Terungkap

44 13 0
                                    

Mei 2015

"UCOK!! UCOK!!" teriak gadis berkerudung hitam dengan mata sembab sambil mengetuk kuat pintu berwarna cokelat yang sedang tertutup rapat.

"Ehe.. Pette jo!" sahut suara wanita dari dalam rumah.

Pintu terbuka dan terlihat wanita paruh baya berambut keriting sedang menatap gadis berkerudung hitam yang berdiri di depan rumahnya.

"Eh Mentari? Kaunya rupanya. Ku kira Bu Haji."

"Hehe. Iya Mak." jawab Mentari sambil menyalim tangan Mamaknya Ucok.

Setelah menerima sebuah telpon dari perempuan bersuara cempreng sewaktu Mentari melayat dirumah Fajar tadi, ia langsung bergegas kerumah Ucok demi menanyakan sebuah kebenaran dan tanggung jawab.

"Kenapa pulak kau teriak-teriak? Berutang lagi si Ucok samamu iya?"

"Eh? Enggak kok Mak. Mentari ada perlu sama Ucok, dia ada kan Mak?"

"Ada. Sebentar ya biar kubanguni dulu dia."

Wanita paruh baya berambut keriting itu meninggalkan Mentari yang masih berdiri di depan rumah menunggu kehadiran Ucok. Mentari menarik nafasnya perlahan dan sedikit mengatur emosinya. Ia tidak mau jika Mamaknya Ucok sampai tau maksud dan tujuannya datang kerumah Ucok siang ini. Lebih baik ia menutupinya sementara, meski suatu waktu nanti Mamaknya Ucok juga harus mengetahuinya.

KLENTEEEENG!!

Suara panci jatuh menggelegar keseluruh ruangan diiringi dengan teriakkan maut bak terompet sangkakala di siang bolong membuat Mentari terpelongo seketika.

"BANGUN KAU UCOK!"

KLENTEEEEEENG!!

"Iyah! GAK BANGUN JUGA KAU? Ketiga kali kulempar panci ini tapi gak bangun juga kau, ku lempar ke kepalamu ya Cok."

"IYA IYA UCOK BANGUN MAK. Cuma pura-puranya Ucok tidur tadi."

"Halah. Banyak kali cakapmu. Sana keluar. Dicari si Mentari kau."

Tak lama sedetik setelah suara teriakan maut dari ibu dan anak itu berakhir, tampak seorang Lelaki berkaus kutang, celana boxer hello kitty dengan wajah kusut menghampiri Mentari. Ia tersenyum dan melambaikan tangannya kearah gadis berkerudung hitam itu. Namun ia malah mendapatkan balasan tatap mata membunuh dari Mentari.

Mentari kembali mengatur nafasnya ketika matanya menemui sosok lelaki yang ingin ia tikam secepatnya. Bisa-bisanya Lelaki itu tertawa diatas derita seorang perempuan yang menginginkan pertanggung jawabannya. Ya, Dialah Ucok, Lelaki yang bertampang polos sok tak berdosa itu.

"Ikut aku!" ucap Mentari.

"Tap-"

"DIAM!" Mentari menarik lengan Ucok dengan paksa tanpa memperdulikan tampilan Ucok yang abstrak.

Ucok menggaruk kepalanya, ia tak mengerti apa tujuan Mentari menyeret paksa dirinya. Lebih baik ia diam dan mengikuti alurnya saja.

Sesampainya disebuah lapangan luas, dibawah rindangnya pohon beringin, Mentari menghentikan langkahnya diikuti Ucok yang juga berhenti berjalan.

"Jelasin!" perintah Mentari sambil mengecak pinggang.

"Jelasin apa Ri? Aku gak ngertilah."

"Jangan pura-pura bodo!"

Ucok menatap nanar tanah yang tandus seperti dirinya saat ini. "Ucok ga pura-pura Ri. Maafin Ucok, mungkin Ucok udah ditakdirin bodo dari lahir"

"UCOOOOK!!! Teriak Mentari sambil menghentakkan kakinya. Ingin rasanya ia menggantung Ucok di pohon beringin ini sekarang juga.

MENTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang