Bukan Tarzan

74 17 8
                                    

April 2015

Di dalam sebuah kamar, seorang gadis tampak sedang packing seluruh peralatan yang akan ia bawa besok ke dalam keril merah kesayangannya. Berkali-kali ia mengecek kembali apakah ada peralatan yang belum ia bawa. Setelah ia rasa semua peralatan sudah safety, ia segera memasang alarm dan merebahkan tubuhnya diatas kasur.

Semoga besok harinya cerah, doanya dalam hati.

###

Esok Paginya.

Tin..tin..tin..
Tin..tin..tin..

Bunyi suara klakson yang tak henti-hentinya membuat gadis itu semakin terburu-buru. Ia mengikat tali sepatunya dengan cepat lalu menggendong kerilnya.

"Bunda, Ayah, Mentari berangkat yah.." ucap Mentari sambil menyalam tangan Ayah dan Bundanya.

"Hati-hati yah Sayang. Kalo udah sampe sana kabari Bunda."

"Iya Bundadari."

"Hati-hati. Usahakan summit sebelum gelap yah. Di rimba dingin."

"Siap Ayah Rimba!" Mentari berdiri tegak lalu hormat kepada Ayahnya.

"Yaudah sana berangkat, bising kali tuh temen kamu, mau pamer klakson baru ya dia?" tanya Bunda sembari mengantar Mentari ke depan rumah.

Mentari berjalan sambil menggendong keril kesayangannya. Hari ini, ia dan beberapa teman organisasinya berencana akan naik ke Gunung Sibuatan. Salah satu gunung paling tinggi di provinsi Sumatera Utara. Ini bukan pertama kalinya Mentari naik gunung, ia sudah sering, bahkan terlalu sering.

Tin..tin..tin..
Tin..tin..tin..

"Ampun lah kalo klaksonnya si Indra udah kumat."

"Bakar aja, Ndra, bakar!"

"Bising tau, Ndra. Masih pagi buta nih, ntar kita di grebek warga, dikirain begal kereta orang."

"Selo ae, ntar juga diem sendiri nih klakson" jawab Indra tak perduli pada klaksonnya yang dari tadi tak bisa mati.

Tak lama gadis yang mereka tunggu pun keluar. Mereka turun dari atas keretanya masing-masing lalu segera menghampiri Ayah dan Bundanya Mentari. Mereka akan minta izin kepada orangtuanya Mentari, khususnya Ayah Mentari yang mereka anggap adalah Pawang Cuaca.

"Om, Bu, kami berangkat dulu ya." ucap keempat temannya Mentari lalu segera menyalam tangan Ayah dan Bundanya Mentari. Mereka adalah Elang, Indra, Rona, dan Ucok.

"Om, doain ya semoga disana kabutnya gak tebal." kata Indra.

"Om, doain ya semoga sunset dan sunrisenya bagus." kata Rona.

"Om, doain ya semoga saya dapat jodoh." kata Ucok dan seketika itu juga semua pasang mata menatap kearah Ucok.

"Hahaha, kamu fikir, Om ini biro jodoh ya?" jawab Ayah Mentari melirik ke arah Ucok,
"Lagian kalian ini ada-ada aja. Om bukan pawang cuaca seperti yang kalian bilang, haha, Om cuma bisa doain semoga kalian bisa pergi dan pulang dengan selamat."

"AMIN" ucap mereka serentak.

"Tapi Om, Selamat gak ikut bareng kita Om, gimana nih?" ucap Ucok dengan polosnya.

Seketika semua tertawa mendengar pertanyaan yang Ucok lontarkan barusan. Ayah Mentari hanya mengelus-elus pundak Ucok sambil tersenyum penuh arti kepada Ucok. Namun, apalah daya Ucok, ia tak bisa mengartikan senyum apa yang diberikan Ayahnya Mentari tadi.

MENTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang