📝Respect and No Judge

185 15 2
                                    

Tiba-tiba aku pengin banget bikin hastag #Respect and #NoJudge. Seperti tulisan Ustadz Felix Siauw yang di share di Instagramnya. Serius. Itu bagus banget.

Ini hanya tentang respect without the judge.

Yaps.

Aku masih gak ngerti banget sama manusia yang menganggap bahwa peduli itu hanya kepada orang yang dikenalnya atau bahkan tidak sama sekali.

I mean, kita mencoba peduli kepada seseorang, memberi masukan dan nasihat kepadanya karena, ya memang ada yang perlu diperbaiki dalam dirinya.

But, masih ada aja yang bilang bahwa itu ... "Yaudahlah, baik dan buruknya dia itu biar jadi urusan dia sendiri." , "Mending urus aja diri lo sendiri." , "Daripada lo ngurusi orang, mending lo perbaiki diri lo sendiri yang belum tentu baik pakai banget. Gak usah urusin orang." , "Kalau orang yang mau lo nasehatin batu banget, ya susahlah. Kalau sama orang tuanya aja gak nurut apalagi sama lo." , "Gak usah repot-repot urusin orang lain. Buat apa?"

WHAT THE?

Pengin emosi tapi gak bisa. Gue sadar itu justru makin buat gue salah.

Iya, iya. Gue sadar gue masih bukan orang yang baik pakai banget. Selamanya tidak akan begitu. Tapi, bagi gue, peduli bukan cuma sama orang yang dikenal aja atau bahkan nasehatin itu hanya berlaku untuk orang yang memang sudah sempurna. Baru boleh nasehatin. Emang harus gitu, ya? Tapi, gue juga sadar kalau gue gak bakal bisa jadi orang sempurna.

Nasehatin orang itu gak butuh nunggu diri sempurna dulu. Karena itu tidak akan pernah. Kita sesama manusia, sama-sama lemah, terbatas dan membutuhkan yang lain. Kita gak mungkin hidup sendirian di dunia ini yang luas (gak seluas Syurga). Banyak kejahatan dimana-mana. Kita membutuhkan pertolongan kepada manusia selain kepada Allah.

Terus yakin lo mau urus diri lo sendirian? Udah merasa gak membutuhkan yang lain? -_- (Sorry, agak kasar. Wkwk)

Lagipula, nasihat itu bentuknya macam-macam, kok. Tergantung karakter masing-masing aja. Ada yang nasehatinnya secara lembut dan ada yang secara frontal. Kalau gue, sih jelas ke frontal. 😂

Ya, seperti yang gue bilang di part sebelumnya. Gue orangnya cukup frontal. Selama itu frontalnya ke hal yang baik, sih wajar aja buat gue. But, menurut Ustadzah gak selalu, sih nasihat yang dilontarkan secara frontal dapat langsung diterima. Tergantung situasi dan kondisi. Bener banget kalau gue pikir. Kadang bisa aja yang dinasehati malah merasa tertekan. Jadi, harus pintar-pintar melihat situasi dan kondisi.

Buktinya yang seperti itu memang ada, kok. Gue baru aja ngalamin. Wkwk

Ah, frontal gak salah, kok selama itu memang gak kelewat batas. Gak sampai menghina. Frontalnya itu dalam bentuk mengutarakan kesalahannya aja, tapi bahasanya jangan kasar, ya. Kalau itu jelas gak boleh. Jatuhnya kita yang dapat dosa. Tetaplah lembut, karena kamu wanita istimewa. Eh yang baca cewek semua kan, ya? Haha. Lebih baik saat mengutarakan kesalahan juga memberikan solusi. Supaya seimbang. Ada kesalahan ada solusi.

Dan, satu lagi. Respect itu jangan pernah memandang dia yang udah kenal seberapa lama atau apa pun itu. Jika itu yang dijadikan ukuran, kita gak akan pernah kenal rasa respect terhadap saudara sesama muslim, di Palestina, misalnya. Bagaimana bisa kita peduli terhadap mereka jika yang dijadikan ukuran respect saat ini adalah 'kenal lama dengannya'?

Kita gak kenal mereka, kan? Tapi kita merasa peduli karena mereka saudara kita yang sedang dijajah oleh negara lain. Sedih, kan? Coba aja berada di posisi mereka.

Nah, mereka yang jauh aja apabila dalam keadaan yang kayak gitu sangat dipedulikan oleh kita, apalagi terhadap saudara muslim yang dekat banget, satu lingkup, satu kota, satu negara, loh. Ini, mah bukan dekat lagi tapi dekat banget. Jadi, please! Peduli itu jangan pilih-pilih orangnya. Jangan pilih-pilih siapa yang bakal dipeduliin. Kalau gak kenal dibiarin aja. Jangan, please!

Ya, mungkin antara Palestina dengan kita itu beda masalah. Tetapi, solusinya tetap sama, kok, yang itu datangnya dari Allah. Tanpa sadar mereka (yang masih dalam jahiliyah) itu membutuhkan kita untuk merubah hidupnya jika dirasa kita itulah orangnya. Bisa jadi mereka mempercayai kita untuk membantunya kembali kepada Allah.

Habis ini, yang pemikirannya masih seperti ... "Urus aja diri lo sendiri. Gak usah usik gue." mari diubah sama-sama, ya.

Nasihat ini juga untuk gue, kok. Gue nulis ini bukan karena ngerasa orang paling bener. Gue tetep aja manusia lemah dan terbatas. Karena, gue juga ciptaan Allah. Sama seperti kalian. Aku juga membutuhkan sahabat yang bisa menjadikanku lebih baik lagi.

Di sini kita sama-sama bagi ilmu aja, bagi pengalaman. Ilmu yang dipendam sendirian itu gak akan ada manfaatnya. Berbagi itu kuncinya mendapat kebahagiaan dari ilmu yang kita dapat.

Tetap, jika ada yang salah boleh dibenarkan. Yang terpenting #NoJudge and keep #Respect.

Just it.

Hidup memang gak perlu dibuat rumit. Jalani, nikmati, dan syukuri. Sesederhana itu.

Hehe.

Baru kali ini, ya bahasa gue agak kasar. Maaf, maaf agak kebawa emosi, sih. Honestly, gue nulisnya sambil senyum, kok.

Smile. Smile. Smile. 😊😊😊

 😊😊😊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jbr, 29 Juli 2018

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jbr, 29 Juli 2018.

Coretan MahasiswiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang