Rafa melihat Ryan membaca sesuatu pada ponselnya. Tumben sekali Ryan membaca sesuatu yang terlihat banyak itu. Biasanya, Ryan menggunakan ponselnya hanya untuk bermain game online.
"Apa yang lo baca?" tanya Rafa melongo untuk mengintip.
Ryan menatap Rafa datar dan menunjukan artikel yang ia baca.
Rafa bergidik saat membacanya "Lo bakal lakuin itu semua?" tanya Rafa tak percaya.
"Iya. Supaya Vanka nyaman sama gue," jawab Ryan.
"Lo bakalan jadi alay kalau ngelakuin itu semua," kata Rafa menyerngit.
"Asal lo tahu aja, yang romantis itu emang bakalan keliatan alay. Tapi, emang itu kan satu-satunya cara supaya hubungan berjalan dengan manis?"
Rafa tidak menyahut, sepertinya Ryan memang sedikit berlebihan jika menyangkut soal Vanka.
Ryan bangkit dari duduknya dan menyimpan ponselnya. "Gue mau ketemu Vanka dulu."
Rafa mengangguk dan mengibaskan tangannya menyuruh Ryan untuk segera pergi.
Ryan sudah berjanjian dengan Vanka untuk bertemu di belakang gedung musik.
Dan di sana sudah ada Vanka menunggunya. Vanka yang sedang duduk lantas berdiri saat menyadari keberadaan Ryan.
Tanpa aba-aba lagi, Ryan langsung memeluk Vanka dengan erat namun secara lembut, Seolah-olah dia akan kehilangannya, dan satu-satunya yang dia inginkan adalah terus memeluk Vanka.
Vanka merasakan kenyamanan dan kehangatan dari pelukan tersebut. Awalnya ia sempat terkejut dengan pelukan yang tiba-tiba itu, tapi kemudian dia menikmatinya. Vanka bisa berdiam seperti ini selamanya, ia tidak ingin melewatkan momen ini, Ryan sangat jarang bersikap manis padanya.
Ryan menguraikan pelukan lebih dulu. "Merasa nyaman?"
Ryan menatap mata Vanka dengan penuh kelembutan, tidak seperti biasanya mata itu terlihat lembut. Biasanya, Ryan menatapnya dengan sorot tajam dan tidak bersahabat.
Vanka merona. "Dalam rangka apa lo tiba-tiba meluk gue?"
"Lo ngerasa nyaman?" ulang Ryan lagi.
Vanka mengangguk kikuk.
"Ternyata artikel itu benar." gumam Ryan yang masih bisa di dengar Vanka karena jarak mereka yang sangat dekat dan berhadapan.
"Maksud lo? artikel apa'an?"
Ryan menggaruk tengkuknya dan sedikit tersipu,"Katanya, kalau kita mau bikin seseorang nyaman... kita harus meluk dia minimal delapan kali... sehari."
"Apa?!" Vanka spontan memekik dan menutup mulutnya. Pantas saja Ryan memeluknya hari ini, jadi karena itu.
Ryan membalasnya dengan cengiran polosnya. "Maaf gue lancang, tapi gue pengen bikin lo nyaman."
Vanka mendengus. "Sebenarnya gue seneng. Tapi, tanpa pelukan pun gue bisa aja ngerasa nyaman. Asal lo perlakuin gue dengan lebih baik."
"Lebih baik gimana? gue udah perlakuin lo dengan baik. Antar jemput lo, ngasih coklat, ngelindungin lo dari orang yang berbahaya."
Vanka memejamkan matanya sejenak. Maksudnya dari 'orang yang berbahaya' itu adalah Kevin.
"Semua yang lo lakuin emang baik. Gue bilang akan lebih baik kalau lo memperlakukan gue dengan lebih baik dari kemarin. Contohnya, lo seharusnya ngasih coklat ke gue dengan cara yang lebih halus lagi," jelas Vanka.
Ryan menggeleng tak mengerti. "Maksud lo apa sih? ngomong muter-muter gitu?"
"Maksud gue, hilangin sikap kasar lo itu," jawab Vanka dan bersedekap.
Ryan termenung sejenak dan mulai mengulang-ngulang momen kebersamaannya dengan Vanka.
Dan dia sadar, memang perlakuannya selalu kasar. Hanya sekali waktu dimana dia tidak berlaku kasar, yaitu saat dia bertamu ke rumah Vanka.
"Maaf. Gue akan usahain itu," janji Ryan.
Vanka tersenyum. "Kenapa lo pengin gue ngerasa nyaman?"
Ryan menatap Vanka dengan lekat tepat di manik matanya "Karena... ketika lo ngerasa nyaman sama seseorang... lo bakalan takut buat kehilangan seseorang itu," jelas Ryan. "Jadi, gue gak perlu lagi takut kalau lo berbalik dari gue."
Vanka terhenyak. Ternyata Ryan khawatir akan kehilangan dirinya, pantas saja dia begitu keras untuk menjauhkan dirinya dengan Kevin. Setelah berhasil menjauhkan dirinya dengan Kevin, Ryan berencana untuk membuatnya nyaman agar dia tidak berpaling lagi ke orang lain.
"Gue harap lo bisa berubah," kata Vanka penuh harap. "Jangan bersikap seenak jidat lo lagi sama semua orang yang bahkan gak bersalah."
Ryan terlihat menyesal. "Gue akan lakuin itu. Tapi, jangan pernah berpikir buat ninggalin gue. Hidup gue sekarang jadi lebih berwarna sejak kehadiran lo."
Vanka rasa sekarang jalannya akan lebih mudah. Membuat Ryan lebih baik dan dewasa. Dan yang harus dia lakukan adalah membuat Ryan semakin mencintainya.
Tapi, untuk itu, Vanka harus merelakan seorang teman, yaitu Kevin.
*****
Vanka menghela nafas. Proposal yang diajukan olehnya dan Kevin tidak terpilih. Mungkin tidak akan ada lagi kerja sama antara dirinya dan Kevin.
Seperti tahun-tahun kemarin, HUT sekolah tahun ini dirayakan dengan pesta kostum,dan acara musik. Untuk kostum sendiri bebas dan unik, dan salah satu band yang terkenal di Jakarta akan menjadi hiburan utama.
Acara tersebut akan berlangsung 2 minggu lagi, membuat Vanka teringat tentang perceraian orang tua Kevin. Kevin pernah mengatakannya, sidang perceraian orang tuanya terjadi tepat saat HUT sekolah. Kevin sendiri tidak masalah jika tidak bisa datang pada perayaan itu, dia memang tidak pernah menghadiri HUT sekolah yang setiap tahun acaranya hanya itu-itu saja.
Vanka melirik ke belakang, ke arah Kevin. Laki-laki itu sedang fokus memperhatikan guru yang sedang bicara, Vanka tahu Kevin tidak semenarik itu untuk mendengarnya, karena yang guru jelaskan saat ini hanyalah seputar perayaan HUT sekolah.
Jujur saja, Vanka merasakan kehilangan atas menjauhnya dirinya dan Kevin. Bukan ini yang dia inginkan.
Vanka akan memperbaiki hubungannya dengan Kevin suatu saat nanti. Dan dia benar-benar bertekad untuk melakukannya.
*****
Ryan mengemudikan mobilnya membelah jalan raya kota Jakarta yang ramai. Di sebelahnya, duduk seorang gadis belahan jiwanya, gadis yang dia harapkan akan terus bersamanya.Ryan memarkirkan mobilnya di depan rumah Vanka. Dia melepaskan sabuk pengaman pada tubuh Vanka.
Kali ini dia melakukannya dengan pelan sehingga membuat Vanka tersipu, padahal Vanka bisa melakukannya sendiri.
Ryan tersenyum. "Malam ini, gue jemput jam 7."
Vanka mengkerut. "Mau ngapain?"
"Mau ngajak lo ke hotel, check in."
Vanka langsung mendelik. "Apa secara tersirat lo meragukan..."
"Becanda," potong Ryan menahan tawanya "Gue mau ngajak lo makan malam."
Vanka membulatkan bibirnya. "Kenapa tiba-tiba ngajakin makan malam?"
"Gue gak punya alasan. Gue cuman mau malam ini."
Vanka menghela nafas pasrah. "Oke. Jam 7."
"Dandannya gak usah cantik-cantik!"
"Kenapa?"
"Entar lo dilirik cowok lain. Gue gak ikhlas."
Vanka hanya menggeleng sebelum keluar mobil.
Mungkin malam ini dia harus berdandan seperti gembel saja, agar tidak ada yang meliriknya.
Vanka masuk ke dalam rumahnya dan mendapati Vina tengah tergesa-gesa berlari hendak keluar.
"Kenapa,bu?" tanya Vanka heran.
"Tante Dina mau ngelahirin. Tolong kamu jaga rumah," jawab Vina dan langsung pergi keluar.
Vanka hanya mengangguk dan tidak berniat untuk menahan ibunya lagi.
*****
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
#1 Only You (Complete)
Teen Fiction"Kenapa sih lo suka banget cari masalah sama gue?"tanya Vanka dengan nafas yang masih memburu. "Karena gue pengen selalu terhubung sama lo," jawab Ryan dengan senyum miring khas di wajahnya. Dan sejak itu, Vanka rasa hidupnya benar-benar sial. ****...