*****Saat ini Vanka sedang berjalan menuju ke kelasnya bersama Novi dan Anne sehabis dari perpustakaan.
"Jadi, gimana nasib Ryan kemarin, Van?" tanya Novi yang teringat tragedi di kantin kemarin.
"Dia bahkan nggak dihukum," jawab Vanka dan mendengus.
"Kita udah negur lo kan, Van? tapi lo enggak peduli. Dan sekarang lo udah tahu kan akibatnya?" sinis Anne.
Novi menatap Anne dengan tatapan memperingati.
"Jaga nadamu. Lagian niat Vanka baik," tegur Novi.Anne memutar bola matanya jengah. Bahkan Novi lebih memilih membela Vanka yang notabatenya adalah orang baru di sini. Jujur saja, Anne kurang menyukai kehadiran Vanka di sekolah ini.
"Udahlah! Gue yang salah kok. Dan sekarang gue yakin hidup gue gak akan bisa tenang," ratap Vanka. Ia teringat kejadian tadi pagi.
Saat sibuk meratapi nasibnya, Vanka terjungkal kebelakang karena seseorang menabraknya hingga membuatnya terjatuh.
Vanka meringis kesakitan dan memusut pantatnya yang terbentur lantai keramik. Ia pun berdiri dan hendak memarahi orang yang menabraknya.
Dan orang yang menabraknya ternyata adalah Ryan. Tepat di belakangnya berdiri ketiga temannya.
Novi dan Anne memilih menjauh karena tidak berani. Mereka bukannya tidak mau membantu Vanka, hanya saja mereka tidak mempunyai keberanian untuk ikut campur.
"Lo pasti sengaja,kan?" tuding Vanka emosi.
Ryan menatap Vanka dengan wajah datarnya.
"Biar apa?""Biar lo bisa balas dendam!" tukas Vanka penuh amarah. Saat ini pun mereka menjadi bahan tontonan lagi oleh siswa-siswi sekitar seperti di kantin kemarin.
"Dendam itu gak bagus," kata Ryan sok bijak.
"Udah?" tanya Ryan.
"Kita belum selesai!" kata Vanka masih dengan emosinya. Berhadapan dengan Ryan selalu berhasil membuat emosinya memuncak.
Tapi Ryan tak mempedulikannya dan berlalu.
Vanka menggeram. Ryan menghentikan langkahnya dan kembali menoleh.
Ryan berdecak kesal.
"Rafa,Arsen,Danies!" teriak Ryan memanggil ketiga temannya yang masih terdiam di tempat.Seakan paham mereka pun mulai beranjak. Namun, sebelum melewati Vanka, satu-satu dari mereka membisikan sesuatu kepada Vanka.
"Ikuti saja permainannya," bisik Arsen dan berlalu.
"Lihat bagaimana endingnya," bisik Danies.
Hingga Rafa yang terakhir.
"Buat dia jinak. Gue akan bantuin lo."Vanka kebingungan menangkap semua perkataan mereka.
Ikuti permainan? Lihat endingnya? Buat dia jinak?
Vanka takkan sanggup menjinakan Ryan. Karena dia rasa Ryan itu adalah orang gila. Gila kekuasaan.
"Vanka! Ayo!" seru Novi dari depannya.
Buru-buru Vanka beranjak dari tempatnya karena Novi memanggilnya untuk segera ke kelas.
Di sisi lain, Ryan tertawa terbahak-bahak saat tiba di kelasnya yang membuat ketiga temannnya bingung karena tidak seperti biasanya ia tertawa sampai selepas itu.
"Lo kenapa ketawa ampe segitunya? keselek baru tahu lo," tegur Arsen.
"Gue gak tahan lihat ekspresi Vanka yang lucu saat marah. Hiburan gratis," jelas Ryan di sela tawanya. Entah kenapa setiap menjahili Vanka, ia merasa sangat terhibur. Ia bahkan tertawa seolah tak ada lagi hari esok.
Ketiga temennya hanya geleng-geleng kepala tak habis pikir. Hanya karena itu ia tertawa?
KAMU SEDANG MEMBACA
#1 Only You (Complete)
Teen Fiction"Kenapa sih lo suka banget cari masalah sama gue?"tanya Vanka dengan nafas yang masih memburu. "Karena gue pengen selalu terhubung sama lo," jawab Ryan dengan senyum miring khas di wajahnya. Dan sejak itu, Vanka rasa hidupnya benar-benar sial. ****...