12 - Tuduhan

9.3K 953 59
                                    

Seorang gadis yang masih muda, turun dari sebuah bus. Celana jeans hitam, kemeja hitam, dan mantel coklat melapisi tubuh kurusnya. Tak lupa seikat bunga ia bawa dalam genggamannya. Tujuannya saat ini adalah sebuah rumah abu yang tak jauh dari halte tempat ia turun.

Gadis itu, Cho Seulgi, menghentikan langkahnya di sebuah rumah abu, dimana terdapat foto seorang wanita cantik yang sedang tersenyum.


Cho Hanna


Pemilik senyum manis yang sekarang sudah tenang jauh di sana. Senyuman itu sungguh mirip dengan milik Seulgi. 

Seulgi meletakkan bunga yang ia bawa di dalam rumah abu milik ibunya. "Eomma, aku datang. Maaf karena jarang mengunjungimu" ucapnya pelan. Tatapannya menyiratkan kerinduan dan kesedihan.

"Ini sudah tahun keenam. Semakin tahun aku semakin cantik. Dan semakin mirip dengan Eomma" lanjutnya mencoba tersenyum cerah. Ada jeda sesaat yang ia buat untuk menarik napas dalam, sebelum ia melanjutkan.

"Selama ini aku makan dengan baik. Tidur dengan baik. Dan aku juga rajin bekerja."

Seulgi menghela napas pelan. Rasanya terasa begitu berat hanya untuk bernapas. Senyuman mulai luntur dari wajahnya, tergantikan sorot kesedihan.

"Aku kesepian, Eomma.... aku sungguh kesepian" ucapnya bergetar, mencoba menahan tangis.

"Aku merindukanmu..." lanjutnya tercekat.

Dia mendongakkan kepala, menatap langit-langit, berusaha menahan air mata yang siap menetes.

"Pria itu sudah keluar dari penjara. Apakah Eomma senang?" tanyanya dengan senyum sendu.

"Aku tahu, Eomma pasti bahagia. Apapun yang telah dia lakukan padamu, kau akan tetap mencintainya 'kan?" kedua matanya semakin berkaca-kaca.

Digenggam erat tali tasnya, mencoba menyalurkan buncahan kesedihan di hatinya.

"Tapi aku membencinya... Aku sangat membencinya. Aku ingin balas dendam, tapi aku tak bisa. Aku teringat pada Eomma yang selalu membelanya. Aku teringat pada Eomma yang selalu melindunginya. Dan aku juga teringat pada kata-kata Eomma, bahwa Eomma sangat mencintainya" ucapnya frustrasi.

Jeda sesaat ketika satu tetes air mata turun dari kedua mata indah itu. Diikuti tetesan lain yang semakin deras. Kali ini tak coba ia cegah.

"Aku ingin membunuhnya. Aku ingin mengirim dia ke neraka. Tapi bagaimana bisa aku membunuh orang yang kau cintai? Bagaimana bisa, Eomma?" tangisnya berubah menjadi isakan memilukan.

Tangannya mencengkram tali tasnya semakin kuat. Setelah itu hanya terdengar isakan menyedihkan dari gadis itu. Beberapa kali ia mencoba memukul pelan dadanya, yang menjadi sumber kesakitan.

Hari ini merupakan hari peringatan kematian ibu Seulgi. Sudah enam tahun ia meninggalkan putri semata wayangnya sehingga gadis itu hidup sebatang kara. Dan setiap tahunnya memang selalu seperti ini. Seulgi akan datang, menceritakan hidupnya, kemudian menangis di hadapan  sang ibu hingga merasa puas.

Namun setelah kembali dari sini, ia tak pernah mau menangis. Dia berjanji untuk tak menangis selain di hadapan sang ibu, Cho Hanna. Sejak kecil dia sudah dihadapkan dengan kejamnya dunia. Jadi tak ada gunanya menangis karena kejamnya dunia ini. Karena itu tak akan mengubah apapun.

Merasa telah cukup meluapkan perasaannya dengan menangis, Seulgi mencoba menenangkan diri. Dia seka air matanya dengan kasar.

"Ah, jinjja! Kenapa aku selalu menangis setiap kesini. Maaf, Eomma. Jika suara tangisku mengganggumu" ucapnya dengan suara parau diikuti kekehan kecil.

No Place For Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang