Hari-hari berganti menjadi minggu. Minggu-minggu berganti menjadi bulan. Aku pergi ke sekolah,tersenyum, mengangguk, kepada siapa pun yang menyapaku tanpa merasakan apapun. Aku benar-benar merasa hampa sejak tragedi di belakang gedung musik sebulan yang lalu. Satu-satunya hal yang membantu hanyalah musik. Hanya musik yang mampu membuatku merasa masih hidup. Selagi ibu dan ayahku sibuk bekerja, aku bisa menghilangkan diriku sendiri dengan musik.Akhir-akhir ini aku selalu bangun pagi sekali. Aku bangun sebelum alarmku berbunyi. Aku sebenarnya tidak yakin apakah aku benar-benar tertidur atau tidak. Sepanjang malam aku keluar masuk kesadaran, berharap segalanya berubah, tapi kemudian sadar bahwa itu tidak akan terjadi, akhirnya akupun berujung menangis. Dadaku terasa sakit atau apakah yang sakit itu hatiku? Orang-orang sering menyebutnya dengan istilah 'patah hati', tapi ini adalah rasa sakit fisik yang terasa nyeri , menyesakan. Jadi, aku selalu menekan bagian dadaku, seakan jika aku menekannya, maka aku dapat mencegah agar patahan-patahan hatiku ini tidak mengalir terpisah.
Aku benar-benar merasa kehilangan Kevin. Kepergiannya benar-benar terasa. Aku pernah berpikir bahwa Kevin itu adalah sesuatu yang tidak nyata, karena dia benar-benar hilang seperti mimpi yang biasanya akan langsung hilang dari ingatan. Tapi, Kevin benar-benar nyata adanya di kehidupanku, itulah kenapa aku merasa kehilangannya. Hanya saja, aku masih belum sepenuhnya percaya jika dia sudah meninggal.
Bagaimana perasaanku pada Ryan? tentu saja aku masih mencintainya. Tapi, satu hal yang membuatku menyadari kata-katanya dulu, seminggu setelah tragedi di belakang gedung musik, gadis yang dijodohkan dengannya memutuskan untuk pindah ke sekolah kami, dan Ryan menerima kehadirannya dengan baik, mereka selalu terlihat bersama. Dan aku harus dengan susah payah mempertahankan ekspresi datarku saat melihatnya, berusaha agar aku terlihat baik-baik saja.
Rafa masih sering mengirimkan pesan padaku. Hanya sekedar menanyakan apakah aku baik-baik saja. Dia masih peduli padaku, begitu juga Danies dan Arsen, meskipun jarang.
Kadang, saat Ryan sedang berjalan sendirian dan berpapasan denganku, kami terus berjalan dengan pandangan lurus tanpa ada lirik-lirikan mata. Dia memasang wajah datarnya, begitu juga aku seolah aku tidak merasakan apapun saat berpapasan dengannya. Padahal hatiku berteriak-teriak mencaci makinya betapa dia tidak punya perasaan telah mencampakkanku,mengabaikanku seperti tidak ada yang terjadi, seolah hubungan kami kemarin hanyalah imajinasiku semata.
Saat ini aku sedang duduk di kantin satu meja dengan Novi dan Anne setelah memesan makananku. Aku bersyukur, sekarang Anne sudah bisa menerimaku sebagai teman. Dia bahkan mengungkapkan alasan dia membenciku, karena dia iri padaku yang bisa dekat dengan Kevin. Anne diam-diam menaruh hati padanya selama ini.
"Gimana kalau kita nonton hari ini?" celetuk Novi setelah kami selesai makan siang.
Anne melirikku,meminta persetujuan. "Gimana,Van?"
"Sebenarnya gue lagi nggak terlalu pengen. Tapi karena udah lama nggak, ya ayo deh," jawabku cengengesan.
Novi terseyum ceria. "Oke. kita ketemu di mall jam 6 sore."
Kami sepakat bertemu jam 6 sore dan saling menghubungi Via Whatsapp Novi membelikan tiga tiket sebuah film roman-komedi asal negeri paman sam.
Berhubung ini malam minggu, jadi aku bisa melihat banyaknya pasangan yang pergi nonton bersama. Aku tersenyum miris karena tidak pernah pergi menonton sama seperti mereka ketika masih bersama Ryan. Hubungan kami terlalu singkat, dan tentunya terlalu menyakitkan.
Ketika menonton film, aku merasa bosan dan beringsut duduk merendah di kursiku. Filmnya membosankan, seolah film itu film hitam-putih dan bukannya film berwarna. Jadi, aku membiarkan diriku tertidur, setidaknya aku punya waktu untuk tidur selama hampir satu setengah jam.
Saat film selesai, aku meminta Novi dan Anne menungguku di luar. Aku akan menemui mereka di luar setelah ke kamar mandi dan mencipratkan air ke wajahku.
Tepat saat aku berjalan keluar kamar mandi, aku melihat mereka. Ryan dan Sasa yang sedang membeli tiket. Aku tahu mereka sedang kencan. Sebagian dari diriku menggelak marah, namun sebagiannya lagi menerima saja dengan apa yang ada di depan sana. Aku bukan siapa-siapanya lagi, jadi aku tidak punya hak.
Sasa sedang memegang sekotak popcorn dan berjalan di belakang Ryan yang terlihat acuh. Dan saat Ryan menoleh ke arahku, aku langsung membuang muka dan beranjak keluar.
"Udah segeran?" tanya Novi saat aku tiba di depan.
Aku mengangguk dan mulai berjalan berdampingan bersama mereka. Aku masih memikirkan apa yang kulihat tadi. Aku tahu, hatiku sepenuhnya masih untuk Ryan.
"Gue laper nih!" celetuk Anne sambil mengusap perutnya.
"Yaudah, kita ke lantai dasar aja cari makan," ajak Novi semangat.
Aku hanya diam mengikuti mereka menuju lantai dasar. Di sana banyak terdapat jenis makanan.
Setelah memesan makanan, 15 menit kemudian makanan kami sudah siap untuk di santap.
Novi dan Anne begitu semangat berceloteh tentang berbagai hal sambil menikmati makan malam. Aku hanya menanggapinya dengan anggukan dan senyuman. Sampai pembahasan kami yang membahas tentang kampus idaman kami, makan malam kami selesai.
"Lo sendiri mau ngelanjutin kemana,Van?" tanya Novi padaku.
Aku tidak langsung menjawab. Jujur saja aku ingin kembali ke Bandung, melupakan segala masalah melelahkan yang kualami di Jakarta.
Jadi aku menjawab kalau aku berkemungkinan besar kembali ke Bandung. Aku ingin mendaftar ke ITB.
"Lo serius balik ke sana?" tanya Anne tak percaya.
"Masih rencana," jawabku.
Novi mendesah kecewa. "Berarti kita bakalan nggak satu kota lagi dong."
Aku tersenyum tipis. "Perlu gue tekankan lagi? kalau ini cuman kemungkinan. Karena ayah gue nggak bisa pindah lagi ke Bandung karena tugasnya di Jakarta."
Novi dan Anne mengangguk paham. Tiba-tiba suasana menjadi hening sampai Anne bersuara..
"Gue tadi liat...."
Novi mendelik ke arah Anne. "Simpan aja!" potong Novi. Anne langsung mengatupkan mulutnya dengan rapat.
Aku tahu, apa yang ingin Anne katakan adalah tentang Ryan. Mereka juga melihat Ryan dan Sasa.
Anne cengengesan dan malah mengorek lubang hidungnya dengan jarinya, dia mengupil.
Novi melotot melihatnya. "Eh jorok banget lo tukang upil!"
Anne terlihat acuh. "Bodo! justru yang nggak pernah ngupil itu yang jorok. kotorannya menumpuk."
Novi menggelengkan kepalanya. "Tapi lo ngupil di tempat umum!"
Anne tidak peduli, dia tetap melakukan aktivitasnya. Dan aku hanya menyimak perdebatan mereka sambil tertawa.
Aku melirik arlojiku. "Sebaiknya kita pulang. Udah hampir pukul 9 nih!" tukasku.
"Elah, baru pukul 9 juga. Banci depan komplek gue aja baru pulang jam 12 malem," kata Anne dan berdiri bersamaan dengan Novi.
Aku berdiri dan tergelak. "Ingat ya, itu banci. Kita ini cewek beneran."
Novi mengangguk. "Vanka bener. Ayo pulang dan menuju pulau kapuk!" seru Novi semangat.
Untuk saat ini, kebahagiaanku adalah bersama Novi dan Anne. Aku berharap, hubungan kami terus menghangat seperti ini.
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi besok dan seterusnya. Jadi, aku berusaha menikmati setiap momen yang ada. Novi dan Anne, aku sangat berterimakasih pada kalian.
*****
Vote dan koment jika ingin berlanjut....😂😁
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
#1 Only You (Complete)
Teen Fiction"Kenapa sih lo suka banget cari masalah sama gue?"tanya Vanka dengan nafas yang masih memburu. "Karena gue pengen selalu terhubung sama lo," jawab Ryan dengan senyum miring khas di wajahnya. Dan sejak itu, Vanka rasa hidupnya benar-benar sial. ****...