Nostalgia Layang-Layang

90 17 0
                                    

-Mentari Kecil-

"Trajooooooo!!" teriak Mentari saat mendapatkan layang-layang yang leong saat berlaga dengan layang-layang lainnya di bawah langit biru. Senyum sumringah jelas terpahat diwajahnya, puas sekali rasanya mendapatkan sesuatu yang diinginkan dan sudah dikejar mati-matian, tak akan ia lepaskan begitu saja.

Hari itu adalah musim layangan, dimana seluruh anak anak di seluruh kota pasti sedang bermain layangan. Saat itu pula seluruh pedagang layang-layang laku keras. Tak hanya pedagang layang-layang saja, namun pedangan benang atau kedai kelontong yang menjual benang juga akan habis tanpa sisa.

Mentari, Candra, dan Windy juga sangat antusias dalam menyambut musim ini. Tapi lain halnya Mentari dan Candra yang memutuskan untuk membuat layang-layang sendiri, handmade katanya, dan berbeda pula dengan Windy yang langsung membelinya di kedai Ocik Ramlah. Namun anehnya, setiap layang-layang yang kami ciptakan sendiri lalu coba kami terbangkan, entah karena angin atau karena apa, layang-layangnya selalu senget, ya, gak bisa terbang layaknya layang-layang pada umumnya. Miris.

Jadi, Mentari memutuskan untuk jadi pengejar layang-layang leong saja. Capek sih tapi asik. Sedangkan Candra, dia akan membantu Windy untuk menerbangkan layang-layangnya. Dia adalah manusia yang tergolong pelit. Nebeng mulu kerjanya.

"Woyy!! Itu layang-layangku. Balikin sini!" kata seorang anak laki-laki yang tadi juga ikut mengejar layangan dengan Mentari. Terdengar jelas deru nafasnya yang memburu, pasti dia sedang ngos-ngosan. Kasian.

"Nggak denger yah tadi aku bilang apa?" tanya Mentari padanya.

Dia menaikkan alisnya sebelah lalu berkata, "Apa?"

"Trajoo! Layangan ini sudah sah menjadi milikku. Sekarang." jelas Mentari sambil memamerkan layang-layang itu ditangan kanannya.

"Tapi itu punyaku!" bentaknya.

"Iya, tadi. Dan ini akan jadi milikmu lagi kalau nanti ku terbangkan terus leong terus kau yang mendapatkannya, lagi" ucap Mentari sambil tersenyum sinis padanya.

"Kau! Itu milikku dan akan tetap jadi milikku meski sudah berada ditanganmu!" ucapnya geram, terlihat dari kepalan tangannya yang mengeras dan dia segera membalikkan badan lalu pergi meninggalkan Mentari.

"Hoi, siapa namamu?"

Anak laki-laki itu menjulurkan tangannya keatas langit lalu jari-jari tangannya membentuk huruf 'V'.

"Kita bisa jadi teman kan?" teriak Mentari dari jauh dan anak laki-laki itu menoleh kearah Mentari dan langsung membuang muka seketika itu juga ke depan jalan.

"Jangan harap." gumam anak laki-laki itu pelan.

Sekarang layang-layang ini sudah menjadi milik Mentari seutuhnya. Meskipun benar layang-layang ini adalah miliknya tadi, tapi sekarang benda yang ada ditangan kanan Mentari ini adalah miliknya.

Dengan teliti Mentari menjelajahi tiap-tiap sudut yang ada di layang-layang itu. Bentuknya seperti layang-layang pada umumnya, namun sedikit lebih besar dan ada potongan kertas memanjang seakan menjadi ekor di sudut bawah dan dua potongan kertas yang sama panjangnya di sudut kiri dan kanannya menciptakan dua buah sayap. Warnanya biru. Terbuat dari kertas minyak. Unik. Layang-layang ini tidak seperti yang dijual Cik Ramlah di kedainya. Dan Mentari rasa anak laki-laki itu membuat layangan ini sendiri, terlihat dari potongan kertas minyak yang tidak merata di sisi belakang layangan. Dan terakhir Mentari menemukan ada tulisan huruf "P" di sudut kanan depan. Mentari yakin itu adalah inisial namanya.

"Pantas saja dia kelihatan marah sekali ketika aku mengambil layangan ini darinya, dia pasti sudah bersusah payah membuatnya." kata Mentari pelan. Ada sedikit rasa sesal di hati Mentari karena sudah mengambil apa yang bukan miliknya. Ayah juga pernah bilang, jangan pernah sekalipun ambil apapun yang bukan milikmu. Ough, ucapan Ayahya terus menghantui pikiran Mentari.

MENTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang