Hujan Kemarin

50 13 0
                                    

Flashback.

-Virga Kecil-


Terlihat dua anak kecil sedang berlari riang ditengah derasnya hujan. Yang satu anak lelaki berkaos biru dengan celana pendek, dan yang satu lagi anak perempuan dengan dress mungil bermotif bunga-bunga. Keduanya sangat senang jika sedang bermain Hujan.

Apalagi keduanya adalah abang-beradik dalam satu keluarga yang sama. Mereka tidak terlihat mirip jika dikatakan sebagai saudara kandung, karena masing-masing mereka memiliki gen keturunan yang berbeda. Yang laki-laki sangat mirip pada Ibunya. Dan yang perempuan malah sangat mirip dengan Ayahnya. Namun begitu pun mereka sangat kompak. Berbeda dengan saudara kandung mereka yang satu lagi, ia memiliki wajah yang mirip dengan kedua orangtuanya. Dan yang satu ini lebih suka nonton dirumah ketimbang bermain hujan diluar sana. Katanya sih dingin.

"Bang, ke lapangan yok." ajak si Adik pada abangnya.

"Yaudah, yok. Lomba ya, siapa cepat dia dapat paha ayam goreng."

"Oke." si Adik mengangguk antusias.

"Satu... Dua... Tiga..." Teriak mereka bersamaan dan langsung berlari kencang, yang tak lama disusul teriakan seorang Ibu dari dalam rumah.

"Jangan lari-lari, nanti jatuh!"

Mereka tak menggubris teriakan Ibunya. Mereka hanya berlari dan terus berlari ditengah Hujan.

Tiba di sebuah persimpangan, si Adik dengan cepat berbelok tanpa melihat apa yang ada di depannya. Ia sudah tertinggal sangat jauh dengan Abangnya yang jago sekali dalam berlari. Ia menyesali telah membuat kesepakatan dengan Abangnya.

Selamat tinggal paha ayam goreng, gumamnya pelan.

Dan..

BRAKK!

Tubuh mungilnya menabrak seorang anak perempuan yang ikut tersungkur dengannya. Terlihat sebuah payung tergeletak begitu saja dan tiga butir telur yang sudah pecah di atas aspal yang basah.

Kedua gadis kecil itu meringis kesakitan.

"Aduhh.. Sakit," rengek anak perempuan berdress bunga-bunga yang sedang memegangi lututnya yang berdarah, "ma-maaf ya Kak.." ucapnya pada anak perempuan yang ia tabrak tadi.

Anak perempuan di depannya hanya mengangguk. Sebenarnya ia sangat kesal karena sudah menemukan dirinya basah ditengah Hujan, tapi karena melihat ada luka di lutut gadis kecil itu ia merasa kasihan padanya.

"Yaah.. Telurnya pecah.." sesal si anak perempuan berdress bunga-bunga itu melihat tiga butir telur di dalam plastik telah pecah, "rumah kakak dimana? Nama kakak siapa?" tanyanya beruntun.

"Disana," tunjuk anak perempuan berkaos merah muda pada sebuah rumah bercat putih di tikungan sana, "namaku Mentari."

"Oh, nanti aku ganti ya telurnya biar Kakak gak dimarahi Ibu kakak nanti, aduhhh.." ia memegang lukanya yang semakin banyak mengeluarkan darah, "Duhh, Abang mana lagi?" Pelangi mengedarkan pandangannya ke ujung jalan mencari keberadaan abangnya.

"Yuk.. Ikut aku." Mentari berdiri sambil mengambil payungnya yang tergeletak di atas aspal basah, lalu tangannya meraih tangan kecil anak perempuan itu.

"Ma..mau kemana Kak Matahari?" tanyanya sambil perlahan ikut berdiri.

"Beli betadine untuk luka kamu." Mentari hanya tersenyum geli saat gadis kecil itu salah menyebutkan namanya Matahari. Yang penting artinya sama, hehehe..

"Tapi telur Kakak?"

"Kamu tenang aja. Nanti aku bilang sama Bunda kalo telurnya udah menetas jadi anak ayam, hehe"

MENTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang