"Papahh... Assalamualaikum... Ini Hwina sama Jihunmbull disini"
Gue udah masuk dan langsung melihat papah gue di bangkar. Pura-pura aja kok, santai. Paling habis ini gue digelitikin. Udah kebiasaan sih papah gue gelitikin gue. Dari kecil sampe sekarang aja masih sering pinggang gue digelitikin sama papah.
"Hwina, please.. Gu-"
"Ssstt, lu diem dah hun, biar gua yang ngomong sama papah ihh"
Gue semakin dekat sama bangkar dan disitu papah udah ditutupin mukanya. Hilihh, Ntar kalau sesak juga dibuka sendiri. Tapi kali ini biar gue yang buka. Si papah masih pura-pura tidur. Agak sedikit kecewe sama kenyataan.
"Ihh papahh bangun dong, Hwina udah disini nih"
Hening, ga ada jawaban ataupun suara yang terdengar di ruangan ini. Gue meraih tangan papah.
Dingin.
Gue pandang wajahnya.
Damai.
Gue meluk papah.
Kaku.
Ini pasti mimpi buruk!
"Papah.. Hikss, hwin- hwina.. Hwinaa pengen ngobrol sama papah hikss... Bangun dong, buka matanya hikss hikss"
Gue udah gak tahan buat gak menangis, air mata gue semakin deras dan hampir seluruh ruangan berisi isak tangis gue. Tapi gak mau menyerah, gue tetap pada pendirian kalau ini semua cuma sandiwara.
"Papahh hiksss, hwinaa di hiksss sini ihh.. Bangunn hikss... Pahh...... Hikssss hiksss huaaaaa pa hiksss pahh bangunn"
"Hun, suruh papah bangun hikss, udah cukup buat gue nangis hikss Jihun please hiksss bangunin papahh hwwaaa...!! Papah bangun ihh hikss hikss Hwina disini pahh, hwaa.. Hwina gabakal nakal deh hikss hwin-hwina... Hwina pasti nurut sama papah hikss.. Bangun pahh. Please.."
Jihoon mendekat dan memberi pelukan hangat, masih belum tenang, gue menenggelamkan muka di dada Jihoon dan semakin kencang suara tangisan gue. Kayaknya bukan gue aja yang nangis disini. Tapi Jihoon, dia ikut menangis dan kita juga saling memeluk. Memberi kehangatan yang mengantarkan pada ketenangan.
Bisa gue rasain kalau kepala gue basah, tapi gue gak mendengar isak tangis dari dia. Setelah gue merasa agak tenang sedikit, gue melepas pelukan. Jihoon memegang kedua sisi pipi, mengusap pelan jejak air mata dan menatap wajah gue yang udah gak tau gimana bentukannya, dan dia menenangkan gue dengan air mata yang ikut berlinang dan diselingi isakan.
"Hwinaa, hiksss gue tau lo sedih. Kita semua juga sedih. G-gue hikss pokoknya lo yang kuat, gue selalu disini. Buat lo. Please jangan sedih lagi"
"Hun, Papah hikss, kenapa pergi hikss ninggalin kita. Gue masih pengen bareng sama papah hiksss. G-gue mau liburan bareng papah hiksss hikss g-gu-gu-gue- gue- gue belum hiksss bisa bahagia papah hunn hikss kenapa secepat ini hunn hiksss.. Hikss"
"Ssstt... Sstt.. Sstt.. Hikss, na- ekhem, udahan nangisnya. Papah lihat kita disini, jangan kasih beban buat papah pergi na. Papah udah bahagia ditempat lain. Yang perlu kita lakuin itu cuma satu. Ber—doa"
"Minta sama Tuhan buat mengampuni semua dosa-dosa papah. Minta supaya papah diterima disisi-Nya. Minta supaya papah dikumpulkan dengan orang-orang yang beriman. Minta kepada Tuhan, biar papah juga bisa bahagia. Please na, gue harap lo bisa menerima semua kenyataan ini"