8 - Malam yang Indah

8.7K 908 9
                                        

ps : ini bukan flashback yaa. udah kembali ke masa sekarang. Lanjutan dari pertemuan Jimin dan Seulgi.


Sebuah mobil sport berwarna hitam berhenti tepat di depan sebuah halte bus. Park Jimin, pemilik mobil itu keluar dari mobil kemudian berjalan memutar membuka pintu penumpang di samping kemudi. Jimin membantu seorang gadis keluar dari mobil, meskipun sebenarmya gadis itu dapat berjalan sendiri karena dia hanya mengalami luka kecil. Hanya saja Jimin terlalu khawatir. Apalagi luka-luka itu tercipta karena kesalahannya.

Setelah menutup pintu mobil, Jimin menatap Seulgi.

"Seulgi - ssi, apakah kau yakin tak perlu ke rumah sakit?" tanya Jimin masih khawatir.

Seulgi terkekeh kecil, "Gwenchana, Jimin - ssi. Berkat pertolongan pertamamu tadi, lukaku sudah tak sakit lagi" ucapnya dengan senyum manis.

"Kalau begitu, berikan aku nomor ponselmu" pinta Jimin yang membuat Seulgi menatapnya sedikit terkejut.

Jimin sadar akan keterkejutan gadis di hadapannya itu. Mereka baru berkenalan beberapa jam yang lalu dan dia sudah berani meminta nomor ponsel Seulgi. Ah, mungkin saja Seulgi menganggapnya sebagai pemuda yang kurang ajar dan tak sopan.

"Ah, itu... Aku tak bermaksud apa-apa. Hanya saja aku ingin memastikan bahwa kau memang baik-baik saja. Jadi jika lukamu sakit lagi, kau bisa menghubungiku" jelas Jimin sambil menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Merasa gugup dan salah tingkah.

Seulgi terkekeh melihat sikap Jimin yang terlihat lucu. Ia kemudian menyodorkan tangannya, meminta sesuatu. Jimin mengerutkan kening, tak paham dengan maksud gadis itu.

"Ponselmu, Jimin - ssi."

"A-ah, ne" entah mengapa tiba-tiba Jimin merasa gugup ketika melihat Seulgi tersenyum. 

Ia menyodorkan ponselnya. Kemudian Seulgi mulai mengetikkan nomor ponselnya. Kesibukan Seulgi saat mengetikkan nomornya tiba-tiba terhenti saat Jimin mengucapkan sesuatu.

"Mm... Bisakah kita tak seformal ini?" tanya Jimin hati-hati, menatap Seulgi dan menunggu bagaimana respon gadis itu.

"Aku merasa sedikit aneh jika berbicara dan memanggilmu secara formal. Lagipula sepertinya kita seumuran" jelasnya ketika Seulgi menatapnya dengan kerutan di dahi.

"Usiaku tahun ini 21. Bagaimana denganmu?" lanjut Jimin.

"Kau lebih tua setahun dariku. Haruskah aku memanggilmu Oppa?" tanya Seulgi sambil menyodorkan ponsel milik Jimin.

"Eoh, tentu saja" ucap Jimin yang sekarang terdengar lebih santai. Dia tersenyum lebar ketika sudah menyimpan nomor ponsel gadis itu.

"Ayo kuantar kau sampai ke rumah, Seulgi - ya" ajak Jimin, namun segera ditolak oleh Seulgi.

"Tak perlu, Oppa. Kau pulang saja. Aku baik-baik saja dan bisa jalan sendiri."

"Kau yakin? Bukankah katamu harus berjalan cukup jauh dari sini untuk ke rumahmu? Apa kakimu baik-baik saja?" tanya Jimin khawatir.

Pasalnya rumah sewa Seulgi tak berada di pinggir jalan. Dia harus berjalan masuk ke dalam jalan sempit yang dipenuhi anak tangga. Jadi tak memungkinkam untuk sebuah mobil memasukinya.

"Eoh, gwenchana. Tak terlalu jauh sebenarnya"

"Baiklah." jawab Jimin mengalah. Dia sebenarnya sangat khawatir pada Seulgi, namun ia juga tak mau memaksa gadis itu. 

"Hati-hati, Seulgi - ya. Kalau terjadi sesuatu, telpon aku. Arraseo?" lanjutnya terdengar protektif

Seulgi lagi-lagi tersenyum melihat sikap Jimin yang baginya sangat menggemaskan. "Ne, Oppa. Pulanglah".

No Place For Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang