Ponsel Vanka berbunyi saat setelah ia menjawab pertanyaan Kevin.
Vanka menatap ponselnya dengan ragu setelah melihat nama seseorang yang menelponnya.
"Siapa?" tanya Kevin bingung karena Vanka tidak kunjung menerima panggilan sementara ponselnya terus berbunyi.
"Ryan," jawab Vanka menggigit bibir bawahnya. "Sebentar gue angkat dulu."
"Hallo?" sapa Vanka.
"Lo lama banget. Lagi dimana?"
"Lagi... di rumah," jawab Vanka berbohong, tidak mungkin dia menjawab kalau dia lagi keluar dan ke rumah Kevin.
Hening. Ryan tidak menjawab, membuat Vanka cemas. Dia memeriksa sambungan, ternyata masih terhubung.
"Ryan? lo masih di sana kan?"
"Kenapa lo bohong?" terdengar nada kecewa dari suara Ryan.
Vanka terdiam. Dia pun mulai gugup, apa Ryan tahu dia lagi dimana sekarang?
"Maksud lo apa,Ryan?"
"Gue sekarang lagi di rumah lo. Pulang dan jelasin ke gue! Sekarang!"
Vanka meneguk air liurnya dan Memandang Kevin. Kevin tahu ada sesuatu yang tidak menyenangkan yang akan terjadi.
Setelah mengatakan Vanka akan segera pulang, Ryan segera memituskan sambungan secara sepihak. Vanka tahu, jika Ryan sangat marah dan kecewa dari nada bicaranya.
"Gue harus cepetan pulang. Ryan ada di rumah nungguin gue," pamit Vanka dan segera pergi.
Kevin bahkan masih bisa melihat raut pucat Vanka, peluh dinginnya yang bercucuran. Apa sebegitu takutnya Vanka akan Ryan?
Kevin baru sadar, Ryan begitu berpengaruh bagi Vanka. Dia bahkan sangat takut saat ketahuan membohongi Ryan. Seperti Vanka yang sangat berpengaruh baginya, Kevin sangat berharap bahwa hubungan Vanka dengan Ryan akan tetap baik-baik saja.
Sementara itu, Vanka menjalankan mobilnya dengan perasaan cemas. Apa yang harus dia jelaskan nanti? mengatakan yang sebenarnya atau berbohong? Vanka tahu, itu akan sangat menyakiti Ryan dan akan mengganggunya jika dia memilih berbohong. Karena kebohongan akan terus terjadi jika sekali saja dia berbohong, dan itu pasti akan berpengaruh untuknya, karena siapa saja yang berbohong tidak akan bisa tenang.
Vanka memarkirkan mobilnya di dalam bagasi. Dia bisa melihat Ryan yang tengah duduk di kursi teras dengan wajah dingin dan datar. Vanka bergidik saat dia sudah berada di depan Ryan. Wajah Vanka pun saat ini pucat karena gugup. Beginikah rasanya jika ketahuan berbohong?
Ryan berdiri dan menatap Vanka. "Wajah lo kelihatan pucat. Lo sakit?"
Vanka tertunduk. Dia semakin merasa bersalah pada Ryan. Di saat Ryan tahu kalau Vanka telah berbohong, dia masih sempat saja mengkhawatirkan Vanka yang sebenarnya segar bugar.
Ryan menyentuh kening Vanka. "Dingin. Lo kedinginan?"
Vanka menggeleng dan masih tertunduk. Dia benar-benar merasa bersalah. Ryan sudah berusaha keras mengubah sifatnya dan membuang sikap kasarnya, tapi balasannya malah sejahat ini.
"Maaf," gumam Vanka lirih, tak berani menatap Ryan.
Ryan menghela nafas. "Kata maaf gak akan cukup. Kalau lo gak jelasin semuanya, tentang kebenarannya, dan alasan lo bohongin gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
#1 Only You (Complete)
Teen Fiction"Kenapa sih lo suka banget cari masalah sama gue?"tanya Vanka dengan nafas yang masih memburu. "Karena gue pengen selalu terhubung sama lo," jawab Ryan dengan senyum miring khas di wajahnya. Dan sejak itu, Vanka rasa hidupnya benar-benar sial. ****...