Pertama kali

51 15 2
                                    

Mei 2015

Toet! Toet! Toet!

Seperti sedang berada di arena lomba lari maraton, seorang Gadis berlari secepat kilat ketika kedua telinganya mendengar suara khas dari toet-toet penjual bakso langganannya yang melewati rumahnya setiap sore. Di tangan kanannya sudah bersiap-siap memegang sebuah mangkuk kosong, dan tangan kirinya menggenggam selembar uang sepuluh ribu.

"Bang, beli!" teriaknya.

Dengan sigap Lelaki berbadan gendut itu langsung memberhentikan kereta dengan gerobak baksonya di depan halaman rumah Mentari. "Biasa, Neng?"

"Iya Bang."

"Oke. 6 ribu, bakso yang kecil harus 29 biji, kuahnya harus panas, saos sama kecapnya dikit, pake bawang goreng skrispi dan gak usah pake daun sop, yakan Neng?" ucap si abang penjual bakso sambil mengingat setiap detail permintaan langganannya yang satu ini.

"Yap!!" Mentari menyengir lebar sambil mengacungkan ibu jarinya.

Bukan Mentari namanya kalau tidak membeli bakso dengan beribu permintaan. Apalagi si abang Bakso ini adalah langganannya dari kecil sampai sekarang. Otomatis, si abang bakso ini sudah hafal betul kata 'biasa' dalam permintaan Mentari itu yang seperti apa.

"Makasih, Bang." Dan semangkuk bakso kini sudah berada di tangan kanannya. Hidungnya yang mancung mengendus-endus aroma kuah yang membuat perutnya semakin keroncongan.

Mentari berjalan dengan hati-hati sambil memegang semangkuk bakso dengan kuah yang panas mendidih. Ia tak ingin jika dirinya sampai tersandung dan harus kehilangan satu biji dari 29 biji bakso yang ia beli tadi.

Seorang wanita tua dengan daster batik menghampiri Mentari yang sedang asik menghitung jumlah bakso di dalam mangkuk bergambar ayam itu. "Makan apa, Cu?"

"Makan bakso, Nek."

"Nenek ambilin nasi yah.."

Sontak Mentari langsung melirik kearah Neneknya lantas menggelengkan kepalanya. "Nggwak mwau.." ucapnya sambil mengunyah bakso dimulutnya.

"Kamu harus makan nasi, Cu."

Mentari mendongakkan kepalanya ke arah Nenek. "Mentwari udwah mwakan nwasi twadi pwagi, Nwek. Sekwarang waktunywa Mentwari mwakan bwakso."

"Yasudah, makan bakso pake nasi yah.." pinta Nenek.

"Nggwak mwau Nwek.."

"Pilih makan bakso pake nasi, atau nenek jodohin sama cucunya Pak Abdul?"

Spontan Mentari langsung berdiri dan mengangkat mangkuk berisi bakso kemudian segera menuju ke dapur. "Makan bakso pake nasi, Nek."

***

"Nenek jodohin ya, mau?"

Mentari langsung melonjak kaget sambil membulatkan kedua matanya. "Nenek bilang apa tadi?"

"Kamu mau Nenek jodohin nggak?"

Sumpah demi apapun. Mentari tak menyangka bahwa zaman siti nurbaya kini menghampirinya. Ini pertama kali dalam hidupnya mendengar secara lansung tentang sebuah perjodohan.

Untungnya, Nenek masih menawarkan tentang perjodohan kepadanya, jadi Mentari bisa saja menolak dan bisa juga menerima. Terserah apa yang diinginkan Mentari.

Dan Mentari tak akan menyia-nyiakan waktunya untuk berkata,

"Tidak, Nek."

Mentari menolaknya. Sungguh Mentari sangat tidak ingin dijodoh-jodohkan seperti yang ia lihat di film-film kebanyakan. Apa menurut Neneknya ia tak bisa mencari Lelaki untuk pendamping hidupnya kelak? Mentari bisa, tentu saja bisa.

MENTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang