakit dalam memang gemar menggodanya. Dua pria tinggi itu bahkan sering kali mengusili Hyungseob diluar rumah sakit.
Omong-omong, Hyungseob tak akan mudah tertipu dengan trik Daniel.
"Baiklah, hari ini oppa yg membayar makananku. Kajja~ kebetulan aku ingin makan daging"
Lagi pula, Hyungseob telah menganggap Kang Daniel seperti seorang kakak untuknya.
Tentu tanpa melibatkan perasaan apapun kepada dokter Kang.
▪ still love you ▪
Jihoon membungkam bibir dengan telapak tangannya yang gemetar. Airmatanya lolos dengan mudah. Menatap nyalang benda tipis dalam genggamannya yang lain. Tubuhnya gemetar hingga tungkainya tak lagi kuasa menahan beban tubuh. Jihoon merosot, membentur lantai kamar mandi yang dingin.
Ia hamil.
Alat pendeteksi kehamilan ditangannya menunjukan tanda positif.
Jihoon mengandung benih cintanya dengan sang kekasih— Bae Jinyoung.
Jihoon bahagia, wanita mana yang tak senang ketika dirinya dipercayai Tuhan untuk dititipkan nyawa lain. Jihoon senang, namun entah bagaimana airmatanya semakin deras.
Seharusnya ia bersuka cita menyambut calon bayinya dengan orang terkasih. Namun saat ini, satu bulan belakangan Jinyoung seakan menghindarinya. Pemuda itu akan berbalik arah jika Jihoon tak berada jauh dari tempatnya. Jinyoung menolak ketika Jihoon mengajaknya bertemu. Meski pesan dan panggilannya tak diabaikan, Jihoon merasa kosong.
Lantas bagaimana ia sekarang?
Mengirimkan pesan singkat kepada pemuda Bae, lalu mengatakan dirinya mengandung? tidak. Ini bukan persoalan yang mudah disampaikan melalui ponsel. Jihoon harus menemui prianya besok, jika Jinyoung tetap menghindarinya-- Jihoon akan tetap mengekorinya hingga pria itu mau berbicara lagi dengannya.
Tangannya terangkat. Menyentuh permukaan perutnya yang lima atau enam bulan lagi akan mulai membuncit.
Jihoon tersenyum kecil. Menyapa bayinya. "Kau disini? ini ibu, baik-baiklah disana. Ibu pastikan, ayahmu akan segera mengetahui keberadaanmu sayang"
[...]
Hyungseob mendecih saat membaca notifikasi pesan. Membalas cepat dengan bibir mengerucut lucu, tanpa sadar Daniel tengah memperhatikannya sembari tersenyum.
"Kau terlihat bersemangat, pesan dari kekasihmu?"
Ujar pria Kang dengan tangan yang tak berhenti berhenti beroperasi memanggang daging. Hyungseob mendengus. Kekasih apanya.
"Bukan kekasihku, hanya teman. Ia memintaku untuk memberikannya hadiah kelulusannya"
Daniel mengangguk-angguk mengerti. Melahap beberapa potong daging yang sudah terbungkus daun selada.
"Berikan saja jas, aku rasa itu akan sangat berguna ketika ia bekerja nanti"
Hyungseob mendengung. Ide yang Daniel berikan nampak tak buruk. Baiklah satu paket jas lengkap akan meluncur sebagai hadiah untuk Park Woojin.
"Kau menyukainya Hyungseob-ah?"
Hyungseob menggeleng ribut. Apa orang-orang akan mudah menebak perasaanya terhadap Park Woojin?
"Ti-tidak! oppa bicara apa! dia itu menyebalkan, selalu membuatku repot. Gemar menggangguku dan--"
Daniel tersenyum. "Kau tak mungkin tidak menyukainya, saat begitu bersemangat menceritakan tentangnya Hyungseob-ah. Astaga— lihat kau bahkan merona"
Hyungseob menunduk. Apa ia tak akan bisa melupakan sedikit saja perasaannya terhadap Woojin? hingga Daniel yang notabenya orang yang belum lama ia kenal, mampu menebak dengan benar bahwa Hyungseob menyukai pria Park itu.
"Katakan saja pada pria itu jika kau menyukainya. Cinta yang disembunyikan hanya akan menyakiti dirimu"
Daniel benar. Tapi-- haruskah ia jujur? lalu bagaimana dengan sang kakak? bagaimana persahabatan mereka ketika Woojin mengetahui perasaan Hyungseob yang sebenarnya?
"Kurasa tidak oppa. Lagi pula, ia kekasih kakakku mereka telah bersama hampir tujuh tahun. Bukankah itu tanda jika aku tak memiliki kesempatan?"
Hyungseob menatap manik sipit Daniel. Pria Kang nampak membisu, memilih diam enggan menjawab sebab bola mata Hyungseob telah mengatakan segalanya. Rasa sakit serta cinta yang begitu tulus bercampur disana.
"Eiy, mengapa jadi suram begini. Bibi aku minta satu porsi lagi"
"Ya! yang kau pesan itu memakai uangku Hyungseob!"
Setidaknya, melihatnya tertawa lebih dari cukup untuk Daniel.
Mulai saat ini, ia berjanji akan menjaga perawat mungilnya, dari apapun yang akan menyakiti gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still love you ;jinseob + deepwink ✔
FanfictionHyungseob hanya berharap, sedikitnya.. Woojin berbalik untuk menatapnya. (-) gs for bottom ©bibirsungwoon2018